Rabu, 26 Desember 2012

Afrika Menjadi Tempat Beraksi Pelaku Kejahatan Cyber




Jakarta (Setara News) - Negara-negara di Benua Afrika yang memiliki kapasitas bandwidth besar diprediksi akan menjadi sarang para pelaku kejahatan siber dalam menjalankan aksinya tanpa takut terkena sanksi hukum, kata Business Manager Trend Micro Aulia Fajar Huriadi.

"Afrika menjadi tempat yang aman bagi para pelaku kejahatan dunia maya," kata Aulia dalam Diskusi Kupas Tuntas Kejahatan Cyber dan Trend Online Shopping di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, November 2012 lalu pihaknya mendapat informasi bahwa Afrika memiliki kapasitas bandwidth yang mencapai lebih dari 4.000 gigabit per detik yang diduga akan mengundang banyak pelaku kriminal dunia maya. "Para cybercriminal itu selalu berusaha mendapatkan akses kecepatan internet yang paling cepat," katanya.

Dia menambahkan, beberapa pelaku tidak secara fisik berada di Afrika, namun mereka menempatkan infrastruktur serangan mereka di benua tersebut.

Aulia mengatakan upaya untuk memerangi kejahatan jaringan secara global membutuhkan waktu 2 tahun atau lebih untuk bisa sempurna. "Undang-undang IT di negara manapun butuh setidaknya dua tahun dari sekarang untuk bisa diimplementasikan," katanya.

Sementara saat ini perkembangan perangkat perusak (malware) semakin beragam dan rumit. Serangan bisa menjadi sangat destruktif jika sudah terkait dengan motif politik tertentu.

Trend Micro menyarankan untuk melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk melindungi perangkat dari kemungkinan serangan, diantaranya selalu melakukan pembaruan sistem, memasang program untuk melindungi komputer dan perangkat lainnya, serta menjaga keamanan password.

Sementara Aulia berharap dunia bisnis mampu berupaya mencari solusi efektif untuk melindungi sistem komputasi perusahaannya, menjaga komunikasi dengan konsumen, serta mengedukasi karyawan untuk selalu menerapkan panduan yang telah ditetapkan dalam menggunakan perangkat komputasi. (ar)

Redaktur : Kurniawan T Arief


Senin, 17 Desember 2012

Buruknya RTH Kota Cirebon (Bagian Satu)

Seiring perkembangan zaman menuju era globalisasi. Berbagai program pemerintah telah dilakukan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, kondusif, dan seimbang. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan berbagai lembaga negara yang berkaitan dengan hal tersebut mulai membangun berbagai fasilitas infrastruktur, pelayanan masyarakat, akses publik, dan sebagainya. kesemua itu harus didasarkan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang termuat dalam idiil pancasila dan Undang-undang yang berlaku.


Namun, sejalan dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya, pembangunan yang berorientasi pada bisnis dan ekonomi di wilayah perkotaan masih belum seimbang dengan penataan ruang terbuka hijau. Di  daerah kota Cirebon misalnya, masih belum maksimal dalam menjamin ketersediaannya ruang terbuka hijau.


Luas Kota Cirebon adalah 3.913,20 Ha yang terdiri dari penggunaan lahan terbangun seluas 2.240,24 ha (57,25%) dan  lahan tidak terbangun seluas 1.750,48 ha (42,75%). Luas Kota ini mengalami penambahan dari sebelumnya diakibatkan oleh tingginya tingkat sedimentasi di sepanjang pesisir pantai Kota Cirebon


Peralihan Ruang Hijau Menjadi Bangunan Komersial

Di lihat dari wilayah kota Cirebon yang memiliki banyak ruas-ruas jalan di sisi kota, dan mulai merebaknya pembangunan tempat perbelanjaan. Seolah kita mulai melupakan peran dari ruang terbuka hijau yang sedianya untuk mengimbangi tingkat polusi udara di perkotaan, Karena pembangunan gedung-gedung konvensional tidak diimbangi dengan pembangunan tata ruang hijau yang akan bermanfaat untuk menstabilkan kondisi efek pembuangan gas buang dari mobilisasi masyarakat dan kegiatan pabrikasi lainnya.


Kota Cirebon yang merupakan kota penghubung antara provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah memiliki aktifitas ekonomi yang tinggi. Jalur trans regional yang dilalui oleh kereta api di Stasiun Kejaksan, Pelabuhan Muara Jati Kota Cirebon sebagai Pelabuhan Internasional di Pesisir, Terminal Harjamukti, dan Bandara Cakrabuana di daerah Penggung, hal tersebut apabila tidak di imbangi dengan tata ruang hijaun yang baik akan menjadi faktor pemicu polusi udara.


Kondisi jalanan di kota Cirebon juga semakin melebar karena kebutuhan akan arus pengguna jalan, maka satu persatu pepohonan seperti di ruas jalan Dr Cipto Mangunkusumo sedikit demi sedikit menghilang karena ditebang. Padahal, penebangan pohon tersebut selain dapat meningkatkan suhu udara di daerah sekitar lokasi, juga dapat mengakibatkan lambatnya resapan air di sekitaran lokasi (drainase). Hal ini dapat kita amati dari menurunnya ketinggian tanah di sekitaran jalan depan Cirebon Super Blok.


Saat ini, tren terbaru pada tahun 2012 adalah semakin menjamurnya pembangunan gedung-gedung komersial lainnya yang berdiri di atas tanah hijau, yang merupakan lahan yang diharapkan akan menjadi daerah resapan air, seperti di kawasan Bima yang dibangunnya (Giant Mall), dan kawasan barat Terminal Harjamukti, Pembangunan perumahan Pulau Intan di sekitaran utara Gedung Negara, kawasan by Pass yang dibangunnya Hotel Aston, dan lain sebagainya. Pembangunan komersial tersebut tentu akan merubah fungsi daerah resapan air dan daerah penyeimbang udara, menjadi rusak. Kerusakan keseimbangan system hijau di kota Cirebon dapat memicu bencana banjir yang diakibatkan oleh hilangnya daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Benar saja, akibat berkurangnya area drainase di Cirebon pernah terjadi banjir di awal tahun 2012, dimana saat itu 60 Persen wilayah Kota Cirebon terendam air bukan dikarenakan pasang air laut. Namun karena sampah yang menumpuk, saluran drainase yang menyempit, dan hilangnya fungsi lahan hijau di Kota Cirebon.


Maka dari itu, perlunya perlindungan terhadap keberadaan pepohonan sebagai pelaksanaan amanat UU tentang tata ruang hijau di dalam kota. Perlindungan terhadap kawasan lahan hijau bukan hanya atas perlindungan pepohonan saja, tetapi perlindungan juga atas perusakan batang pohon yang seringkali dirusak oleh papan iklan komersial yang sengaja menempatkan iklannya di batang tersebut dengan paku. Sehingga kesehatan dan keasrian dari pohon tersebut menjadi kurang baik. Hingga saat ini, sepanjang pinggiran jalan masih banyak dijumpai papan iklan terpaku di batang-batang pohon yang akhirnya dapat mengurangi nilai estetika bagi yang melihatnya.



Santosa

Mahasiswa FKIP - Ekonomi

Unswagati Cirebon

Sabtu, 01 Desember 2012

Obama menang lagi

New York (Setara News) - Gegap-gempita pemilihan presiden AS 2012 terasa hingga berbagai belahan dunia. Misalnya saja, seorang ibu asal Kenya yang menamai bayi kembar laki-lakinya Mitt Romney dan Barack Obama.


Persaingan ketat Romney dan Obama dalam meraih tampuk pimpinan komando tertinggi di Amerika Serikat terekam dalam media, tetapi ternyata tidak semua orang senang dengan berulang-ulangnya berita seputar pemilihan presiden.

Seorang anak usia 4 tahun menangis karena bosan mendengar berita politik antara keduanya.

Terlepas dari proporsi besar pemberitaan pemilihan presiden AS, kampanye kedua calon presiden ini berpusat pada isu-isu ekonomi. Mitt Romney, lawan Obama dari Partai Republik, mengatakan bahwa Presiden Obama tak cukup cepat dan tak cukup mampu dalam mengatasi krisis ekonomi yang masih melanda Amerika.

Romney, seorang mantan CEO perusahaan dana sekuritas, Gubernur Massachusetts, dan salah satu pria terkaya yang mencalonkan diri sebagai presiden, berusaha meyakinkan Amerika bahwa dialah pilihan yang lebih tepat.

Sementara Obama berusaha meyakinkan publik bahwa ia masih membutuhkan waktu untuk membalikkan ekonomi Amerika yang terkoyak karena membiayai dua perang yang tak mampu mereka bayar.

Pada akhirnya, Obama, dengan bantuan para relawan muda yang menjadi garda depan kampanyenya, berhasil memenangi pemilihan presiden AS untuk kedua kali. Strategi kemenangan kampanye Obama juga sangat mengandalkan internet dan media sosial. Sesaat setelah kemenangannya, sebuah tweet dari akun resmi Presiden Obama menjadi salah satu twit yang paling populer sepanjang masa.

Twit itu sudah mencapai lebih dari 800.000 retweet.

 

Sumber : Yahoo.news

Redaktur : Kurniawan T Arief

Senin, 22 Oktober 2012

Terjadi Kembali, Satpam Unswagati Memukul Mahasiswa

Puluhan Mahasiswa Menggeruduk Pos Jaga Satpam Kampus Satu Unswagati Untuk Meminta Klarifikasi Atas Kejadian Pemukulan Tersebut. Kerumunan tersebut sempat menyita perhatian pengguna jalan raya di depan kampus satu Unswagati.
CIREBON - (Setaranews.com) Insiden tersebut terjadi pada Selasa (23/10) malam sekitar Pukul 19.30 Wib di Kampus satu Unswagati. Berawal dari salah satu Mahasiswa Fakultas Tehnik Sipil yang juga anggota UKM Mapala Gunati setelah mengendarai motor dari arah Jalan Pemuda masuk menuju Kampus Satu Unswagati.


Melihat motor yang melintas dengan terburu-buru kedalam Kampus secara spontan kedua satpam yang bertugas jaga ketika itu Rajiman dan Sugiarto, langsung mendatangi mahasiswa yang baru saja memarkirkan Kendaraannya di gedung belakang Kampus Satu. Menurut saksi mata yang berada di lokasi kejadian menerangkan, saat itu satpam seraya menghampiri langsung melakukan pemukulan terhadap Mahasiswa tersebut, dan Satpam yang melakukan pemukulan tersebut diketahui adalah Rajiman.


 Sontak saja, hal itu membuat kaget mahasiswa-mahasiswa lainnya yang lantas berbondong-bondong langsung mendatangi Pos Satpam yang berada di pintu gerbang kampus satu Unswagati. Sempat terjadi adu mulut dan ketegangan beberapa saat, untung saja saat itu masih terdapat beberapa Staf yang kebetulan masih berada di dalam kampus diantaranya Kaur Kemahasiswaan Fakultas Pertanian Anom Sutrisno yang langsung menengahi sehingga tidak sempat terjadi keributan yang lebih besar.


Ketika SETARA mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Komandan Satpam Sumardi mengatakan “ Saya gak tahu apa-apa. Tidak ikut-ikutan. Wajar lha wong lagi emosi. Biarkan saja masalah ini diselesaikan dengan baik.” Tegasnya. Namun keterangan berbeda dilontarkan oleh Satpam yang melakukan pemukulan, “Saya di pukul lebih dulu, saya membalas memukul mahasiswa itu.” Terang  Rajiman.


Setelah beberapa jam, akhirnya mahasiswa membubarkan diri. Namun pihak korban pemukulan dan beberapa saksi mata dari Fakultas Hukum, tehnik dan ekonomi yang berada di tempat kejadian menyangkal keterangan Satpam yang menyebutkan bahwa mahasiswalah yang memukul terlebih dulu. “ Tidak benar itu, tiba-tiba aja saya dipanggil oleh satpam itu. Setelah saya dipanggil dan saya mendekat eh tiba-tiba malah dihajar. Saya kaget dan bingung, karena saya merasa tidak mempunyai masalah pribadi terhadap Satpam itu. Banyak saksi yang tahu kok masih menyangkal. Sudah salah tapi tetap menyalahkan kami. Kalaupun saya salah dan membuat satpam tersinggung karena menurut dia saya mengendarai motornya agak ngebut, ya tolong sampaikan dengan cara yang baik. Bukan malah maen hajar saja tanpa ada obrolan sedikitpun. Apalagi ini sampai menuduh saya mabuk minuman keras, fitnah itu. Saya sadar dan tidak mabuk!” Ujar Leo korban pemukulan kepada Setara, yang terkena pukulan di wajahnya hingga memar.


Perlu pembaca ketahui, bahwa insiden ini kedua kalinya terjadi dengan korban yang berbeda. Korban mahasiswa yang dahulu menjadi korban pemukulan adalah salah satu anggota UKM IMMNI Unswagati. Jika perilaku salah satu oknum Satpam tersebut dibiarkan dan tidak ditindak tegas oleh Universitas, tidak tertutup kemungkinan hal ini akan kembali terulang mengingat sebelumnya juga pernah terjadi. Beruntung insiden ini tidak memicu aksi kekerasan yang lebih besar, namun yang harus di ingat oleh kedua belah pihak bahwa kampus adalah area pendidikan yang seharusnya jauh dari tindak kekerasan baik itu yang dilakukan oleh mahasiswa maupun non mahasiswa karena dituntut untuk membiasakan menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara-cara yang baik, bukan dengan tindak kekerasan fisik. Semoga hal ini dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.


Reporter : Kurniawan T Arief

Kamis, 09 Agustus 2012

Indonesia Bukan Negara Tempe

Di sepanjang tahun 2012, Indonesia semakin dilanda krisis dan penjajahan dari berbagai bidang. Entah penjajahan dari segi mental maupun ekonomi. Tentu masih hangat di telinga kita bagaimana stasiun-stasiun televisi menyajikan berita tentang kelangkaan kedelai, pengrajin tempe dan tahu yang terpaksa tutup karena harga kedelai yang digunakan sebagai bahan dasar melambung tinggi hingga tayangan membanjirnya kedelai impor. Ya, pasar Indonesia kembali diperkosa. Dengan masuknya kedelai impor Amerika Serikat dengan pajak yang diturunkan hingga 0% (Skep Mendagri per 26/07/2012) semakin menunjukkan bahwa Indonesia memang bangsa bermental tempeyang kehilangan tempe.

            Dilematis memang ketika kebutuhan kedelai Nasional diperkirakan hingga mencapai 2,2 juta ton ternyata tidak seimbang dengan hasil panen petani kedelai yang hanya mencapai ±800.000 ton saja. Terdapat kesenjangan antara produksi kedelai dengan kebutuhan kedelai secara Nasional. Inilah yang menjadi dalih pemerintah saat menurunkan bea masuk kedelai impor yang tadinya 5% menjadi 0%, seperti dikutip dari harian Kompas (27/07)


            Kebijakan klasik yang menikam petani Indonesia di tengah-tengah krisis pangan. Padahal, menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Haryono mengungkapkan Indonesia sesungguhnya kaya akan varietas kedelai. Hingga hari ini Indonesia memiliki 73 varietas. Indonesia pun memiliki benih dari hasil persilangan dan cocok untuk ditanam di berbagai kondisi tanah. kedelai di Indonesia sudah bisa dipanen dalam waktu 80-90 hari, sedangkan kedelai di Amerika Serikat butuh waktu sekitar 130 hari, ujarnya.



Indonesia sebenarnya mampu bersaing dengan Amerika Serikat dan tidak perlu impor jika memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh pertanian Indonesia. Miris memang, ketika Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah tetapi masih menghamba kepada Negara asing. Tentu masih ingat dibenak kita bagaimana pemerintah dengan mudahnya mengimpor berbagai komoditas seperti bawang, tanaman rempah, produk hortikultura dan buah-buahan hingga garam. Petani Indonesia semakin termarginalkan. Pada akhirnya, Indonesia akan memasuki era neoliberalisasi akut yang mengancam perekonomian Indonesia.



Awal mula neoliberalisasi ekonomi sebenarnya terjadi ketika Soeharto menandatangani LOI (Letter of Intent) dari IMF pada tanggal 15 Januari 1998. Yang dampaknya sangat terasa hingga hari ini. Hal itu terbukti bagaimana kapitalis dan bangsa asing dengan mudahnya keluar masuk pasar Indonesia yang semakin mematikan pasar-pasar tradisonal di Indonesia. Inilah yang semakin mengerikan ketika supply dan demand memasuki equilibrium baru, pemerintah tidak akan mampu melindunginya karena Indonesia sudah berada dalam genggaman dominasi Negara asing yang memiliki kekuatan ekonomi lebih besar.



Bukan hanya itu sebenarnya, menjalarnya neoliberalisasi juga karena faktor pendidikan ekonomi kita yang cenderung ke arah neoliberasisasi. Andaikan calon ekonom tersebut dididik dalam kerangka kerakyatan dimana kesejahteraan bukan hanya milik segelintir orang tetapi memikirkan bagaimana nasib bangsa ke depan maka tidak akan lagi ada ekonom kita yang menerapkan neoliberalisasi yang akhirnya menimbulkan ruang kesenjangan yang makin besar diantaranya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.



Indonesia sudah kehilangan berbagai kekayaan dan potensi hingga dicap sebagai ‘bangsa bermental tempe’. Lalu, haruskah Indonesia kehilangan tempe? Harus ada alternatif solusi jika sudah seperti ini, yakni mengembalikan perekonomian Indonesia ke dalam naungan kerakyatan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, Ekonomi Kerakyatan adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.



Indonesia memang menganut sistem perekonomian kerakyatan yang dicetuskan oleh Moh. Hatta (Wapres RI ke 1), namun pada implementasinya justru menjauh dari nilai-nilai perekonomian kerakyatan. Sudah waktunya Indonesia mengembalikan perekonomian kepada pilar-pilar kerakyatan dan memperkuat perekonomian pedesaan dengan memaksimalkan potensi pertanian yang disesuaikan dengan regulasi dan implementasi yang pro rakyat agar tidak dicap lagi sebagai ‘Bangsa bermental tempe yang kehilangan tempe’.


Nia Nurohmiasih

Kader Muda LPM Setara Unswagati

Senin, 28 Mei 2012

Makin Banyak Mahasiswa Pehobies

Oleh: Dede W.

Mahasiswa hari ini, dimanapun cenderung untuk mewarnai aktifitas keseharian mereka dengan kegiatan-kegiatan bersifat rekreatif dan kurang guna. Semakin banyaknya mahasiswa pehobies  ini dapat disamakan sebagai penyakit, virus endemik atau borok yang akan menyebar ke banyak mahasiswa lainnya apabila dibiarkan. Orientasi atau sebut saja motivasi mahasiswa pehobies macam ini, selalu tidak jauh dari tiga hal yaitu eksistensi diri, pemuasan diri dan gaya hidup. Seringkali aktifitas mahasiswa pehobies tersebut mendasarkan pada beberapa dalih yang bagi mereka cukup rasional dijadikan pembenar bagi aktifitas mereka. Mereka pun hobi mengucapkan kata ‘Proses’, ‘Eksplorasi Diri’,  ‘Tahap Belajar’ hingga kata-kata lainnya yang sebenarnya bagi mereka cukup asing dan rumit untuk dimengerti makna substansinya.

Keberadaan UKM-UKM  yang cenderung melakukan kegiatan rekreatif bagi mahasiswa dalam rekaman sejarah diciptakan ketika era Orde Baru pada tahun 1985. Dimana UKM maupun organisasi mahasiswa yang lebih bersifat rekreatif adalah bentuk representasi rezim Suharto kala itu untuk meng-akali aktifitas mahasiswa di kampus-kampus agar tak lagi sibuk mengurusi/memprotes perubahan social , politik dan budaya yang cukup menggangu jalannya kekuasaan. Pada tahun 1978 pemerintah dengan Menteri Pendidikan kala itu Daoed Jusuf mengeluarkan SK tentang pelarangan adanya DM (Dewan Mahasiswa) di seluruh kampus se Indonesia dan berganti menjadi Senat atau yang kita kenal saat ini sebagai BEM, dengan membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk mengawasi dan memantau segala aktifitas mahasiswa di setiap kampus agar tidak lagi meneror kekuasaan kala itu, yang hingga saat ini kita kenal dengan sebutan Pembantu/Wakil Rektor III. Dimana segala acara kegiatan dan aktifitas mahasiswa harus melalui sepengetahuan, seijin dan sepengawasan pembantu/wakil Rektor III. Dengan dalih pemerintah kala itu, agar kegiatan mahasiswa lebih terarah dan terakomodir padahal sesungguhnya itu adalah sebagai metode pemerintah untuk dapat membatasi dan menekan ruang gerak mahasiswa.

Namun, sejak tahun 1978 hingga 34 tahun kemudian tepatnya 2012, kondisi kultur dan kehidupan kampus di Indonesia sudah sangat jauh berbeda. Baik kualitas maupun kuantitas. Apabila dahulu (sebelum dan di tahun 1974) belum banyak kampus-kampus berdiri dengan jumlah yang sangat terbatas, namun kini dengan banyaknya jumlah kampus di seluruh daerah di Indonesia (ibarat jamur yang mekar di musim hujan) tidak sedikit putra-putri bangsa yang tidak dapat menikmati jenjang perkuliahan karena ketiadaan biaya. Ditambah dengan kualitas mahasiswanya yang sudah terkontaminasi virus penyakit dan indikasi keracunan akut berbagai rutinitas, kebiasaan hingga kebudayaan yang lazim kita temui sehari-hari dengan sebutan budaya hedonisme dan budaya pop akhirnya menghasilkan mahasiswa yang pandai bermarturbasi dalam aktifitas rekreatif mereka seringkali dijadikan dalih antara lain music, fotografi, sastra, otomotif dll yang akhirnya dapat  menjadikan diri mereka tersebut makhluk eksis millennium (Saras 008 dan Panji Milenium?)

Terlihat sarkas saya menggambarkan mahasiswa pehobies semacam tadi, namun ya itulah realita yang sedang terjadi. Sekalipun pahit untuk kita ketahui, namun itulah faktanya. Berapa banyak lagi mahasiswa onani yang akan menjadi racun dalam kehidupan di kampus-kampus? Mahasiswa semacam itu harus kita obati (ayo ramai-ramai kita bawa ke ahli kejiwaan). Kegiatan mereka yang lebih bersifat rekreatif dan cenderung autis harus diminimalisir (tidak berarti dilarang). Ditambah lagi dengan perubahan metoda kurikulum dalam pendidikan di perguruan tinggi yang memaksa mahasiswa tekun dan giat dalam lomba menyalin berbagai artikel, tulisan orang lain dari internet untuk mereka jadikan tugas makalah/paper (modal pintar: Mbah google) dan di print mengatasnamakan nama mereka? Apakah hal ini tidak membuat kita para mahasiswa semakin cepat menjadi robot bersyahwat? Bukankah rutinitas semacam itu tak membentuk calon-calon koruptor di masa depan dengan adanya ‘mata kuliah’ (yang dilakukan di sepanjang semester) Plagiatisme?

Banyaknya mahasiswa pehobies yang menjalankan aktifitas rekreatifnya, seringkali menjadi manusia Galau yang akan menjadi distorsi peradaban (baca: mahasiswa beronani) dan menggangu kehidupan dan keberlangsungan pendidikan dalam mencapai fungsinya. Terakhir, saya mengajak setiap orang yang membaca artikel ini untuk beramal (amal bukan hanya di masjid atau di lampu merah) dengan memperbanyak lembar tulisan ini dan memberikan kepada sahabat, saudara, teman kita yang saat ini perlu kita tolong sebelum mereka benar-benar menjadi robot yang bersyahwat.

Kamis, 10 Mei 2012

Buku : Wanita dan Media Massa

Buku berjudul Wanita & Media Massa ini menjelaskan ketertarikan penulis tentang citra wanita dalam iklan di televisi yang menjadikan wanita sebagai  pelengkap the second class.


Stereotip wanita digambarkan sebagai mahluk lemah emosional,melakukan peran domestik  inferior dari pria dan selalu mengalah terhadap pria. Wacana kultural ini mampu bertahan  lama di masyarakat sebagai akibat dari proses sosialisasi di masyarakat. Salah satu agen sosialisasi tersebut adalah televisi yang memiliki peran stategis sebagai agent of change. Menu acara yang kuantitatif yang padat dengan pesan pesan iklan (sponsor) yang semakin menyudutkan wanita.

Buku ini berupaya menemukan mainstream pencintraan wanita yang selalu  menjadi objek produk yang  tidak hanya untuk menjadi bintang iklan yang sesuai kebutuhan wanita. Bahkan menjadi objek iklan yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kebutuhan wanita. Dan dalam jenis iklan yang menawarkan kebutuhan rumah tangga selalu menampilkan wanita sebagai objek, bahkan menjadi single player. Hal ini menarik karena kebutuhan rumah tangga tidak hanya monopoli kebutuhan wanita tetapi kebutuhan dasar setiap orang baik wanita maupun pria.


Dari fakta tersebut buku ini menjelaskan bahwa citra wanita sebagai  pilar rumah tangga. Wanita dijadikan sentral sebagai karakter bintang yang super mom, serba bisa menjadi ibu dan istri. Dan citra wanita yang sebagai pesolek. Citra ini terlihat dari iklan yang mengharuskan wanita tampil sempurna setiap saat. Seperti wanita sedih jika tidak bisa tampil sempurna, dan selalu ingin jadi pusat perhatian dan menjadi berperilaku konsumtif. Dan citra pada iklan terlihat sebagai sosok yang memikat, dengan cara berjalan tak sewajarnya dan cenderung berlebihan. Wanita akan merasa bangga dan puas jika memiliki badan yang langsing, bibir dan mata indah, rambut bagus sehingga pria selalu memperhatikannya.


Dengan gamblang buku ini mengatakan iklan di televisi menganut ekonomi kapitalis yang pro status Quo yang yang diwarnai dengan male dominated culture. Dan menjelaskan bahwa tujuan dasar iklan adalah menjual produk dan ada kepentingan ekonomis  dan iklan ditelevisi banyak mengekploitasi kaum wanita untuk kepentingan ekonomi kapitalis. Dan penulis menjelaskan bahwa fenomena kultural tentang penguatan stereotip adalah menumpang pada ideologi utama yang dijadikan panutan.



Judul                : Wanita dan Media Massa

Pengarang        : Hj. Siti Sholihati, MA

Penerbit           : Teras

Tahun             : 2007


Buku ini menjelaskan fenomena yang ada pada dunia periklanan indonesia, dan mengajarkan pada wanita bahwa mereka bukan hanya bisa berkutat pada ranah domestik saja dan menghilangkan stereotip tradisional yang sebagai pemuja pria.

Oleh Anisa Hakim

Cirebon Panas, Unswagati Perlu Pohon

Cirebon (Setara News) - Sebagai mahluk yang tinggal di bumi, sudah pasti kita merasakan perubahan suhu pada bumi kita ini yang akhirnya akrab kita sebut dengan sebutan Global Warming atau Pemanasan Global.

Apa Pemanasan global itu? Pemanasan Global adalah meningkatnya suhu bumi secara menyeluruh yang mengakibatkan melelehnya es di kutub utara dan selatan sehingga menyebabkan naiknya permukaan air laut. Banyak factor yang menyebabkan terjadinya Pemanasan Global diantaranya penggunaan peralatan rumah tangga yang tidak ramah lingkungan seperti, AC (Air Conditioner), polusi udara dari kendaraan bermotor dan limbah Industrialisasi serta berkurangnya hutan sebagai paru-paru dunia untuk menghasilkan udara bersih dan sejuk.

Jika dibiarkan terus-menerus, perlahan tapi pasti bumi akan semakin panas dan jika kemungkinan buruk itu terjadi Lalu, masih pantaskah bumi dijadikan sebagai tempat bepijak bagi seluruh mahluk hidup? Jika tidak, adakah planet lain yang mampu memberikan kehidupan layaknya seperti kehidupan di bumi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sering terlintas di pikiran kita.

Membutuhkan Pertolongan

Secara tidak sadar, kerusakan bumi merupakan akibat dari kelalaian dan kecerobohan manusia itu sendiri. Banyak diantara kita yang tega menggunduli hutan tanpa ada niatan untuk mengganti dengan pohon-pohon yang baru, eksploitasi besar-besaran sering dilakukan manusia tanpa memikirkan kelangsungan hidup bumi.

Anda tahu usia bumi kita berapa ? menurut sebuah sumber, usia bumi kita yaitu sekitar 4,6 Miliar Tahun, Wow ! Kebayang kan setua apa bumi kita ini? Mungkin benar kalau bumi kita sudah tua bahkan sangat tua dan mudah rapuh apalagi apabila kita yang termasuk mahluk hidup di dalamnya tidak bisa menjaga dan melestarikannya. Sebagai mahluk yang di bekali hati dan pikiran sudah seharusnya manusia dapat menjaga kelestarian bumi demi kelangsungan hidup seluruh mahluk yang ada di bumi. Kesadaran yang tinggi sangat diperlukan agar didalam setiap masing-masing individu tumbuh rasa cinta terhadap bumi sehingga ia enggan untuk melakukan pengrusakan pada planet ke-3 dari jajaran tata surya.

Di permukaan bumi segala aktifitas mahluk hidup berlangsung, semua kehidupan mereka bergantung kepada bumi tempat yang saat ini masih merupakan tempat yang tepat dan nyaman untuk semua mahluk hidup. Memberikan penghargaan kepada bumi kita merupakan langkah yang tepat untuk menjaga kelangsungan hidup bumi dan termasuk seluruh mahluk hidup yang berada didalamnya.

Kampus Unswagati

Tidak perlu berpikir ke ruang lingkup yang lebih luas contoh sederhana dan nyata adaqlah misalnya di lingkungan kampus kita yang hampir setiap hari kita berkutat disana. Kita bisa menilai adakah ruang hijau dikampus yang bisa melindungi mahasiswa dari teriknya matahari dan memberikan angin segar untuk para mahasiswa dalam menjalankan aktifitas kekampusannya.

Keberadaan ruang hijau di;ingkungan kampus itu sendiri cukup penting untuk menjaga keasrian kampus, dan untuk menciptakan udara yang bersih dan bebas polusi seperti yang diharapkan oleh Kris Herwandi Mahasiswa Ilmu Komunikasi “Penting Mba, kemaren rekomendasiin ko ke FISIP tapi iyaa itu. Ntar-ntar aja” itulah jawabannya ketika tim LPMS menanyakan tentang arti pentingnya ruang hijau dikampus

“tanaman-tanaman yang ditembok-tembok aja ngga ada”tambahnya.

Pembangunan gedung-gedung perkuliahan Unswagati tidak diimbangi dengan pengadaan ruang hijau yang sebenarnya tidak kalah penting dari gedung perkuliahan. Bahkan pembangunan gedung perkuliahan itu seringkali malah merusak atau menghilangkan ruang hijau “dulunya kan sebelum dibangun Kampus 3 itu banyak pohon, tapi karena pembangunan Kampus 3 terpaksa pohon-pohon itu ditebang. Tidak salah sih, Cuma akan lebih baik jika kita menanam ulang bibit-bibit pohon baru sebagai pohon pengganti” tutur salah seorang Dosen Ilmu Komunikasi, Tajudin Faza S.Sos.

Keberadaan ruang hijau di kampus sebenarnya merupakan harapan bagi para Mahasiswa dan seluruh Stakeholder yang ada di Unswagati. Mengingat, masih kurang banyaknya pepohonan yang mampu menciptakan berbagai manfaat antara lain estetika , kesehatan dan yang terpenting dapat menjadi ikon kampus dalam mendukung gerakan cinta lingkungan.

Reporter : Yunita Irina H

Editor : Kurniawan T Arief