Sabtu, 28 April 2018

Puisi : Yu Sarti

Yu Sarti
Dijanjikan Kerja di Abu Dhabi
Sampai sana, tak cuma kerja tapi juga dipukuli
Melayani nafsu bejat sang majikan
Sering pula terima teriakan dan hantaman

Yu Sarti
Bertahun-tahun kirim duit ke kampung
Khayalnya, bisa berdagang punya warung
Hidup berkecukupan dengan anak suami
Eh... sampai Indonesia hanya bisa gigit jari

Oh... Yu Sarti
Air mata sudah beku
Keringatmu telah menguap
Kala mendapati suami lari tunggang-langgang
meninggalkan setumpuk hutang
bersama selingkuhan

Penulis : Anisa
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unswagati

Jumat, 27 April 2018

Himakom Akan Gelar Workshop Citizen Journalism

Unswagati,Setaranews.com - Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) Unswagati akan mengadakan Workshop Citizen Journalism dengan tema "Implementasi Komunikasi di Era Milenial" pada Senin, 30 April 2018 mendatang di Auditorium Kampus Utama Unswagati.


Diadakannya workshop tersebut Himakom ingin agar mahasiswa Ilmu Komunikasi terkhusus di Unswagati bisa mendapatkan praktek seputar bidang Jurnalistik yang tidak didapatkan dalam perkuliahan.


"Sebenarnya acara ini untuk mengasah kemampuan mahasiswa Ilmu Komunikasi terhadap bidang Jurnalistik. Soalnya di dalam kelas, kita hanya dapat teori saja, tidak ada prakteknya." Ujar Tri Septiani selaku Ketua Pelaksana pada Setaranews.com, Jumat (26/4) di Kampus III Unswagati.


Selain itu, ini sebagai ajang pengetahuan mahasiswa maupun masyarakat bahwa semua bisa jadi Jurnalis di era serba modern. "Kenapa Citizen Journalism? Karena setiap orang bisa jadi Jurnalis dengan memanfaatkan  nya masing-masing. Daripada smartphone nya dipakai untuk yang enggak-enggak." Lanjutnya dengan nada bercanda.


Pemateri sendiri akan didatangkan dari Cirebon dan Bandung. Sebut saja dari Cirebon ada media terkenal yakni Radar Cirebon diwakilkan Yuda Sanjaya yang akan mengisi materi tentang fotografi. Selanjutnya ada media dari Bandung yakni Wibawanews.net yang diwakilkan oleh owner-nya langsung yakni Darajat Wibawa yang akan mengisi materi tentang kepenulisan.


Bagi Ketua Pelaksana sendiri ia berharap peserta yang akan datang ke workshop nantinya tidak hanya sekedar duduk dan mendengarkan, tapi juga bisa menyerap ilmu dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari.


"Harapannya peserta gak hanya datang, duduk lalu dengerin, tapi juga bisa dapat ilmu dan ilmunya bisa dipakai di kehidupan sehari-hari. Daripada mereka mengkonsumsi berita, lebih baik bisa buat berita sendiri yang jauh lebih positif." Tutupnya.


Selain mahasiswa, acara ini pun terbuka untuk umum. Dengan dipatok harga tiket masuk sebesar Rp. 15000 (pre-sale) dan Rp. 20.000 (on the spot) materi tentang Citizen Journalism akan bisa didapatkan.(Fiqih Dwi /LPM Setara)

Selasa, 24 April 2018

Tergerak Oleh Nurani, Ketua DPM FH Siap Bersinergi

Unswagati, Setaranews.com- Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung  Jati (Unswagati) telah adakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) meski melalui sistem ambang batas, dengan 5 kandidat, yakni Rafie Husaen M, Hadi Utomo, M.Ridwan, Andi Gholib dan Faisal Muhammad yang di selenggarakan pada hari Kamis, 12 April 2018, di Kampus Tiga Unswagati.

Meski melalui hawa politik yang panas akhirnya terpilih sudah Ketua DPM FH periode baru yakni saudara Hadi Utomo. laki-laki yang sempat menjadi Ketua Panitia Pemilihan Umum Mahasiswa (PPUM) tingkat Universitas itu dilantik pada Hari Jum'at, 13 April 2018 dengan membawa visi mewujudkan DPM-FH yang inspiratif, kredibel, dan progresif. “Saya ingin mewujudkan DPM-FH ini dekat dengan mahasiswa ketika mahasiswa mempunyai aspirasi yang nantinya akan di tampung oleh DPM-FH”.  paparnya.

Setelah di wawancarai lebih lanjut Hadi menjelaskan alasan pencalonannya menjadi Ketua DPM FH adalah keinginan yang datang dari hati. "Keinginan yang datang nya dari hati, yang artinya ingin berpartisipasi dan mengabdi kepada Fakultas Hukum Unswagati." jelasnya kepada setaranews.com.

Untuk menunjang visi yang dia bawa, laki-laki yang ketika diwawancarai memakai kemeja warna biru muda itu memiliki misi yaitu membuat DPM-FH lebih akuntabel, transparan, dan aspiratif. Terakhir Hadi berharap supaya antara DPM-FH dan BEM-FH menjadi mitra yang strategis untuk menampung, membawa suara Mahasiswa, dan menaruh besar harapannya agar BEM-FH dan DPM-FH ini bisa bersinergis.(Ramadhan Abdullah Praja/anggota magang LPM Setara)

Lewati Politik Panas, BEM FH Memiliki Ketua Baru

Unswagati, Setaranews.com- Fakultas hukum Universitas Swadaya Gunung  Jati mengadakan Pemilu untuk posisi Ketua BEM Fakultas yang di selenggarakan pada hari Kamis 12 April 2018 dengan kandidat Rita Anggraeni dan Karto M Saputra hingga pada akhirnya perhitungan suara yang selesai hingga larut malam tersebut terpilihlah Rita Anggraeni sebagai Ketua BEM Fakultas Hukum. (24/4).

Rita yang dilantik pada 13 April 2018 tersebut memaparkan visi dan misinya sebagai Ketua BEM Fakultas yang baru terpilih “Saya mempunyai visi membangun Fakultas Hukum lebih baik lagi untuk misi saya akan  membangun silaturahmi mahasiswa dengan mahasiswa melalui tukar buku, mahasiswa dengan lembaga, mahasiswa dengan mahasiswa seluruh Indonesia melalui acara ISMAI yang telah di ikuti oleh dimisioner BEM tahun lalu yaitu Yoga Yustiadi dia sebagai koordinator di ISMAHI ( Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia ).” Paparnya.

Selain itu wanita yang ketika di wawancarai mengunakan kemeja kotak-kotak berwarna pink tersebut menjelaskan tujuan dirinya menjadi Ketua BEM Fakultas Hukum “Saya ingin memperbaiki BEM yang kemarin, ke arah yang lebih baik lagi, mempertahankan apa yang kemarin menurut saya bagus.” Ujarnya.

Ketika di tanya terkait panasnya politik yang terjadi kala itu hingga mengorbankan sarana dan prasarana Fakultas Hukum. Rita menyatakan “Memang dalam Fakultas Hukum sendiri kebanyakan orang berfikir normatif  terlalu banyak argumen dan berfikirnya terlalu banyak politik jadi akhirnya terjadilah hal kemarin yang tidak di inginkan, saya pribadi kemarin sebagai calon menyesalkan hal itu terjadi karena memang bukan suatu solusi untuk kemajuan ini.”

Sebagai penutup Rita menyatakan upgrading anggota menjadi awal progam kerjanya sebagai ketua dengan harapan menjadikan Fakultas Hukum lebih baik untuk mahasiswa yang sadar akan hukum. (Obi Robiansyah/LPM Setara).

 

Senin, 23 April 2018

Ampuh : Memaafkan Bukan Berarti Melupakan

Unswagati, setaranews.com - Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (Ampuh) tidak akan melupakan segala bentuk tindakan penghinaan kepada manusia oleh manusia lainnya. Hal ini berkaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh Ketua Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Djati (YPSGJ) pada saat menemui aksi solidaritas mahasiswa.

Juru bicara Ampuh, Epri Fahmi menyampaikan, persoalan bangsa Indonesia hari ini yaitu berkaitan dengan mentalitas. Sebagai lembaga pendidikan yang juga memiliki tanggung jawab terhadap konstitusi untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, Unswagati ataupun Yayasan seharusnya memberikan contoh pendidikan mentalitas yang baik kepada mahasiswanya juga masyarakat pada umumnya.

"Ini yang terjadi sebaliknya, penghinaan. Memaafkan bukan berarti melupakan. Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan kita dengan tegas dan jelas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan sejatinya yaitu untuk memanusiakan," pungkasnya kepada setaranews, Sabtu (21/04).

Lanjut Epri, apa yang sudah menimpa mahasiswa saat melakukan aksi solidaritas didepan halaman Kampus I Unswagati merupakan bentuk perlawanan atas sikap Yayasan atau Universitas yang sudah gegabah memanggil orang tua mahasiswa lantaran aksi yang menuntut soal transparansi. Ironisnya, mahasiswa yang menyampaikan aspirasi justru mendapatkan perlakuan yang tidak manusia, dan tindakan tersebut lebih parahnya dilakukan Ketua Yayasan Unswagati itu sendiri.

Lanjut Epri, Ketua Yayasan itu bisa dibilang orang nomor satu di lingkungan Yayasan dan Civitas Akademik, pucuk pimpinan yang seharusnya bisa memberikan contoh yang baik sebagaimana layaknya seorang akademisi atau intelektual.

"Ini seperti orang yang tidak mengenyam pendidikan saja. Gayanya seperti preman, so jagoan, jumawa, takabur. Miris kami sebagai keluarga Unswagati melihat kejadian tersbut," tukasnya.

Epri menambahkan, kejadian tersebut merupakan sejarah bagi Unswagati dan juga sejarah bagi dirinya sendiri yang menjadi salah satu mahasiswa yang mendapat perkataan kasar dari Ketua Yayasan.

Menurutnya, selama dia ada di Unswagati, demostrasi di kampus biru ini bukan lagi hal yang aneh, pasalnya memang mahasiswa Unswagati memiliki nalar berfikir yang sudah cakap, daya kritis mahasiswanya juga sudah tak diragukan lagi. Seharusnya Universitas atau Yayasan bangga memiliki mahasiswa yang peduli atas persoalan baik diinternal kampus maupun diluar kampus.

"Anak cucu kami harus tahu, ini sejarah, bahwa ayahnya pernah diperlakuan tidak manusiawi. Terutama, agar kejadian serupa tidak menimpa mahasiswa lain nantinya. Terutama membuat oknum yg tidak memiliki rasa hormat dan penghargaan kepada kemanusiaan itu jera. Supaya tidak sombong, bahwa mahasiswa tidak takut, dan menentang segala bentuk penghinaan dan penindasan" tukasnya. (Mumu Sobar Muklis/LPM Setara)

Sabtu, 21 April 2018

Opini: Esensi hari kartini dalam Tradisi

Opini, Setaranews.com - Hari kartini yang jatuh pada tanggal 21 april  selalu identik diperingati sebagai hari pahlawan nasional ’’ habis gelap terbitlah terang’’ kartini berjuang agar mendapatkan berbagai hak dalam ranah kehidupan, pendidikan dan perjuangan kodrat kewanitaannya.

Peringatan Hari Kartini yang sudah turun-temurun seperti sekarang, tentu boleh-boleh saja, dan tidak ada yang melarang. Sayangnya, peringatan Hari Kartini yang ada sekarang hanya mempertegas sifat-sifat kewanitaan semata. Pakaian adat, lomba masak, lomba busana, tanpa ada Hari Kartini juga sudah menjadi ciri khas seorang wanita.

Esensi kartini

Membaca sejarah hidup kartini dan pemikiran-pemikiran kartini, lantas penulis berfikir dan berusaha merefleksikan pada peranan perempuan di masa kini, mungkin penulis melihat dalam sisi dunia pendidikan khususnya yaitu dalam skala perguruan tinggi. Karena zaman kita berbeda dengan zaman kartini pada saat itu, penulis melihat tidak ada kungkungan dalam kehidupan sekarang. Tetapi ini yang membuat saya tertarik melihat kondisi yang diperjuangkan kartini hanya sekedar tradisi untuk diperingati saja.

Kecintaan kartini pada ilmu pengetahuan sangatlah jelas bahwa dia (Kartini) menginginkan atau mendapatkan pendidikan secara formal atau nonformal baik buku buku bacaan  dan literature yang dia baca dirumah. Kartinipun berfikir kritis menyampaikan pemikiran dan pertanyaan baik secara lisan ataupun tulisan kepada keluarga, teman-temannya menunjukan pada guru bahwasannya dia berfikir kritis.

Kartini juga mempunyai kemampuan mengemukakan pemikirannya secara sitematis, bukan hanya berfikir kritis dalam surat suratnya yang ditulis dan didukung oleh media yang ada pada masa itu sehingga muncul beberapa pemkiran yang iya sampaikan ke dunia luar. Salah satu kelebihan kartini adalah teman-temannya yang berasal dari kalanggan ningrat dan terpelajar, serta memiliki relasi yang cukup luas.

Kalau penulis perhatikan, kondisi mahasiswa khususnya mahasiswa perempuan dikalangannya hanya sebagian kecil yang menjadikan ilmu sebagai bentuk perubahan, melainkan hanya sekedar formalitas untuk mendapatkan pendidikan saja, apalagi untuk berfikir kritis baik terhadap lembaga pedidikan maupun terhadap pemerintah.

Esensi peringatan haru kartini menurut penulis lebih terhadap peringatan sebuah tradisi yang terjadi dikalangan pendidikan saat inisaat ini, bukan bagaimana esensi kartini yang semestinya dimliki oleh kalangan kaum hawa di Indonesia khususnya mahasiswi dikalangan pendidikan dengan esensi kartini yang berfikir kritis berani mengemukakan fikirannya dalam kondisi dan situasi apapun secara sisitematis bersandang niat yang baik, tak hanya soal kesetaraaan, melainkan juga dalam tuajuan mualia lainnya.

 

Penulis: Sutarno (Mahasiswa Fakultas Hukum Unswagati Cirebon)

 

Jumat, 20 April 2018

Diskusi Jaga Jari : Klinik Menulis #1 Menulis Deskripsi

Cirebon,setaranews.com. Diskusi kali ini jaga jari mengupas tentang “Menulis Deskripsi” yang di sampaikan oleh Ahmad Imam Baehaqi wartawan dari Tribun Jabar Cabang Cirebon yang didampingi oleh Anis Prillianty Regita Presenter Program Wewara Radar Cirebon Televisi (RCTV). Diskusi rutin tersebut bertempat di saung perjuangan (Depan kampus IAIN Cirebon), pada pukul 20.00 WIB (20/04).

Pentingnya deskripsi pada suatu berita ialah untuk memberikan gambaran kepada pembaca agar lebih berwarna, dalam hal ini sebagai media massa kerap di tantang untuk memberikan prodak tulisan yang menarik dan asik bagi pembacanya.

Menulis Deskripsi pada berita berbeda dengan menulis opini. Berita dideskripsikan dengan fakta atau data empiris yang tidak bisa di perdebatkan, sedangkan menulis opini masih bisa di perdebatkan dengan asumsi dan spekulasi penulis dan pembaca.

“Kelemahan wartawan dalam menulis berita adalah tidak bisa menahan diri untuk berasumsi atau berspekulasi, yang sadar atau tidak sadar menulis dengan asumsinya, padahal itu tidak diperbolehkan dalam menulis berita, karena jika tidak sesuai fakta bisa menjadi berita hoax” tutur Imam dalam sesi materi.

Dalam diskusi tersebut di hadiri oleh kalangan umum seperti pers mahasiswa, wartawan media lokal dan kalangan komunitas lainnya. Saat pemateri mengajak audience unutk berkomentar dengan menuliskan deskripsi terhadap sebuah foto yang di tampilkan melalui media visual, banyak yang terjebak malah beropini.

“Saat mendeskripsikan sebuah foto kita tidak boleh beropini, pada dasarnya kita hanya menulis sesuai tampak pada foto tersebut, tidak boleh menceritakan hal-hal yang disangka-sangka atau di tebak. Kita hanya harus mendeskripsikan sesuai fakta yang terlihat.” Tambahnya mengkoreksi komentar audience.

Pertanyaan lainpun muncul, saat wanita cantik bernama Asih  sebagai moderator ikut berkomentar bahwa dalam deskripsi yang dimaksud dalam menulis berita bersifat objektif tidak subjektif. Namun ia menanyakan apakah ada spesifikasi tertentu dalam menulis deskripsi dan dijawab langsung oleh pemateri.

“Ada batasan yang harus di jaga, seperti tidak SARA, tidak beropini, dan harus relevan dengan angel berita.” Tukasnya.

Kegiatan tersebut berlangsung sekitar satu setengah jam dan  ditutup dengan pemaparan kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan.

Berikut PR Unswagati dalam Janjinya Akan Penuhi Transparansi

Unswagati, Setaranews.com – Dalam audiensi terbuka pada Kamis (19/4) di Auditorium Kampus 1 Unswagati. Pihak Universitas telah melakukan hitam di atas putih sebagai bukti akan penuhi tuntutan mahasiswa, dan berikut isi pernyataannya 1). Transparansi hasil audit Universitas perihal Laporan Keuangan internal atau audit internal 2). Menegaskan bahwasanya tidak ada penjualan aset Kampus GT 3). Pemenuhan hak-hak mahasiswa berupa sarana dan pra-sarana baik akademik maupun non-akademik sesuai kemampuan anggaran.

Menurut Mukarto Siswoyo selaku Rektor Unswagati bahwa dirinya pun menekankan transparansi, dengan adanya SPI dan audit KAP (Kantor Akuntan Publik) sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas di lingkup Unswagati.

“Saya pun menekan transparansi, dan sepakat dengan Yayasan yang menggunakan RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan). Kita Universitas dipandu dalam pengeluaran dan pendapatan Rencana Kerja Tahunan. Dulu kan ada di Universitas, sekarang Yayasan yang mengatur. Semua rekening Universitas diajukan ke Yayasan termasuk anggaran kemahasiswaan. Ada SPI juga mengedit keuangan di internal tiap satu semester, tapi tiap tahun juga kita di audit KAP.” Paparnya.

Menimpali ujaran sang rektor, salah satu mahasiswa Pertanian, Reja Fauzi menginginkan ada pembuatan terkait sistem transparansi yang jelas di Unswagati. “Unswagati sudah 50 tahun berdiri, tapi tidak ada pembuatan sistem transparansi yang jelas. Ada SPI dan sebagainya, informasinya hanya bisa diakses oleh plat merah, sementara gak sampai ke mahasiswa.”

Mengingat transparansi yang dimaksud oleh mahasiswa yakni agar Unswagati sebagai PTS yang pula merupakan badan publik bisa melakukan transparansi pada mahasiswa keseluruhan, bukan hanya pada golongan pemegang kekuasaan saja.

“Transparansi tidak hanya diperuntukkan untuk plat merah, kita ada UUD Keterbukaan Publik terkait transparansi. PTS pun badan publik. Apa hak-hak informasi yang diperoleh oleh mahasiswa? Harus ada kewajiban yang ditransparasikan kepada mahasiswa, misalnya APBD, beasiswa dan sarana pra-sarana. Informasi begitu kan harusnya di tempel di mading Yayasan. Soal beasiswa saja misalnya kan, kita (mahasiswa) tidak tahu, jangan-jangan yang dapat itu-itu saja sampai lulusnya, bahkan sampai S2.” Ujar Epri Fahmi Aziz selaku Juru Bicara AMPUH (Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih) saat menyampaikan aspirasinya di hadapan jajaran rektorat dan peserta audiensi terbuka.

Lebih lanjut menurut Epri hal-hal tersebut harus ada agar timbulnya trust dalam diri mahasiswa dan masyarakat.

Mukarto pun langsung menyahuti dan meminta Wakil Rektor III yang menangani Bidang Kemahasiswaan untuk bertindak transparan dalam menyampaikan beasiswa ke mahasiswa. “Mulai dari sekarang saya minta WR III transparan. Ada beasiswa dari mana saja, jumlahnya berapa saja sampaikan pada mahasiswa.” Tegasnya.

Kemudian mengingat waktu audiensi terbuka yang terbatas, mahasiswa pun meminta agar jajaran rektorat bisa kembali membuka obrolan semacam ini. Dan langsung disanggupi oleh jajaran rektorat. Yang rencananya akan diselenggarakan pada awal bulan Mei mendatang sebelum memasuki bulan puasa. (Fiqih Dwi/LPM Setara)

Kamis, 19 April 2018

Rektor Klarifikasi Tuntutan Mahasiswa, Siap Transparansi

Unswagati, setaranews.com - Audiensi yang digelar oleh pihak rektorat Unswagati Cirebon guna menanggapi aksi oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (AMPUH) yang menuntut kejelasan penjualan kampus GT serta adanya transparansi di lingkungan Unswagati berlangsung di Auditorium kampus I Unswagati, Kamis (19/04).

 

Epri Fahmi, salah satu massa aksi Kamis (12/04) kemarin yang hadir dalam audiensi menjelaskan, ia dan teman-temannya sebelum melakukan aksi sudah mendatangi Wakil Rektor II dan Wakil Rektor III untuk menanyakan mengenai penjualan aset kampus GT.

Ia juga mengungkapkan, ia tidak mempermasalahkan mengenai penjualan asep kampus GT.

"Dari awal kita aksi, kami tekankan disini kami tidak mempermasalahkan soal jual belinya karena itu hak dan wewenang yayasan sebagai penyelenggara pendidikan dan sudah diatur dalam Undang-Undang Yayasan, yang kita pertanyakan itu tentang transparansinya. Dalam hal ini, misalkan kalau memang itu dijual nanti temen-temen yang sebelumnya mendapatkan fasilitas disana itu seperti apa, bakal dialihkan untuk apa, kemudian nanti fungsinya untuk apa itu yang kita tanyakan" ungkap epri.

Mengenai hal tersebut Rektor Unswagati, Mukarto Siswoyo, menyetujui adanya transparansi di lingkungan Unswagati.

"Mari kita tegakan transparansi dan akuntabilitas, untuk itu saya setuju sangat tata kelola keuangan yang dilancarkan oleh yayasan dengan model RKAT, yang semula tata kelola keuangan berada sepenuhnya di universitas sekarang yayasan yang mengatur. SPI mengaudit keuangan di internal tiap semester dan tiap tahun kita diaudit oleh KAP sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas" jelas rektor.

Pernyataan lain datang dari Reza Fauzi, mahasiswa fakultas pertanian, mengatakan PTN maupun PTS wajib mamberikan informasi secara transparan kepada publik karena sudah diatur oleh Undang-Undang.

"Yang saya pikir, umur Unswagati sudah 50 tahun lebih, tapi tidak ada pembuatan sistem transparansi yang jelas. PTN atau PTS berkewajiban memberikan informasi kepada publik karena itu diatur di Undang-Undang. Keterbukaan publik dari kampus, ada SPI, KAP dan sebagainya tapi gak sampai ke mahasiswa. Saya berharap bahwa Unswagati lebih profesional" ucapnya.

Rektor menambahkan, pertanggungjawaban transparansi universitas hasilnya langsung diserahkan diserahkan kepada yayasan.

"Transparansi dipertanggungjawabkan hasilnya ke yayasan, kalau ada yang salah yang mengeksekusi yayasan. Kalau yayasan menyerahkan hasil audit ke kalian saya kira tidak masalah" tambahnya.

Andri, mahasiswa FKIP meminta jaminan akan adanya RKAP Unswagati,  "Saya butuh jaminan RKAP itu akan berjalan atau tidak, bahwasana saya sudah bosan dengan janji-janji yang ada" ungkapnya.

Kemudian, Muhamad Hanif, mahasiswa fakultas hukum meminta agar penjelasan penjualan aset diinformasikan kepada publik, "supaya tidak terjadi permasalahan lagi, saya meminta pihak rektorat dan pihak yayasan pada Jumat tanggal 20 April menyatakan didepan publik bahwa tidak ada penjualan aset dari kampus empat Unswagati. Saya minta bukti nyata bahwa kampus ini sudah mengembalikan prinsip transparansinya" ungkapnya.

Mahasiswa dari fakultas hukum, Yoga Setiadi,  meminta agar rektor membuat pernyataan hitam diatas putih. "Kalau hanya cuap-cuap saja saya pun bisa, ketegasan bapak saya akui. Tapi saya minta ada hitam diatas putih, sekiranya bapak bersedia menandatangani kesepakatan kita semua bahwa terjadi transparansi publik di universitas kita" pintanya.

Rektor pun menanggapi tuntutan-tuntutan mahasiswa.
"Jadi soal menyatakan didepan publik, oke setuju, jangan nunggu besok sekarang juga. Wis ayo jaminannya apa yang dibutuhkan akan saya tandatangani. Nanti untuk itu, saya minta ormawa yang diwakili BEM dan DPM jadi apa-apa yang diminta untuk saya tandatangani satu bahwa tidak ada penjualan tanah GT, yang kedua soal transparansi itu" tutupnya.

Tak mau menunggu esok akhirnya Audiensi pun di tutup dengan penandatanganan surat pernyataan dari rektor untuk melakukan transparansi,penegasan bahwa tidak adanya penjualan kampus GT dan  pemenuhan hak-hak mahasiswa baik secara akademik maupun non akademik,surat tersebut ditandatangani Mukarto di atas materai 6000 sembari di saksikan oleh media dan sebagian audience yang hadir.(Trusmiyanto/LPM setara)

Rektor Unswagati Tegaskan Tidak Ada Penjualan Aset Kampus GT

Unswagati, Setaranews.com – Aksi yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (AMPUH) beberapa waktu silam yang menuntut adanya kejelasan mengenai aset Unswagati yakni Kampus GT yang diisukan akan dijual dan perihal transparansi di lingkungan Unswagati berakhir dengan keputusan pihak Rektorat untuk mengadakan audiensi dengan mahasiswa peserta aksi, beserta orangtuanya.

Audiensi tersebut digelar di Auditorium Kampus 1 Unswagati dihadiri oleh mahasiswa, orangtua peserta aksi, jajaran Rektorat dan Dekanat Unswagati dan acara berlangsung lancar, Kamis (19/4). “Kami mengundang mahasiswa peserta aksi dan orang tua peserta aksi sekaligus ingin menjelaskan apa-apa yang dipertanyakan mahasiswa dan harus berkomunikasi dengan mereka.” Papar Mukarto Siswoyo selaku Rektor Unswagati di awal audiensi.

Dalam kesempatan tersebut ia juga menegaskan bahwasanya tidak ada penjualan aset Kampus GT. “Tidak ada penjualan aset Kampus GT, meski ini ranah Yayasan. Silahkan konfirmasi langsung ke BPN.” Tegasnya.

Kemudian, untuk tidak difungsikannya Kampus GT menurutnya kurang efektif untuk kegiatan perkuliahan. "Kampus GT itu tidak dapat digunakan, kurang efektif dan kurang maksimal untuk perkuliahan dikarenakan oleh masyarakat sekitar tidak diperbolehkan adanya hilir mudik lalu lalang mahasiswa." Jelasnya.

Lebih lanjut karena tanah di Kampus GT tersebut digunakan untuk wilayah perumahan, bukan pendidikan.
Mukarto pun menghimbau kepada para mahasiswa, untuk selanjutnya mengedepankan musyawarah untuk membicarakan persoalan bersama.

“Kedepan mari kita kedepankan musyawarah untuk membicarakan sesuatu persoalan yang memang menjadi persoalan kita, lalu yang ingin dijelaskan, jangan pernah saudara-saudara diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan, mahasiswa harus independen.” Himbaunya.

Kemudian di tengah-tengah sesi, Mukarto memberikan pertanyaan pada mahasiswa terkhusus yang aksi terkait tukar guling tanah GT yang tidak produktif. “Jika ada tukar guling tanah yang di GT yang tidak produktif, sejauh itu digunakan untuk tanah yang lebih luas dan representatif dari hasil penjualan tanah itu, kira-kira bagaimana?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab oleh Epri Fahmi Aziz, selaku Juru Bicara AMPUH yang menjadi tuntutan pokok peserta aksi ialah transparansi. “Jika memang ada tukar guling, jelas bahwa di undang-undang Yayasan diperbolehkan jual beli aset. Ketika aksi kita tidak mempermasalahkan jual beli, karena hak dan wewenang ada pada Yayasan sebagai penyelenggara. Yang dipersoalkan ialah transparansi dan ganti rugi hak-hak mahasiswa yang terenggut jika aset Kampus GT dijual.”

Menimpali ucapan Mukarto yang menghimbau kepada para mahasiswa agar tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan, Epri menegaskan bahwa mahasiswa yang aksi ialah independen, berjuang untuk kepentingan rakyat mahasiswa.

“Sejarah baru disini bisa audiensi, tapi disamping sejarah ini ada peristiwa tidak mengenakkan yang dilakukan Yayasan. Telah menghina saya pribadi dan kawan-kawan mahasiswa. Lalu khawatir mahasiswa aksi ada yang menunggangi, itu kan ironis, secara tidak langsung Bapak tidak percaya kualitas mahasiswanya sendiri. Murni aksi untuk kepentingan mahasiswa.” Tegasnya.

Audiensi pun ditutup dengan penandatanganan pihak Rektor Unswagati di atas kertas terkait sanggup memenuhi transparansi, membenarkan tidak adanya penjualan aset Kampus GT, dan pemenuhan hak-hak mahasiswa berupa sarana dan prasarana. (Fiqih/Trusmiyanto).

Opini : Matinya ETIKA dan MORAL di Dunia Pendidikan

Opini, setaranews.com - Ditengah usaha serius pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita pendidikan yang baik untuk melahirkan anak bangsa yang cerdas dan berdaya saing tinggi, kini pendidikan di Indonesia tertampar dengan berbagai kasus yang memalukan khususnya di Kota Cirebon yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Unswagati sangat disayangkan dimana mengeluarkan kata-kata kasar ketika menemui mahasiswa yang sedang melakukan aksi di kampus.

 

Aksi mahasiswa yang menuntut transparasi anggaran serta menuntut pembungkaman demokrasi dikampus yang dilakukan oleh rektorat dengan memberikan larangan melakukan penyampaian pendapat dimuka umum dan melakukan pemanggilan orangtua mahasiswa yang mengikuti aksi adalah tindakan intimidasi.

 

Dengan bertindak sebagai mediator sekaligus wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.  Aksi  mahasiswa dalam bentuk unjuk rasa ini adalah wajah demokrasi yang sesungguhnya, sebab berdasarkan konstitusi, unjuk rasa atau demonstrasi telah mendapatkan legalitas oleh negara. Berdasarkan perundangan tersebut, berbagai elemen khususnya mahasiswa menggunakan dasar itu sebagai dalih melakukan aksi unjuk rasa.

 

Sebagai ketua yayasan dilingkungan pendidikan seharusnya mempunyai etika dan sopan santun dalam berkomunikasi.  Berbahasa santun ini dipandang sangat penting dalam proses komunikasi. Komunikasi akan berjalan lancar apabila menggunakan bahasa santun yakni berbahasa dengan memperhatikan norma yang ada di lingkungan apa lagi di lingkungan pendidikan tinggi . Apabila bahasa santun ini ditinggalkan maka, akan banyak mahasiswa yang tidak menghargai kesantunan terutama dalam berbahasa.

 

Seorang ketua yayasan dengan strata pendidikan tinggi rasanya tidak pantas berbicara dengan gaya bahasa tukang becak yang terbiasa kasar. Tingkah pola seperti itu harus dikritisi tanpa melihat dia adalah ketua yayasan, rektor ataupun dosen. Ketika kita membiarkan seorang pejabat di lingkugan pendidikan mengunakan kata-kata kasar terhadap mahasiswanya berarti kita adalah bagian dari orang yang tidak beretika dan tidak bermoral.

 

Al Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunannya, dimana Rasulullāh shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang paling berat ditimbangan kebaikan seorang mu'min pada hari kiamat seperti akhlaq yang mulia, dan sungguh-sungguh (benar-benar) Allāh benci dengan orang yang lisānnya kotor dan kasar”.

 

Perkataan kasar yang dilontarkan Ketua Yayasan Unswagati membuat kampus Unswagati tidak kondusif.

 

Tolak ketua yayasan yang berkata kasar dan tidak beretika di lingkungan kampus!!!!

 

Penulis             : Sutarno

Mahasiswa Fakultas Hukum Unswagati

Rabu, 18 April 2018

Opini: Pembungkaman adalah Kejahatan

Opini, Setaranews.com - Ancam, Bungkam, dan Bubarkan! Mungkin kata-kata itu yang pantas untuk demokrasi ala Kampus tempat penulis menimba ilmu. Sebuah kejahatan bagi seorang manusia yang memiliki kodrat untuk bicara, mereka yang melakukan demonstrasi hanya sebuah alarm pengingat bagi orang yang tidak waras, tidak paham akan hak dan kewajiban serta demokrasi.

Beberapa waktu lalu terjadi aksi demonstrasi di kampus penulis, massa menuntut pada pihak rektorat untuk melakukan transparansi terkait dana maupun urusan ke-universitasa-an, tidak chaos, tidak ada bakar ban, demonstrasi yang hikmat dan tidak gaduh, namun di bilang meresahkan. Bukannya sesama manusia harus saling mengingatkan? Seperti dalam Al-Quran surah Al-Ashr, “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3). Jelas diterangkan bahwa sesama manusia dan umat muslim harus saling mengingatkan, nasehat menasehati. Jangan marah jika diingatkan, harusnya bersyukur karena masih ada yang waras, masih ada yang peduli.

Entah perasaan apa yang dirasakan penguasa Kampus Biru—resah, marah atau malu hingga melayangkan surat pemanggilan orangtua mahasiswa yang kemarin melakukan demonstrasi terkait transparansi aset kampus. Macam anak SMA yang habis tawuran lalu diberi pembinaan. Bukannya demonstrasi dihalalkan oleh negara, demonstrasi bukan sebuah kejahatan, hak masyarkat untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang sudah dijelaskan dalan pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran undang undang secara lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Kita hidup tidak lagi pada rezim orde baru kan, semua sudah diatur jelas dalam undang-undang, era orde baru sudah tumbang, namun otoriter kepemimpinannya ditiru oleh Rektor dan Yayasan di kampus penulis belajar ini. Apalagi menurut penulis, demonstrasi yang dilakukan beberapa mahasiswa Unswagati pada beberapa hari kemarin tergolong demonstrasi yang damai, mereka melakukannya sesuai undang-undang yang mengatur tentang hak mengemukakan pendapat di muka umum, tertulis dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM, dijelaskan pada pasal 1 ayat (3) Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

Bentuk bentuk menyampaikan pendapatnya pun diatur dalam undang-undang ini, pada Pasal 9:

(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan

  1. unjuk rasa atau demonstrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan atau d. mimbar bebas.


Alangkah sempurnanya para pendiri bangsa merumuskan negara ini, sampai hal sedetail itu pun diatur dalam undang-undang yang dimana pedoman itu tidak dilirik oleh pihak-pihak berdasi.

Demonstrasi adalah hak semua mahasiswa, perlu digaris bawahi, demonstrasi ini bukan soal eksistensi ini soal kebenaran, keberanian. Diharapkan pihak Rektorat pun tidak buta dengan undang-undang demokrasi. Jika lupa, baca lagi! Jika yang berdasi ingin dihormati maka dengarkanlah suara kami, tidak ayal banyak beredar slogan “KAMPUS BIRU ANTI KRITIK” alias PEMBUNUH DEMOKRASI, PEMBUNGKAM MASSA DAN PENJAHAT KEBENARAN dengan tidak melaksanakan undang-undang yang menjadi hajat hidup orang banyak. Janga harap mahasiswa akan manut dengan aturan yang Kampus ini buat jika pihaknya pun tidak mau melaksanakan aturan yang berlaku. Ingatlah satu hal, mahasiswa ini bukan serdadu suaranya tak dapat dipenjara dan langkahnya tak dapat tergoyahkan, mahasiswa dan masyarakat adalah kekuatan besar yang akan bangkit jika demokrasi dikebiri.

Sudah kesekian kalinya represivitas kepada mahasiswa terjadi, mereka kan sudah besar, namanya juga sudah mahasiswa pastilah sudah tahu mana yang salah dan mana yang benar. Bahan bacaan yang seabreg juga menjadi peyakin jika mahasiswa melakukan hal yang benar ditambah dengan adanya aturan tertulis berupa statuta kampus yang pernah penulis baca. Disana tertera pada BAB X MAHASISWA dan ALUMNI mahasiswa pasal 68 ayat (2) hak mahasiswa point E berbunyi “memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan studi yang diikutinya serta hasil belajarnya”. Mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan informasi, apakah Unswagati selama ini melakukan transparansi informasi, dan akuntabilitas publik? Jika tidak, wajar saja jika mahasiswa mempertanyakan hal tersebut.

Dalam undang-undang yayasan juga tertera jelas empat prinsip yang harus dimiliki yayasan Ada 4 (empat) prinsip yang harus dimiliki Yayasan sesuai dengan harapan Undang-Undang Yayasan, yakni

  1. Kemandirian Yayasan sebagai badan hukum;

  2. Keterbukaan seluruh kegiatan Yayasan;

  3. Akuntabilitas publik; dan

  4. Prinsip nirlaba.


Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan adalah kemandirian yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang fundamental bagi suatu yayasan. Namun, prinsip yang sangat menonjol adalah prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan, yang bahkan telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Yayasan alinea 4 (empat) Undang-Undang Republik Indonesia (Uu) Nomor 16 Tahun 2001 (16/2001) Tentang Yayasan. Dalam hal ini juga sangat di utamakan tentang akuntabilitas dan transparasi yang dilakukan oleh pihak yayasan, malahan di sana diatur tentang pemberitaan penempelan hasil kerja pihak Yayasan untuk dapat diketahui masyarakat tertera pada Pasal 52 Ayat (1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan. Maksudnya Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman (mading/baliho) ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat, namun Unswagati tidak pernah melakukan hal itu, baliho yang terpajang hanyalah iklan-iklan akreditasi yang di gapai unswagati beberapa waktu yang lalu.

Disana sudah sangat jelas akuntabilitas dan transparansi itu jadi hak publik dicetak dengan gamblang agar publik tahu, maka tak hanya mahasiswa, wartawan, masyarakat bahkan kuman pun  harus tahu terkait kegiatan yang dilakukan Yayasan maupun Universitas. Ini bukan hal sepele bukan, terbunuhnya demokrasi, matinya transparansi dan gelapnya akuntabilitas publik harus dipertanggung jawabkan. Tidak perlu juga bawa orang tua dalam urusan Kampus, mahasiswa tidak takut meski dapat tekanan, mereka akan semakin kuat, semakin besar. Penulis sarankan jika memang Kampus tercinta ini tidak melakukan hal tersebut akui saja, dan cobalah benahi, penulis yakin, mahasiswa pun akan ikut serta dalam membangun Kampus sehat.

Ketua Yayasan Minta Maaf atas Ucapan Kasar Terhadap Mahasiswa

Unswagati, Setaranews.com - Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (AMPUH) adakan Aksi Solidaritas Mahasiswa di lahan parkir Kampus Utama Unswagati pada Selasa, 18 April 2018 pukul 13.00 WIB. Aksi solidaritas ini ditandai dengan penandatanganan petisi sebuah tanda komitmen bahwa seluruh mahasiswa Unswagati mendukung aksi transparansi dan akuntabilitas pihak Universitas dan Yayasan Unswagati.

Aksi solidaritas awalnya berjalan hikmat di warnai dengan nyanyian perjuangan dan musik akustik sembari menyebarkan selembaran surat pernyataan sikap mahasiswa perihal pelayangan surat undangan orangtua massa aksi yang lakukan pada 12 April 2018 lalu tentang kasus penjualan Kampus GT.

Tak lama kemudian Ketua Yayasan Unswagati dan pihak rektorat menyambangi massa aksi, mencoba membubarkan dan mengajak untuk masuk kedalam untuk audiensi. "Gak perlu kamu begitu-begitu, audiensi itu tidak perlu kamu mempermalukan dan merusak tau ngga? Out sekarang, mau cara apapun saya ladenin, ayoo!" Kata Dadang Sukandar Kasidin dengan suara tinggi dan melangkah mendekati salah satu masa aksi.

Perwakilan AMPUH, Epri Fahmi Aziz mencoba menenangkan dan menjelaskan maksudnya menggelar aksi solidaritas mahasiswa "Bapak santai dulu,begini pak, kami baik-baik". Belum selesai berbicara, ketua yayasan langsung meng-cut pembicaraannya sambil berkata "Hey, kamu baik-baik apa? Orang tua kamu yang minta maaf!! Bangsat kamu!!" Katanya dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk.

Spontan karena didapati perlakuan yang tidak menyenangkan massa aksi pun menuntut agar ketua yayasan meminta maaf langsung kepada massa aksi. Awalnya ketua yayasan bersikukuh dengan sikapnya pada para mahasiswa yang melakukan demonstrasi, namun masa aksi terus mendesaknya dan melakukan perjanjian dari massa aksi pun akan meminta maaf karena dinilainya tidak beretika dan agar tercipta keadilan, lama bernegosiasi dengan rektor Mukarto Siswoyo sebagai penengah akhirnya ketua yayasan kembali menemui massa aksi.

Sambil memegang toa, dia bilang. "Bukan kami melarang kalian demo, tapikan semuanya ada prosedur, etika, kalo mengkritisi untuk membangun, saya dukung lahir batin, saya senang dan bangga. Karena ada di Instagram di media, kalo ada kata-kata saya yang kurang berkenan, saya ralat lah, tapi kami tidak ada maksud apa-apa. Saya ini membenahi, menata baik sarana dan fasilitasnya, namun saya menyayangkan cara kaum intelektual, jadi tolonglah pengertian dan dimaklumi, iya saya cabut, baik kalo itu yang diinginkan teman-teman semua, demi Unswagati saya minta maaf dan tidak dapat maksud dan tujuan saya karena benci atau apa itu tidak ada, saya hanya berusaha memperbaiki semuanya dan kami bekerja tidak pernah mengenal waktu," katanya dengan nada sedikit menyesal.

Akhirnya massa aksi dan Ketua Yayasan pun saling meminta maaf dengan berjabatan tangan sebagai tanda damai.

Selasa, 17 April 2018

Unswagati Darurat Demokrasi, Mahasiswa Mengecam Pihak Rektorat

Unswagati, Cirebon, Setaranews.com - Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (AMPUH) mengecam tindakan pihak Universitas yang melakukan pemanggilan terhadap mahasiswa dan orangtuanya yg dilatar belakangi aksi mahasiswa yg mempertanyakan transparansi aset kampus beberapa waktu yang lalu.

Juru bicara Ampuh, Epri, menyampaikan, cara - cara yang dilakukan Universitas tersebut sudah ketinggalan zaman dalam kata lain terlalu primitif. Pasalnya, menurut dia, kebebasan menyampaikan pendapat untuk menuntut hak dijamin konstitusi. "Unswagati Gawat Darurat, Darurat Demokrasi, darurat transparansi, darurat akuntabilitas," ujarnya kepada setaranews.com, Selasa, (17/04)

Epri menyampaikan, mahasiswa merupakan insan dewasa yang sudah cakap menentukan sikap, mengetahui mana yang benar dan salah, mana hak dan mana kewajibannya. Ketika mahasiswa bersikap berati siap untuk mempertanggung jawabkan setiap keputusannya. "Sikap kami tentunya berdasarkan ilmu pengetahuan yang kami pelajari selama menjadi mahasiswa. Kami mempertanyakan hak kami, kami memperjuangkan hak mahasiswa dan orang tua. Karena transparansi diatur dalam UU, keterbukaan informasi juga dijamin konstitusi," Pungkasnya.

Epri menambahkan, Universitas telah menyikapi aksi mahasiswa dengan sikap yang berlebihan, yang justru mencerminkan ketidakdewasan dan justru bukan menyelesaikan malah menambah persoalan baru. Sebagai insan akademis, kata dia, memili tanggung jawab moral intelektual, yang dimana pengetahuannya digunakan untuk kemaslahatan umat.
"Yang terjadi justru kebalikannya, kampus memunculkan sikap arogansinya. Jelas mahasiswa tidak bakal diam, apalagi disuruh minta maaf. Kami tidak salah, kami memperjuangkan kepentingan mahasiswa, ini hak kami, Universitas harus memenuhinya" tukasnya. (Mumu Sobar Mukhlis)

Kamis, 12 April 2018

Rektorat Janji Penuhi Tuntutan Mahasiswa Terkait Isu Penjualan Aset Kampus GT

Setaranews.com, Unswagati – Aliansi Mahasiswa Peduli Unswagati Bersih (AMPUH) mengadakan aksi tadi pagi sekitar pukul 09.00 WIB di Kampus I Unswagati pada Kamis (12/4). Aksi tersebut dilakukan dalam rangka meminta penegasan terkait isu penjualan Kampus GT ( Gedung Tambahan) kepada pihak rektorat. 3 tuntutan dalam aksi tersebut antara lain 1). Transparansikan pengelolaan kampus terkait penjualan aset Unswagati (Kampus GT) yang tidak hanya secara lisan, tapi secara tertulis (laporan aset) 2). Transparansi laporan keuangan Universitas dan Yayasan secara keseluruhan 3). Dipenuhinya sarana dan prasarana kegiatan akademik maupun non-akademis.


Yang menjadi polemik pasalnya Kampus GT sering sekali digunakan untuk banyak kegiatan mahasiswa dan membantu menampung lonjakan mahasiswa yang overload. Dalam aksi tersebut Wakil Rektor III, Ipik Permana,S.Ip., M.Si.  didampingi Wakil Rektor II, Acep Komara.Drs., SE., Msi menjawab mahasiswa yang aksi terkait isu penjualan aset Kampus GT. “Sampai saat ini belum ada jual beli tentang GT dan sebagainya. Saya bisa jamin disana kegiatan bisa berjalan semestinya.” Ujar Ipik.


Ketika disinggung terkait transparansi rektorat pada mahasiswa, ia bilang tidak ada transparansi yang mati. Tetapi berkelit ketika salah satu mahasiswa meminta kejelasan tertulis. Ipik menjawab dan menjamin bahwa Kampus GT aman-aman saja jadi menurutnya mahasiswa tidak usah meminta bukti tertulis. "Tertulis lagi, catat nama saya Warek III Bidang Kemahasiswaan, enggak usah ditulis-tulis. Jadi penjualan Kampus GT adalah hal-hal yang belum terjadi. Prinsipnya kami menjamin hal-hal yang berkaitan dengan GT akan lebih baik dari sekarang. Kampus GT belum dijual, dan kalau rencana akan dijual saya belum dengar.”


Hal ini pun menuai ketidak puasan, sehingga Saeful yang merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian memperkuat statement agar diberikannya penegasan terkait isu penjualan aset. "Dengan berbagai isu yang beredar di kampus, kami disini justru menjadi jembatan bagi Universitas untuk melakukan transparansi pada mahasiswa. Jadi iya atau tidak, jawabannya cuma itu, Pak. Kalau memang belum katakan belum, kalau memang rencana katakan rencana. Kalau memang terjadi penjualan aset, dimana ini adalah hal yang vital, itu bisa ditransparasikan secara jelas pada mahasiswa. Kalau begini jadi gak transparan, jadi isu yang hoax, jadi abu-abu. Dan kita disini tidak bisa dibungkam untuk hal-hal semacam ini. Kita mengclearkan. Kalo pun kedepannya terjadi penjualan aset, kami minta kedepannya pihak rektorat, yayasan dan lembaga mau melakukan transparansi pada mahasiswa dengan melakukan kesepakatan tertulis."


Kemudian hal ini pun ditanggapi lagi oleh Ipik. "Ya kita tidak melarang mahasiswa berdemokrasi, tidak membungkam mahasiswa. Terkait GT ini adalah hal-hal yang belum terjadi. Kalau kedepannya terjadi penjualan aset, saya kira akan dilakukan transparansi sebenderang-derangnya. Tapi jenjang kordinasinya dengan yayasan, dengan dewan pembina. Maka dari itu kita sebagai civitas akademika akan terbuka, bagaimana itu diperlukan."


Kemudian Epri selaku mahasiswa Fakultas Ekonomi juga berpendapat tentang akses transparan seharusnya hal yang wajib diberikan universitas kepada mahasiswa. "Transparansi adalah hal yang dijamin undang-undang. Kalau perkara cuma ngomong, lisan akan melakukan transparansi, semua juga bisa. Kita harus konkrit dalam hal ini tanpa diminta pun universitas berkewajiban memberikan transparansi pada mahasiswa." tandasnya.


Warek III, Ipik dan Warek II, Acep pun di akhir sesi dialog aksi sepakat untuk memenuhi tuntutan mahasiswa guna menegakkan transparansi dengan memberikan bukti tertulis mentandatangani spanduk. "Kami mendukung kita harus transparansi, baik itu mahasiswa atau lembaga." Tutup Ipik.

Rabu, 11 April 2018

Saling Lempar, Kampus GT Unswagati Belum Jelas Statusnya

Cirebon, setaranews.com - Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon dikenal memiliki tiga kampus yang cukup besar, yakni Kampus Utama di Jalan Pemuda No.32, Kampus II di Jalan Perjuangan, serta Kampus III yang terletak di Jalan Terusan Pemuda. Namun, tahukan anda bahwa Unswagati memiliki satu kampus lain diluar tiga kampus tadi?

 

Tanpa banyak orang tahu sebenarnya Unswagati memiliki lahan yang cukup luas serta berdiri satu bangunan gedung dengan beberapa ruangan yang berada samping Kampus II, Gedung GT namanya. Gedung ini biasa di gunakan oleh mahasiswa fakultas pertanian untuk mengolah lahan sebagai lahan praktik pertanian, tak hanya itu gedung ini juga sering digunakan oleh mahasiswa fakultas teknik untuk melakukan olah praktik. Gedung GT ini memiliki banyak manfaat untuk membantu menampung lonjakan mahasiswa unswagati yang overload. Namun akhir-akhir ini banyak beredar rumor jikalau gedung pembantu Unswagati  itu telah dijual.

Akhirnya tim setaranews menemui Wakil Rektor III Unswagati yaitu  Dr. Ipik Permana, S.IP., M.Si. di ruang kerjanya di lantai 2 gedung rektorat Kampus Utama Unswagati, Ipik menyatakan dia belum mendengar kabar bahwa gedung tersebut akan dijual. "Wah, Kampus GT mau dijual?" Tanyanya pada setaranews.com pada Senin (11/04).

 

Dia mencoba meluruskan bahwa apa yang terjadi akhir-akhir ini hanyalah sebuah rencana dalam rangka meningkatkan fasilitas Unswagati. "Jadi baru rencana Unswagati untuk kita punya kampus berakreditasi, Tapi kedepan kita akan besarkan fakultas di Unswagati salahsatunya fakultas pertanian dan fakultas teknik sipil jadi dua fakultas ini kan harus punya laboratorium yang terbaik, yang selama ini hanya di GT saja dinilai kurang, tapi intinya untuk meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa dan untuk meningkatkan daya tampung mahasiswa" tegasnya.

 

Rektor Unswagati Dr. H. Mukarto Siswoyo, Drs., M.Si. menyebutkan bahwa kedepannya Unswagati akan meningkatkan dari segi fasilitas dimana satu fakultas memiliki satu gedung beserta fasilitas penunjang seperti perpustakaan dan laboratorium selain itu juga nanti akan dibuatkan ruang sekretariat mahasiswa tapi dengan beberapa catatan.

"Nanti akan di buatkan sekretariat mahasiswa tapi dengan catatan tidak boleh ada yang mencorat-coret fasilitas kampus, tidak boleh ada yang in the kost diruang tersebut" tegasnya.

 

Wakil Rektor III mencoba mengalihkan pembicaraan tentang penjualan Kampus GT tersebut, pihaknya akan melakukan yang terbaik demi memenuhi keinginan mahasiswa Unswagati terkait fasilitasi kampus.

"Tidak mungkin kita melakukan sesuatu yang menimbulkan masalah, yang akan kita lakukan adalah menyelesaikan masalah tanpa masalah" katanya.

 

Ketika ditanya kembali soal masalah penjualan Kampus GT, Ipik mengatakan tidak mengetahui perihal issue tersebut. "Saya ga tau, kalo gedung GT itu mau dijual apa tidak" elaknya.

 

Pencarian informasi pun dilanjutkan dengan menemui Wakil Rektor II Unswagati, H. Acep Komara. Drs., SE., MSi, ketika ditanya tentang persoalan yang sama dia mengelak dan seolah angkat tangan terkait penjualan Kampus GT. Dia menyebutkan bahwa dirinya tidak mengetahui perihal penjualan Kampus GT tersebut.

"Saya ga tau soal penjualan Kampus GT, itu bukan ranah saya untuk berbicara, itu kan ranahnya yayasan" katanya sambil tertawa kecil.

 

Acep seolah tidak mempedulikan permasalah Kampus GT, "Saya ga tau itu kampus mau di apa-apakan karena itu bukan ranah saya untuk bicara" tutupnya.

 

Melihat hasil wawancara yang dilakukan setaranews.com seolah pihak Rektorat saling lempar tanggung jawab terkait issue penjualan Kampus GT dan menutup-nutupi urusan fasilitas di kampus terbesar di Kota Cirebon bahkan di Wilayah III Cirebon.

 

Sabtu, 07 April 2018

Media Sosial Panggung Kontestasi Pilkada di Kota Cirebon

Cirebon, setaranews.com - Aroma pilkada rupanya sudah sangat terasa di Kota Cirebon, terbukti banyak sekali baliho-baliho yang terpampang disepanjang jalan di kota. Para calon mulai dari Calon Bupati, Gubernur dan Walikota saling adu kekuatan dan kepiawaiannya untuk memikat hati masyarakat Kota Cirebon, segala hal dilakukan dalam rangka mengkampanyekan jagoannya masing-masing, mulai dari poster, baliho, belusukan, santunan sosial sampai postingan di media sosial di masing-masing akun timsesnya (tim sukses).

Hal ini membuat Komunitas Jaga Jari mengadakan kembali kajian media yang ke-5 di bulan april dengan mengusung tema ''Ruang Maya Arena Kontestasi Pilkada" yang diisi oleh dua pemateri, yaitu Khaerudin Imawan sebagai Dosen Ilmu Komunikasi Unswagati sekaligus Pakar Media dan Mohammad Rifki sebagai politisi Cirebon serta di pandu oleh moderator cantik dari kantor media Radar Cirebon, Mike Dwi Setiawati, pada 6 April 2018 di kedai kopi Saung Perjuangan.

Mohammad Rifki menjelaskan bahwa Media sosial memang menjadi lahan yang sangat strategis untuk arena kampanye pilkada dan tak banyak netizen (sebutan untuk pengguna media sosial) menjadi korban politik yang terprovokasi dengan begitu banyak sekali pengguna media sosial yang tidak cerdas dalam menggunakan media sosial.

"Sekarang banyak sekali masyarakat yang terprovokasi dengan postingan-postingan di IG (Instagram) , FB (Facebook) dan Twitter contoh yang masih hangat puisinya ibu Sukmawati yang berjudul Ibu Indonesia, itu banyak banget orang yang emosi." Jelasnya.

Ketidaktahuan generasi muda tentang keadaan politik di Indonesia khususnya Kota Cirebon membuat Rifki prihatin akan keadaan tersebut, diharapkan organisasi kemahasiswaan, eksternal maupun internal bisa mengedukasi masyarakat untuk cerdas menggunakan media sosial. "Yaa, saya prihatin ya dengan keadaan sekarang, generasi muda tidak tahu keadaan politik yang sedang terjadi disekitarnya sendiri, tidak adanya gerakan mahasiswa yang mengedukasi masyarakat membuat mereka semakin gelap." Tandasnya.

Berbeda dengan Mohammad Rifki, Khaerudin Imawan melihat dari kaca mata media dia menyebutkan hyperrealiti sudah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia dimana setiap saat kita tidak bisa jauh dari gadget. Pria yang akrab disapa Kang Wawan itu menyatakan konteksnya dunia maya dengan pilkada atau politik Indonesia karena sebesar apapun kampanye anti hoax, hoax itu pasti ada, karena hoax adalah "kreativitas" pengguna ruang Maya (sebutan untuk dunia Maya). "Hoax itu kan kreativitas pengguna ruang maya, karena ini sudah diramalkan oleh Karl Marx dan banyak lagi pada beberapa ratus tahun yang lalu." Katanya.

Setelah prolog yang disampaikan oleh kedua pemateri, moderator pun mengarahkan untuk masuk pada sesi tanya jawab, terdapat 2 orang penanya yang dominan berstatus sosial sebagai mahasiswa. Dengan pertanyaan, yang pertama, penyebab hoax di dunia Maya dan yang kedua, tindakan pemerintah untuk melawan hoax.
Kang Wawan menjelaskan, "Faktor fantasi dan imajinasi orang tentang sesuatu hal yang benar sudah melewati batas ketika ada makna dan simbol yang di lewati, ruang fantasi dan imajinasi manusia harus diberi stimulus."

Dia juga menyinggung tentang cara kampanye yang di terapkan haruslah diganti. "Yang punya kewenangan di jalur pemerintah ketika dalam baligo yang masing memasang inkamer, harusnya kampanye sosial dan pemerintah ganti semua, adanya dominasi inkamen. Ruang mayanya dimana yaitu dipostingnya, relawan kampanye, tim sukses dan lain-lainIni tantangan kita harus menggunakan hati nurani dalam membuat produk untuk dijadikan representasi sebuah kebenaran," Tambahnya.

Tak mau kalah dengan kang Wawan, Mohamad Rifki yang saat itu menggunakan kemeja berwarna putih dan berkacamata mengatakan bahwa kita sebagai masyarakat hanya harus berani memilih untuk berada di arah yang benar atau kebohongan. "Mau ada di ruang kebenaran atau mau ada di ruang kebohongan, bukan karena kepentingan di parpol tapi karena soal kerakyatan dan hati nurani," Tandasnya

Acara pun ditutup dengan menyampaikan solusi dari pemateri yaitu adanya screaming yang dilindungi pemerintah, generasi muda harus cerdas dalam menggunakan media sosial dan melibatkan hati nurani dalam menentukan pilihan.

Jumat, 06 April 2018

Cerpen: Tamu Bernama Sunyi

Setaranews.com - Di ruang tamu itu Bapak dan Mamak tengah duduk. Merenung-renung seperti sepasang burung yang kehilangan riang kicaunya. Suara-suara jangkrik mendominasi seperti biasanya sesaat malam hari datang. Bangku-bangku di ruang tamu itu terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Ubinnya terbuat dari semen yang mulai merupus seperti tulang belulang Bapak dan Mamak. Di dindingnya tak ada satu pun figura Bapak dan Mamak atau anak-anaknya. Bisa bayangkan betapa sunyi sekali ruang tamu itu. Sesunyi hati Bapak dan Mamak yang hanya menua berdua. Mereka berbicara dengan suara yang tak semerdu sewaktu muda dahulu.

“….rumah ini sunyi sekali ya, Mak?” Itu-itu saja yang tiap hari Bapak ucapkan sesaat malam hari datang dan mereka berdua baru saja duduk di ruang tamu itu.

“Tidak, Pak. Rumah ini tidak sunyi, buktinya tiap malam suara jangkrik, sesekali suara walang sangit, sesekali lagi suara katak saling sahut bersahutan menemani kita. Kalau pagi datang suara orang-orang berjalan ke pasar membangunkan kita juga. Ku kira yang sunyi ialah hati kita berdua….” Jawab Mamak berpaling muka.

“Coba kau nyanyikan satu saja lagu Rita Sugiarto yang biasa kau nyanyikan saat masih jadi biduan dahulu.” Pinta Bapak menatap Mamak. “Biar rumah kita ini tidak terasa sunyi lagi.” Lanjutnya.

“Sudah ku katakan, hati kita berdua yang sunyi, Pak. Mau aku menyanyikan puluhan lagu Rita Sugiarto sekalipun, sunyi itu akan terus melekat di hati kita berdua yang kotor ini.” Ujar Mamak agak tersengal-sengal bicaranya, maklum sudah tua, tarikan nafasnya tak semulus sewaktu muda dahulu. Selain itu, ada sedih yang ditahan di kerongkongan, sebab sedih itu tak ia kehendaki mencapai puncak.

Bapak terdiam tidak minta yang aneh-aneh lagi pada Mamak. Itu cukup membuat Mamak merasa agak bersalah, lalu melirik Bapak lewat ekor matanya. “Lagipula suaraku sudah tak kuat untuk bernyanyi.”

Bapak manggut-manggut. Pandangannya menerawang menatap bias-bias cahaya lampu kekuningan. Kau tahu di pundaknya yang tak kokoh lagi itu penyesalan bergelayut. Hari-hari Bapak menjadi terasa berat. “Kemarin lusa, aku bertandang ke rumah Harto. Kau ingat kan Mak kawan lamaku di pabrik rotan itu?” Bapak meminta persetujuan Mamak.

Mamak balas manggut-manggut. Tentu ia tak akan lupa sosok Harto yang kalau bertandang ke rumah ini tak pernah luput membelikan roti isi ayam pada Laila yang dijumpainya sejak kecil itu. Ah, Laila lagi, haru Mamak tak sudah-sudah.

“Ia sekarang tinggal di kota dengan anak sematawayangnya Rudy. Di sebuah rumah semi Belanda yang cukup megah.” Mamak ingat sekarang mengapa Harto begitu baik pada Laila, sebab ia tak punya anak perempuan.

Pernah suatu ketika saat Harto masih sering bertandang ke rumah ini, dengan logat candanya ia berniat menjodohkan Laila dan Rudy, supaya semakin erat lah tali persaudaraan itu. Tapi rupanya takdir berkehendak lain, Rudy yang disekolahkan Harto tinggi-tinggi itu meminang seorang perempuan dari kota yang tampak cantik dan cerdas, setidaknya sepadanlah menurut Mamak untuk latar belakang pendidikan Rudy.

Sementara anak gadisnya Laila hanyalah lulusan Sekolah Menengah Atas di desa, tak terlalu pandai bergaul, tak pandai memikat hati lelaki, hanya pandai menyulam, memasak dan beberes rumah. Ia hanya pernah bilang ingin sekolah tinggi di kota macam abangnya Yunus, tapi yang paling melarang keras Laila ialah Bapak, menurutnya anak gadis tak boleh jauh dari orangtua, lagipula gaji Bapak sudah habis untuk membiayai Yunus. Tak sangguplah ia bila harus membiayai Laila juga sekolah tinggi-tinggi. Yang ada ekonomi keluarga mereka akan morat-marit. Tapi pada akhirnya kecewalah Bapak sesaat mengetahui bahwa Yunus, anak lelaki kesayangannya itu tak pernah mengenyam sekolah dengan benar, tak pernah memegang ijazah universitas, padahal waktu itu tiap bulan ia rutin minta uang sekolah pada Bapak.

Bapak hampir stroke ringan, saking kesalnya ia mengusir Yunus dari rumah, tak tahu sekarang dimana rimbanya anak lelakinya itu.

“Pergi sana kau anak lelaki kurang ajar, sudah ku beri hati, kau renggut paksa rempelo. Tak sudi Bapak melihat mukamu lagi!” Bapak berteriak-teriak marah, tersengal-sengal kesal di teras rumah. Pupus sudah harapannya untuk melihat anak lelakinya bersekolah tinggi, berijazah universitas dan meraih pekerjaan yang lebih baik darinya. Mamak menangis sembari mencoba menghentikan Bapak, sebab teriakannya itu terdengar tetangga. Bahkan beberapa tetangga melongok keluar. Sedih dan malu Mamak waktu itu.

“Aku tak salah, Pak! Sudah ku katakan kan waktu itu, aku tak senang bersekolah menjadi guru! Aku ini senangnya bermain sepak bola.”

“Bisa makan kau dari sepak bola?! Masih berani kau bilang tak bersalah?!” Bentak Bapak lagi. Yunus diam. “Diam kan kau? Sepak bola itu tak akan membuat perutmu kenyang! Tak akan menaikkan derajat keluargamu! Sekarang kau malah foya-foyakan uang dari keringat Bapak. Dasar tak tahu malu!” Bapak hampir memukuli Yunus kalau saja Mamak tidak menghalanginya.

Pergilah Yunus dari rumah, berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan. Mamak sempat mencari Yunus ke rumah kawan sepermainannya, ada yang bilang Yunus mencari kerja di kota. Maka Mamak dan Laila sempat mencari Yunus ke kota, tapi nihil. Mamak cemas bukan main, bagaimanapun Yunus adalah darah dagingnya, sedih ia memikirkan nasib Yunus yang mungkin saja menggelandang dan kebingungan. Maka tiap sembahyang nama Yunus tak pernah luput dari doa Mamak.

Masalah tidak berhenti disitu, Bapak yang kepepet menjodohkan Laila dengan seorang lelaki di desa bernama Gatot anak seorang saudagar beras. Waktu itu Gatot baik-baik meminang Laila pada Bapak dan Mamak. Lupa Bapak kalau Gatot punya reputasi yang jelek. Yang terpenting waktu itu untuk Bapak, Laila laku, apalagi punya suami yang berharta. Laila tak mau. Ia menangis semalaman, suaranya serak hampir hilang. Sebagai anak gadis tentunya Laila ingin menikahi seorang lelaki yang dicintainya, yang dikehendakinya, seperti anak-anak gadis lainnya di desa ini. Mamak membujuk Laila atas titah Bapak. Padahal jauh di lubuk hati Mamak pula lah, ia ingin Laila bahagia, tapi apa boleh dikata untuk memperbaiki nasib sekarang ini, mereka lebih butuh harta ketimbang kebahagiaan.

“Laila… sudahi tangismu. Raunganmu itu macam kau tak pernah menangis seumur hidup saja.” Mamak berdiri di muka pintu kamar Laila, ia menguncinya seharian setelah tahu bahwa Bapak akan menjodohkannya dengan Gatot. Lelaki yang kata para tetangga sering membentak-bentak para petani yang bekerja padanya, sering berjudi, dan terakhir ia ketahuan menampar seorang gadis karena tak mau berkencan dengannya. Apakah setega itu Bapak padanya?

“Katakan pada Bapak, Mak, aku ini bukan tumbal atas kekecewaannya pada abang. Bukan pula anak perempuan kepunyaannya yang bisa ia lakukan seenaknya.” Serunya keras, tersendat-sendat karena serak, tapi Mamak masih jelas menangkap ucapan Laila.

“Buka dahulu pintu kamarmu, Laila! Sesungguhnya tak sampai hati juga Mamak merelakanmu pada anak lelaki itu.” Nada Mamak mulai terdengar putus asa. “….bagaimana ya, Bapakmu itu tampak hampir mati karena kecewa pada abangmu. Maksud Bapak menjodohkanmu dengan si Gatot itu, supaya kau bisa berbahagia. Uang mereka itu bisa saja tak habis-habis, barangkali saja kau bisa meneruskan sekolah tinggi di kota seperti keinginanmu waktu itu.” Mamak tak pikir panjang berujar begitu. Iming-imingannya menggelitik hati Laila, meneruskan sekolah tinggi di kota, dan bagai sulap sekali kejapan mata. Itu berhasil membuat Laila menerima pinangan Gatot dengan satu syarat, jika Gatot tak memenuhi keinginannya yang satu itu, Laila bertekad akan menceraikannya.

Diawal-awal pernikahannya Laila berbahagia, bahkan Gatot memenuhi segala keinginannya. Dibawanya Laila menetap di kota, Gatot berbisnis disana, dan Laila meneruskan sekolah tinggi. Hati Bapak terutama hati Mamak amat lega, tapi lama-kelamaan dan lambat-laun mereka kehilangan kabar Laila.

Suatu pagi saat orang-orang berjalan ke pasar, dan Mamak juga hendak ke pasar, sekonyong-konyong seorang lelaki sepantaran dengan Yunus tergesa-gesa menghampirinya di ambang pintu rumahnya. Ia tampak dari kota dan samar-samar mukanya mengingatkan Mamak pada seseorang. Ialah Rudy, seorang anak lelaki dari kawan lamanya Harto. Lama ia tak menjumpainya, anak lelaki itu makin dewasa. Sayang ia kemari membawa kabar duka tentang Laila yang tewas mengenaskan akibat diperkosa secara bergilir oleh tiga orang lelaki tak dikenal di sebuah hotel. Beritanya bahkan menjadi headline di beberapa surat kabar kemarin.

“Ya Tuhan… bagaimana bisa seorang wanita bersuami diperkosa bergilir oleh tiga orang lelaki tak dikenal begitu?” Mamak langsung terkejut. Lalu berteriak-teriak histeris memanggil suaminya. “Bapak! Bapak! Bapak!”

Bapak menghampiri, masih bersarung. “Ada apa?”

“Laila, Pak… Laila tewas.” Ujar Mamak sudah berlinangan air mata.

Bapak juga terkejut bukan main, pikirannya langsung kosong. Dan Rudy menjelaskan semuanya, termasuk bagian bahwa Laila dijual oleh suaminya sendiri, Gatot. “Setan kau Gatot!” Emosi Bapak membuncah, ia langsung tergesa-gesa berjalan ke rumah keluarga Gatot dibuntuti Mamak dan Rudy.

Sejak peristiwa yang menimpa anak-anaknya, Bapak dan Mamak hanya berdua di rumah itu. Terus merenungi apa-apa saja yang telah terjadi. Sampai-sampai jekong itu bawah mata Bapak dan Mamak, bukan karena menangis, tapi ada banyak kesedihan dan penyesalan di bawah mata itu yang menumpuk, yang membuat mereka menangis saja merasa tak berhak.

“Bagaimana aku bisa lupa dengan Rudy?” Ujar Mamak. “Ia yang membawa kabar duka tentang anak perempuanku… Laila.” Lanjutnya dengan nada duka pada tiap hembusan nafas nama Laila, entah dari mulut Mamak atau Bapak. Entah dari mulut masyarakat seantero desa yang mendadak mengenal Laila, terlebih setelah kabar tewasnya ia yang tragis menyebar.

“Sudah lama aku tak mendengar nama Laila dari mulutmu, Mak.”

“Kau juga hampir lupa bahwa anak kita bukan Laila saja. Masih ada Yunus….”

“Saat adiknya mati saja, ia sama sekali tak datang kemari.”

“Bukankah kau dulu yang tak sudi melihat mukanya lagi? Anak lelaki itu ego nya besar, tak kan pulang ia Pak, walau badai menerjang rumahnya.”

Bapak tidak mengindahkan perkataan Mamak. Benar anak lelaki itu ego nya besar, Bapak pun begitu. Hening sejenak. Lalu dipandangi dinding-dinding rumahnya itu satu per satu dari sudut ia duduk. Tampak kosong dan cat putihnya sudah pudar.

"Rasa-rasanya aku tahu, penyebab rumah ini sunyi sekali. Lihat dinding-dinding rumah kita, tak pernah ada figura kita. Harusnya sejak dahulu aku pasang figura pernikahan kita di dekat televisi, pasang figura Yunus yang juara sepak bola, dan pasang figura Laila saat jadi pengantin. Setidaknya rumah ini pasti lebih bernyawa, Mak." Ujar Bapak.

Kali ini ada yang aneh dengan Bapak, biasanya ia lebih banyak terdiam dan merenung dengan pandangan kosong, seperti orang yang mulai tak waras. Tapi sekarang ia bicara panjang lebar tentang usaha untuk memangkas sunyi yang Bapak terus pertanyakan tiap malam itu membuat perasaan Mamak mendadak tak enak.

Benar saja kan sedetik kemudian Bapak melanjutkan ujarannya. Mamak jadi sedih betulan mendengar ucapan Bapak itu.

"Rasanya berat pundakku tiap hari, Mak, ingat anak-anakku, ingat dosa-dosaku. Esok akan ku minta foto pernikahan Laila pada Bapaknya si Gatot itu, semoga masih ada, akan ku potong mukanya Laila saja lalu ku pasang foto itu di dinding-dinding rumah kita. Akan ku cari juga foto Yunus di berkas-berkas lama, semoga masih ada. Biar foto itu menemani kita, biar tidak terlalu sunyi, sudah terlalu lama rumah kita ini kedatangan tamu bernama sunyi….”

“Esok akan ku nyanyikan juga satu lagu Rita Sugiarto untukmu, Pak. Maafkanlah kalau nanti suara Mamak tak semerdu sewaktu muda dahulu."

“Tak apa, Mak. Tak apa…."

Tak sempat Mamak bernyanyi sebait pun, esoknya Bapak sudah tewas dalam tidurnya. Pagi-pagi sekali saat Mamak membangunkan Bapak untuk sembahyang, tapi suaminya itu diam saja, bibirnya terkatup rapat dan badannya mendingin. Duka itu kembali menghantam Mamak, daun-daun mangga kering di rumah itu satu per satu mematahkan dirinya, sunyi paling sunyi ialah saat ini, saat Bapak tak lagi bertanya, "....rumah ini sunyi sekali ya, Mak?"

“Iya, Pak, rumah ini sunyi sekali.” Bisik Mamak seorang diri di ruang tamu itu.

Puisi: Sehari Sebelum Aku Masuk Bui

Aku segera pulang
Melepas segala risau dan kekhawatiran
Menjemput selaksa kedamaian
Membebaskan diri dari penderitaan

Aku segera pulang
Takkan kudapati lagi kecemasan
Akan teror yang kujumpai di setiap koran
Tentang koruptor yang akhirnya dijebloskan

Ah...
Tak ada yang lebih menenangkan
Selain gesekan borgol di tangan
Dan bayangan akan indahnya surga
Yang biasa orang sebut; penjara

Kamis, 05 April 2018

Penyuluhan Hukum Fakultas Hukum Unswagati Hadirkan Polres Kota Cirebon dan Kepala PT. Jasa Raharja (PERSERO) Cirebon

Cirebon, Setaranews.com. Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati mengadakan Penyuluhan Hukum yang bertemakan “ Prosedur Pengajuan Santunan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan “ dan  berkerjasama dengan Polres Kota Cirebon yang pada kesempatan kali ini diwakili oleh Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) Polres Kota Cirebon dan PT.Jasa Raharja (PERSERO) Cirebon untuk memberikan penyuluhan kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa untuk tertib berlalu lintas diruang auditorium kampus 1 Unswagati(5/4).

AKP. Rezkhy Satya Dewanto selaku Kepala Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) Polres Kota Cirebon menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk tertib dalam menjalankan peraturan berlalu lintas dan meminta kerjasamanya kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa untuk menegakkan ketertiban lalu lintas, karena dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir jumlah kecelakaan berlalu lintas cukup besar.

Sedangkan dari pihak PT Jasa Raharja (PERSERO) Cirebon menjelaskan tentang tugasnya dalam memberi santunan pada korban kecelakaan dan ruang lingkup PT.Jasa Raharja tidak semua bentuk kecelakaan dijamin oleh pihaknya.

“Semua bentuk kecelakaan yang dijamin oleh Jasa Raharja meliputi pejalan kaki yang di tabrak kendaraan,pribadi maupun umum lalu tabrakan dua kendaraan dan kecelakaan penumpang.” Ujar H. Sugito, SE. selaku Kepala  PT. Jasa Raharja (PERSERO) Cirebon.

Tidak semua jenis kecelakaan dijamin oleh PT.Jasa Raharja,sebagaimana dijelaskan pada UU NO 34 tahun 1964 jo PP No 18 tahun 1965 pasal 13.

“Jenis kecelakaan yang tidak dijamin oleh PT.Jasa Raharja yaitu masyarakat yang mengalami kecelakaan dikarenakan pengaruh alkohol dan narkoba serta bagi masyarakat yang sengaja bunuh diri ada di UU bunyinya Hak atas pembayaran Dana seperti termaksud pada pasal 10 (ayat 1) di atas dinyatakan tidak ada dalam hal-hal,disana dibahas jenis kecelakaan yang tidak di jamin oleh kami (PT.Jasa Raharja).” Tambahnya

Jaminan diberikan kepada ahli waris korban, bila tidak ada maka diberikan kepada kepengurusan proses penguburan korban. Jaminan bisa kedaluwarsa jika pengaduan melebihi 6 bulan setelah kecelakaan.Acara tersebut pun ditutup dengan sesi tanya jawab dari audiens yang menghadiri acara tersebut  dan pemberian doorprice dari panitia penyelenggara.( Nanang/ Warman LPM Setara)

Rabu, 04 April 2018

Lahan Parkir Sempit, BEM Unswagati Lakukan Demonstrasi

Cirebon,Setaranews.com. Terik matahari bukan hambatan bagi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati (BEM-U) untuk melakukan aksi mengenai lahan parkir kampus utama unswagati yang kurang memadai pada Selasa ,3 april 2018 di halaman depan kampus, pukul 14:00 WIB.

Meski masa aksi yang kurang dari 20 orang mahasiswa tidak menyurutkan semangat BEM-U untuk menyampaikan aspirasinya melalui orasi. Riski Sudrajat yang kala itu memakai kemeja putih dan celana abu-abu itu berorasi bahwa ketidakadilan dari pihak universitas kepada mahasiswa terjadi di Unswagati.

“Unswagati mendapatkan penghasil terbesar dan terbanyak dari uang-uang kantong kita kawan-kawan tetapi hak-hak yg diberikan oleh Universitas kepada Mahasiswa Lahan parkir yang menjadi titik permasalahan, bahkan sampai sampai ke Komando Distrik Militer ( Kodim) kita menyewa lahan hanya untuk sebuah lahan parkir, ketidakadilan ini terjadi di unswagati kawan-kawan.” ujar Riski Wakil Ketua BEM-U

Tak lama berorasi di depan kampus dan mahasiswa yang berhalulalang, wakil rektor II H. Acep Komara. Drs., SE., Msi dan wakil rektor III Dr. Ipik Permana, S.Ip., M.Si. datang menemui masa aksi.

Acep Komara menanggapi tuntutan-tuntutan dari pihak BEM-U dengan akan mempelajari apa yang diinginkan mahasiswa. “Tentang lahan parkir saya rasa akan pelajari apa yang diinginkan oleh Mahasiswa semua karena ini merupakan kebijakan yg sudah diputuskan mengenai lahan perkir ini. Tentu bahwa ini kita melakuan pelayanan yang terbaik kepada Mahasiswa semua karena memang lahan kita ini terbatas jadi kita mohon pengertian dari mahasiswa semua. Dengan lahan terbatas ini bagaimana cara kita mengatur perkir supaya semuanya dapat di akomodir.” Katanya.

Pihaknya pun menunjukan data berupa sketsa parkiran di kampus utama unswagati sembari mencoba menenangkan masa aksi untuk mencari solusi bersama.” Kalo temen-temen ada solusi mangga kita obrolin bareng-bareng, kita cari solusinya bareng- bareng, saya atas nama pimpinan security kalo ada anggota saya yang terpaksa harus menutup gerbang karena parkiran padat itu bukan salah mereka, tapi itu salah saya “ ujar Gilar.

Fiqri Taufiq selaku Ketua BEM-U berharap adanya langkah kongkrit dari pihak universitas atas persolan ini, “Semoga setelah ini kita mendapatkan solusi yang kongkrit mengenai lahan parkir di Unswagati." harapnya

Sekitar pukul 15:00 WIB masa aksi pun membubarkan diri. ( Warman/Rama/LPM Setara)