Jumat, 31 Maret 2017

Puisi: Surat Untuk Puan

Puan...
Budaya patriarki di negeri kita memang masih kuat
Perempuan hanya menjadi objek para lelaki berwawasan sempit
Yang dipikirannya hanya soal dada dan selangkangan

Sebab itu kah puan tidak mau menjadi diri sendiri?
Sebab itu kah puan tidak berani teriak dikala dilecehkan?

Ah puan...
Bebaskanlah dirimu dari belenggu stigma orang banyak
Yang katanya itu harus berpenampilan sopan dan tertutup
Dandanlah sesukamu
Pakailah baju yang puan suka
Merdekalah atas dirimu sendiri!

Kamis, 30 Maret 2017

Mahasiswa Tuntut Kejari Serius Menangani Kasus Mega Proyek DAK 96 M

Cirebon, Setaranews.com – Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis (GeMSos) Cirebon kembali melakukan aksi terkait mega proyek DAK 96 M. Aksi tersebut berjalan dengan tertib, meskipun sempat masa aksi melakukan bakar ban di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon.

Pada aksi kali ini, GeMSos menuntut pihak Kejari untuk melakukan proses hukum terhadap berbagai macam dugaan penyimpangan yang terjadi pada mega proyek DAK 96 M.

“Kami Gerakan Mahasiswa Sosialis Cirebon, menuntut kepada Kepala Kejari untuk segera menjalankan proses hukum terkait dugaan-dugaan penyimpangan DAK 96 M, pihak Kejari harus melakukan audit secepatnya terhadap mega proyek 96 M serta mendesak Kejari untuk mendorong pemerintah melakukan transparansi sesuai undang-undang keterbukaan publik kepada masyarakat Kota Cirebon,” ujar Haerul selaku Juru Bicara (Jubir) aksi, Kamis (30/3).

Massa aksi pun berharap Ketua Kejari menemui massa di luar untuk memberikan penjelasan terkait proses hukum yang dilakukan oleh pihak Kejari, tetapi aksi hanya ditanggapi oleh Gusti Hamdani selaku Kasi Intel Kejari.

Gusti memaparkan bahwa, pihak Kejari sudah mengeluarkan surat perintah untuk menindaklanjuti adanya indikasi pelanggaran yang berpotensi adanya kerugian negara. “Kejaksaan sudah menindak lanjuti terkait kasus DAK 96 M dan Kepala Kejaksaan sudah mengeluarkan surat perintah untuk menindak lanjuti adanya indikasi terhadap pelanggaran dan berpotensi adanya kerugian yang dialami oleh negara. Artinya, kalau sudah seperti ini berarti sudah ada suatu tindakan yang mengarah ke proses hukum,” kata Gusti.

Kemudian, aksi dari mahasiswa di depan Kejari ini pun diakhiri dengan penyerahan keranda mayat ke Kasi Intel. Sebagai simbolis bahwa Kejari serius dalam menindak lanjuti kasus DAK 96 M. Apabila proses ini tidak sampai terselesaikan menandakan matinya sistem penegakan hukum di Kota Cirebon. (M. Syahru)

Baca Juga: Kejari Akui Adanya Indikasi Kerugian Uang Negara di Proyek DAK 96 M

Kejari Akui Adanya Indikasi Kerugian Uang Negara di Proyek DAK 96 M

Cirebon, Setaranews.com – Polemik DAK 96 M Kota Cirebon yang masih menjadi perbincangan masyarakat telah menjadi perhatian khusus oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon.

Hal tersebut diungkapkan oleh Gusti Hamdani selaku Kasi Intel Kejaksaan bahwa Kepala Kejari sudah mengeluarkan surat perintah untuk menindaklanjuti adanya indikasi pelanggaran yang berpotensi adanya kerugian negara.

“Kejaksaan sudah menindak lanjuti terkait kasus DAK 96 M dan Kepala Kejaksaan sudah mengeluarkan surat perintah untuk menindak lanjuti adanya indikasi terhadap pelanggaran dan berpotensi adanya kerugian yang dialami oleh negara. Artinya, kalau sudah seperti ini berarti sudah ada suatu tindakan yang mengarah ke proses hukum,” ujarnya pada Setaranews.com saat ditemui di Kantor Kejari Kota Cirebon, Kamis (30/3).

Tapi saat ditanya bentuk indikasi secara spesifik, pihak Kejari enggan untuk membuka secara umum dengan alasan untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan sesuai dengan SOP yang ada.

Kejari berharap mahasiswa dan masyarakat berpartisipasi dalam mengawal kasus proyek DAK 96 M. “Kami terbuka, silahkan kepada teman-teman mahasiswa dan masyarakat untuk bersama-sama mengkritisi dan mengawal kasus ini,” tutupnya. (M. Syahru)

Baca Juga: Pemkot Tutup Mata Terkait Hasil Pengerjaan DAK 96 M

Pemkot Tutup Mata Terkait Hasil Pengerjaan DAK 96 M

Cirebon, Setaranews.com – Polemik DAK 96 M Kota Cirebon masih menjadi perbincangan hangat. Pengerjaan proyek yang bersumber dari dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk pembangunan infrastruktur tersebut sempat diramaikan dengan berbagai drama sejak perencanaan hingga pelaksanaan.

Bahkan setelah addendum berakhir pada 21 Maret 2017, deadline addendum pun tetap ditabrak, mengutip dari salah satu media cetak Radar Cirebon. Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon selaku pihak yang bertanggung jawab secara penuh melalui Staf Ahli Pembangunan, Dr. H. Wahyo M.Pd melemparkan hal tersebut pada isi dokumen kontrak.

“Masalah menyalahi aturan atau tidak, bisa dilihat di dokumen kontrak, ada tidak klausul yang membahas seperti itu,” ujarnya pada Setaranews.com di Sekretariat Daerah (Setda) sementara Komplek Bima, Rabu 29 Maret 2017.

Ketika disinggung terkait hasil pekerjaan DAK 96 M yang secara kasat mata bisa dilihat tidak sesuai, Wahyo menjawab. “Kita kan tidak tahu, karena kita tidak ditugaskan untuk itu. Harus dilihat dahulu speknya, apakah pekerjaan tersebut sesuai tidak dengan speknya kan begitu,” tutupnya.

Sementara, kasus DAK 96 M sedang masuk tahap audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan pada April mendatang BPK akan melakukan kajian kembali. Lalu, untuk hasil audit BPK sendiri bisa keluar sekitar 50 hari.

Baca Juga: Agus Dimyati Kembali Angkat Bicara Soal Polemik DAK 96 M

Rabu, 29 Maret 2017

Agus Dimyati Kembali Angkat Bicara Soal Polemik DAK 96 M

Unswagati, Setaranews.com - Masa addendum (perpanjangan kontrak) DAK (Dana Alokasi Khusus) 96 M sudah berakhir pada 21 Maret 2017. Tapi polemik DAK 96 M masih menjadi perbincangan. Kasus DAK 96 M yang masuk tahap penyelidikan kembali membuat Agus Dimyati selaku Dosen Hukum Unswagati Cirebon angkat bicara.

Menurutnya, kasus DAK 96 M harus dilihat per tahap, ada pelanggaran atau tidak di dalamnya. "Mulai dari lelang apakah ada unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Jika ini terjadi sebelum pelaksanaan, maka ini harus ditindak pidana. Sama halnya jika ada pelanggaran dalam pelaksanaannya, maka harus ditindak pidana," ujarnya saat ditemui oleh Setaranews.com di Kampus III Unswagati, Selasa (21/3).

Agus pun membagi persoalan DAK 96 M menjadi dua bagian yaitu addendum dan pelaksanaan. "Ini bukan perpanjangan kontrak, tapi perpanjangan waktu pelaksanaan, maka addendum dikeluarkan. Jika pelaksanaannya tidak sesuai spek sehingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengawas melakukan komplain kepada kontraktor bahwa ini ada yang tidak sesuai dengan spek maka proyek harus dibongkar," kata Agus.

Sementara, audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan dikeluarkan setelah perpanjangan waktu 50 hari dari addendum. Maka akan ada pelaporan ke BPK berbentuk elektronik atau pembukuan manual. Setelahnya, akan terlihat siapa yang menari di atas kerugian uang negara. Audit bisa dilakukan dengan dua cara yaitu audit biasa dan audit investigasi.

Agus berharap kali ini akan dilaksanakan audit investigasi karena sudah ada temuan pelanggaran yang dapat dilihat dengan mata telanjang. "Audit ini (investigasi) bisa dilaksanakan juga jika ada dorongan dari masyarakat. Jika BPK dan ULP tidak bersuara lantang maka dapat dipastikan ada konspirasi antara kontraktor dengan mereka (ULP dan BPK)," tambahnya.

Agus menilai Tim Penyidik tidak memerlukan gelar perkara karena berbagai pelanggaran sudah terlihat jelas, hanya tinggal menunggu kepiawaian penyidik dalam mengungkap kasus ini. (Felis)

 

Berita lainnya: DPUPR: Nilai Kontrak Tidak 96 Milyar

Senin, 27 Maret 2017

Opini: Koperasi Sebagai Jalan Keluar Menuju Kesejahteraan Petani

Opini, Setaranews.com - Indonesia merupakan Negara agraris. Lebih dari setengah jumlah penduduknya berprofesi sebagai petani. Negara yang kaya akan sumber daya alamnya ini menjadi primadona yang diidam-idamkan dan menjadi pusat perhatian negara-negara di belahan dunia, pasalnya berbagai macam tanaman pangan yang berada di dunia terdapat di Indonesia. Sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang besar dan proporsi rumah tangga yang bekerja di pertanian lebih dominan, perhatian terhadap kesejahteraan petani menjadi sangat strategis.

Hasil Sensus Pertanian 2013, sebanyak 26,14 juta rumah tangga merupakan rumah tangga tani. Dari total 26,14 juta rumah tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (sekitar 56%) ialah petani gurem. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, angka kemiskinan di pedesaan jauh lebih tinggi, yakni 14,7% jika dibandingkan dengan perkotaan yang 8,34%. Ironisnya, penduduk miskin di pedesaan mayoritas para petani. Maka tidak heran jika setiap tahunnya jumlah petani di Indonesia semakin menurun karena mereka tidak merasa tersejahterakan dengan profesi mereka.

Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST 2013) menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga pengguna lahan di Indonesia pada tahun 2013 telah terjadi penurunan sebesar 4.668.316 (15,35%) rumah tangga dalam satu dekade. Artinya, setiap tahun, rata-rata sejumlah 466.800 petani pengguna lahan meninggalkan profesinya. Tidak hanya pada rumah tangga pertanian pengguna lahan saja yang terjadi penurunan, namun juga pada rumah tangga usaha pertanian gurem terjadi penurunan sebesar 4.766.181 (25,07%) rumah tangga.

Penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dalam angka yang tidak kecil tersebut akan berdampak pada terganggunya stabilitas produksi pangan nasional. Atau dalam kata lain Indonesia berpotensi mengalami krisis pangan nasional beberapa tahun mendatang. Salah satu persoalan besar Indonesia di masa depan adalah bagaimana menjamin ketersediaan pangan yang cukup, harganya terjangkau dan dapat diakses oleh semua warga. Menurunnya jumlah petani sebagai produsen pangan, semakin memperburuk kondisi penyediaan pangan. Menurunnya jumlah petani akan berdampak pada ancaman krisis pangan Nasional.

Krisis pangan adalah kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian masyarakat di suatu wilayah. Krisis pangan pada dasarnya tidak hanya sebagai akibat dari kelangkaan pangan, tetapi juga ketidakmampuan masyarakat mengakses pangan, sehingga ketahanan pangan masyarakat terganggu. Menurut FAO (2006), ketahanan pangan meliputi 3 aspek yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas. Sedangkan ketersediaan pangan ditopang dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan Nasional dan impor apabila dari kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Berdasarkan data Konsumsi Statistik Pangan Tahun 2012, pada tahun 2007 hingga 2011, Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan pangan dengan produksi dalam negeri dan cadangan pangan Nasional, sehingga dari tahun ke tahun Indonesia harus terus mengimpor bahan pangan.

Penurunan jumlah profesi petani memunculkan pertanyaan besar bagi segenap kalangan, khususnya bidang pertanian, tentang apa faktor penyebab para petani memilih meninggalkan profesinya?

Faktor Yang Menyebabkan Petani Meninggalkan Profesinya

Kali ini penulis mencoba menguraikan mengenai faktor petani yang setiap hari semakin banyak yang meninggalkan profesinya. Menurut penulis hal ini terjadi karena salah satu bentuk perubahan sosial, yang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (endogenous) dan faktor eksternal (exogenous) dalam kehidupan petani. Faktor internal yang pertama adalah faktor ekonomi dan mindset petani, sedangkan faktor eksternal adalah faktor alam dan konversi lahan.

Faktor lain yang menyebabkan petani banyak yang meninggalkan profesinya juga disebabkan oleh faktor ekonomi, mereka berpendapat bahwa pendapatan dari hasil bertani tidak bisa menopang kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, belum lagi petani harus menanggung resiko ketika mereka harus mengalami gagal panen atau puso sehinnga tidak sedikit petani yang meninggalkan profesinya sebagai petani dan beralih profesi yang minim akan resiko kerugian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 melansir bahwa pendapatan petani dari sektor pertanian kurang lebih Rp 1.034.500/bulan.

Dan juga yang menyebabkan petani beralih profesi adalah mindset petani, bahwa profesi petani di Indonesia diidentikkan dengan kemiskinan, kurang pendidikan dan profesi orang tua. Maka tidak aneh kalau anak muda bahkan lulusan Sarjana Pertanian pun enggan berprofesi sebagai petani setelah mereka lulus dari bangku kuliah, ditambah lagi faktor eksternal yang datang dari luar individu petani, yaitu faktor alam dan faktor konversi lahan yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan.

Mengingat profesi bertani sangat bergantung pada alam, bencana alam seperti kekeringan, longsor dan banjir, ditambah lagi ledakan hama yang sering terjadi, mengakibatkan petani mengalami gagal panen bahkan kehilangan lahan garapannya. Di Indramayu, Jawa Barat, akibat dari kekeringan yang melanda pada tahun 1990-2008 menyebabkan penurunan produksi (gagal panen) padi sebesar 24.376,4 ton per tahun. Akibatnya petani mengalami kerugian besar. Di titik itulah petani memilih meninggalkan profesinya.

Faktor terakhir adalah faktor konversi lahan, angka konversi lahan di pulau Jawa, sebagai penyumbang 53% pangan Nasional, terus meningkat, rata-rata tiap tahun 7.923 hektar lahan sawah di Jawa harus dikonversi menjadi bangunan. Ironisnya, konversi lahan yang terjadi adalah dampak dari kebijakan pembangunan. Akibatnya, petani kehilangan lahan garapannya, dan terpaksa harus mencari profesi lainnya. Setidaknya, kebijakan pembangunan yang menggusur lahan tersebut harus bertanggungjawab atas menurunnya jumlah petani di Indonesia.

Koperasi Sebagai Gerakan Mensejahterakan Ekonomi Petani

Koperasi Indonesia adalah salah satu badan usaha yang ada dalam perekonomian Indonesia. Keberadaannya diharapakan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Runtuhnya negara sosialis dan semakin mengglobalnya sistem ekonomi kapitalis yang menganut sistem pasar bebas semakin memudarkan tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Sebagian besar kaum akademisi Indonesia terkesan semakin mengagumi globalisasi turut berpengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.

Koperasi yang di pandang sebagai sebuah wadah bagi ekonomi kerakyatan yang memiliki prinsip-prinsip sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan dalam prakteknya cendrung menjadi perpanjangan tangan politik dan ekonomi rakyat tertentu. Koperasi belum dipandang secara menyeluruh sebagai sebuah gerakan ekonomi kaum tani, buruh dan rakyat kecil lainnya, bahkan sering terjebak pada persoalan teknis-teknis belaka.

Koperasi hanyalah sebuah cita-cita, melainkan dari sebuah sistem koperasi ini dapat memunculkan kebersamaan, gotong royong dan menciptakan kemandirian bagi masyarakat sehingga tidak selalu bergantung pada perusahaan-perusahaan atau pemodal, rentenir dan tengkulak yang selalu mencekik petani. Koperasi merupakan bentuk konkret sistem ekonomi gotong-royong tersebut. Yang dituntut dalam koperasi pemerataan kerja dan pembagian hasil, sehinga tak ada lagi ketimpangan ekonomi. Koperasi wadah dan bagian dari upaya petani dalam memproduksi benih, pupuk, permodalan, pengaturan produksi, alat-alat pertanian dan proses pendistribusiannya. Nilai-nilai kerja sama yang terkandung dalam koperasi sudah di praktekan oleh nenek moyang kita pada proses produksi pada zaman dulu, gotong-royong dalam mengerjakan lahan, pinjam meminjam bibit dan tradisi lumbung merupakan nilai luhur yang di wariskan pendahulu kita.

Koperasi memiliki peran penting dalam membangun ekonomi pangan lokal yang berdasarkan pada penguasaan alat produksi, proses produksi dan pemasaran pangan di tingkat lokal. Koperasi petani memiliki fungsi dan peran strategis bersama Bulog dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan pangan nasional, dengan keterlibatannya dalam pengaturan produksi dan distribusi pasca produksi untuk menjaga kestabilan harga dan pasar yang di utamakan untuk pemenuhan kebutuhan/kesejahteraan anggota, masyarakat sekitar dan kebutuhan nasional.

Pembangunan koperasi petani tidak sepotong-sepotong hanya pada persoalan bagaimana memasarkan hasil pertanian, mengajarkan petani jadi pedagang dan mencari keuntungan belaka, sehingga tidak terjebak sebagai perpanjangan tangan ekonomi kapitalis. Koperasi petani harus di pandang sebagai alat perjuangan gerakan ekonomi kaum tani dalam mencapai kesejahteraan yang berdasarkan atas keadilan, partisipatif dan kemandirian.

Koperasi petani harus di lihat sebagai kesatuan yang utuh dan tidak terputus dalam hal penguasaan alat produksi, proses produksi dan pasca produksi, dan bagian dari perjuangan kekuatan ekonomi rakyat secara nasional termasuk dalam hal menyikapi kebijakan sistim ekonomi Indonesia yang tidak berpihak. Sebagai wadah perjuangan dan gerakan ekonomi kaum tani yang memiliki nilai dan prinsip ekonomi berbasis kerakyatan, tujuan utama koperasi petani adalah dalam rangka menciptakan kondisi ekonomi yang berkeadilan dan mensejahterakan kaum tani. Keberadaannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari organisasi tani merupakan ujung tombak agar terciptanya peri kehidupan ekonomi petani, rakyat, bangsa dan negara yang mandiri, adil dan makmur.

“Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya.” -Bung Hatta-


Penulis:
Muhamad Syahru (Mahasiswa Pertanian Unswagati)

Minggu, 26 Maret 2017

Ini Hasil Konsolidasi Pertama Ilmu Komunikasi se-wilayah III Cirebon

Unswagati, Setaranews.com - Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) pertama kalinya menggelar konsolidasi Ilmu Komunikasi (Ilkom) se-wilayah III Cirebon pada Jumat 24 Maret 2017.

Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung Serbaguna Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unswagati dan dihadiri oleh empat perguruan tinggi yakni, Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Universitas Majalengka (Unma), IAIN Syaikh Nurjati Cirebon dan Unswagati sendiri.

Wildan selaku Ketua Pelaksana (Ketuplak) kegiatan mengungkapkan akan tujuan diadakannya konsolidasi yaitu lebih kepada pengenalan mengenai Ilmu Komunikasi terhadap masyarakat luas yang selama ini telah salah mengartikan.

"Tujuannya sih pengen ngenalin Ilkom ke masyarakat luas. Biasanya kan masyarakat sering mengaitkan Ilkom itu belajarnya tentang komputer, padahal kenyataannya jauh dari itu," ungkapnya saat ditemui setaranews.com

Beberapa program telah dicanangkan sebagai hasil dari konsolidasi tersebut yakni, Rutin mengadakan konsolidasi bergilir yang dilakukan tiap dua bulan sekali, Berpartisipasi di acara Car Free Day (CFD) guna mengenalkan Ilkom pada masyarakat, dan Menggelar acara Festival Film bersama yang juga dilaksanakan tiap dua bulan.

Dari konsolidasi tersebut, Tessa selaku Ketua Umum (Ketum) Himakom berharap agar Himakom se-wilayah III Cirebon dapat bersatu untuk kemajuan Ilmu Komunikasi.

"Semoga himakom lebih erat dan bisa bersinergi membangun Ilkom lebih baik lagi," tutupnya

 

Jumat, 24 Maret 2017

DPUPR: Nilai Kontrak Tidak 96 Milyar

Cirebon, Setaranews.com – Proses pengerjaan infrastruktur Kota Cirebon yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 milyar telah selesai. Masa addendum (perpanjangan kontrak) selama 90 hari telah berakhir per 21 Maret 2017.

Budi Rahardjo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) mengatakan jika telah terjadi serah terima sementara atau PHO (Provisional Hand Over) dari pihak kontraktor. “Menurut pengakuan kontraktor proses pengerjaan sudah seratus persen, karena mereka sudah meminta PHO” ujarnya kepada setaranews.com saat ditemui di ruangannya, Kamis (23/3).

Namun, DAK senilai 96 milyar yang dikucurkan dari pemerintah pusat belum terserap seratus persen. Budi mengakui jika nilai kontrak atau lelang tidak mencapai 96 milyar dan hingga masa addendum selesai pembayaran kontrak baru 50%.

“Setelah dilelangkan 'kan tidak mungkin semuanya terserap, nilai kontraknya tidak senilai 96 milyar tapi image orang kan nilai kontraknya 96 milyar. Rapat terakhir itu yang terserap 90 koma berapa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Budi pun mengusulkan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) dari dana 96 milyar tersebut untuk pekerjaan yang lain namun tetap diperuntukan pada pengerjaan jalan, trotoar, drainase, dan jembatan, sebab dana tersebut sudah masuk ke dalam kas daerah Kota Cirebon.

Selama enam bulan setelah PHO proses pemeliharaan masih menjadi tanggung jawab perusahaan kontraktor, “Sebelum FHO (Final Hand Over) itu masih tanggung jawab mereka, enam bulan setelah PHO itu namanya proses pemeliharaan,” pungkasnya.

 

Berita lainnya: DPUPR Keluhkan Kendala Pembangunan, Komisi B DPRD Akui Penyimpangan DAK 96 M

Kamis, 23 Maret 2017

Aksi Simpatik Mahasiswa Pada Ibu Patmi

Unswagati, Setaranews.com - Mahasiswa Fakultas Pertanian Unswagati yang mengatas namakan Solidaritas Mahasiswa Pertanian menggelar aksi simpatik soal unjuk rasa yang dilakukan petani kendeng di depan Istana Negara.

Aksi yang digelar di depan Kampus Utama Unswagati ini, diisi dengan orasi-orasi tentang keadilan serta mengheningkan cipta atas meninggalnya Ibu Patmi, salah satu petani kendeng yang ikut dalam aksi di Jakarta.

"Kita juga berdoa untuk beliau (Ibu Patmi) dan juga mengenang jasa-jasanya," kata Indra, Ketua BEM Fakultas Pertanian Unswagati, Rabu 22 Maret 2017.

Sebelumnya, sejumlah petani kendeng melakukan aksi dengan mengecor kaki sejak delapan hari yang lalu. Petani kendeng melakukan aksi tersebut dikarenakan menolak pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia di sekitar kawasan pegunungan kendeng dengan alasan akan menggangu sumber perairan bagi petani.

Adanya aksi ini, kata Indra, merupakan suatu bentuk keprihatinan terhadap keadaan yang terjadi saat ini (aksi cor kaki petani kendeng) yang berimbas pada jatuhnya korban, yaitu Ibu Patmi.

Indra pun berpendapat, Ibu Patmi ini sebagai petani yang rela meninggalkan pekerjaannya demi menuntut keadilan dari pemerintah yang terkesan kurang memerhatikan dampak dari pembangunan pabrik semen. "Ya pemerintah harus tahu diri juga, jangan merusak alam," ujar mahasiswa semester empat ini.

Aksi yang dilakukan sejak pukul 18.30 WIB hingga 19.30 WIB ini dihadiri oleh mahasiswa-mahasiwa dan juga BEM Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon.

Rabu, 22 Maret 2017

BEM FE Undang Kepala BI Jabar dalam Kuliah Umum

Unswagati, Setaranews.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE) Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon menyelenggarakan Kuliah Umum Perekonomian Indonesia mengenai “Tantangan, Outlook dan Kebijakan” pada Selasa 21 Maret 2017.

Acara yang bertempat di Auditorium Kampus Utama Unswagati ini menghadirkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Juda Agung, Pd.H sebagai pemateri.

Suherlan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen selaku Ketua Pelaksana memaparkan alasannya mengenai tujuan kuliah umum tersebut.“Tujuan dari kuliah umum ini sendiri agar kita mengetahui tentang perkembangan ekonomi Indonesia, lalu apa saja tantangan dan strategi kedepannya,” katanya saat di pertengahan acara.

Acara kuliah umum tersebut diikuti sekitar  300 mahasiswa Unswagati, lalu dari komunitas GENBI (Generasi Bank Indonesia) 22 orang, dari dosen Unswagati sekitar 33 orang dan tamu undangan VVIP 10 orang termasuk jajaran Rektor dan Dosen dari luar Kampus.

Suherlan berharap dengan adanya kuliah umum ini, mahasiswa dapat mengambil ilmu yang disampaikan oleh pemateri, terlebih pemateri tersebut yang berkompeten di bidangnya.

“Kami harap dari mahasiswa sendiri bisa mencerna materi yang disampaikan oleh Bapak Juda Agung, Pd.H dan mudah-mudahan dari pihak BI (Bank Indonesia) bisa terus melakukan kerjasama dengan pihak Unswagati, syukur-syukur ada beasiswa masuk ke Kampus ini,” ujar Suherlan.

Senin, 20 Maret 2017

Opini: Predator Seksual dan Penjahat Kemanusiaan di Lingkungan Pendidikan

Opini, Setaranews.com - Ternyata tidak ada tempat yang aman dan nyaman bagi kaum hawa, sekelas Universitas pun  yang merupakan lembaga pendidikan menjadi sarang predator yang siap memangsa kapan saja dan dimana saja jika mendapat kesempatan. Para predator seksual ini justru bisa berkembang biak, berkeliaran dengan leluasa. Mirisnya, ada saja oknum yang membela dan menjaga predator tersebut.  Baik si pelaku maupun si pembela yang gegap gempita merupakan orang yang menyandang label sebagai kaum terdidik. Miris! Kenapa? Terlihat jelas bagaimana pendidik tidak mendidik dan pendidikan tidak membebaskan, malah menjerumuskan!

Baiklah mari kita bahas bersama soal pradator seksual di lingkungan pendidikan. Sepanjang sejarah peradaban umat manusia di muka bumi, persoalan-persoalan yang berurusan dengan selangkangan bukanlah hal yang baru. Contoh kasusnya seperti adanya perbudakan seksual terhadap perempuan, pemerkosaan terhadap perempuan, dan berbagai jenis kategori pelecehan seksual lainnya sudah ada sedari dulu. Korbannya sudah dapat dipastikan yaitu selalu perempuan, kenapa? Ya, stigma negatif dari dulu terhadap perempuan yang harus dilawan. Dimana perempuan kerap dianggap sebagai objek seksual, dijadikan alat pemuas hasrat, dan dianggap wadah yang harus menampung nafsu birahi lelaki yang bejat.

Perempuan,  tidak dipungkiri memang merupakan perhiasan yang paling indah di dunia. Oleh karenanya keindahan tersebut tidak dapat ditukar dengan apapun, sekalipun oleh tumpukan gunung emas atau samudera berlian, apalagi jika hanya ditukar oleh nilai ujian. Benar-benar merugikan! Ya, sangat disayangkan jika perempuan selalu menjadi tumbal predator yang tak kenal kemanusiaan. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, di Indonesia sendiri setiap 2 jam sekali wanita mengalami kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Pelaku dan korbannya, dari usia sangat dini sampai usia sangat lanjut. Memprihatinkan!

Fakta tersebut menampar kita sebagai sebuah negara yang memiliki tuntunan etik maupun moral yang dititiskan turun temuruan dari nenek moyang, baik berupa agama maupun budaya. Ini sebuah bukti kongkrit memang benar nilai-nilai luhur nan agung soal etika dan moral sudah lenyap, kalau adapun hanya dianggap sebuah kitab kusam yang tak bermakna, pajangan belaka, dan ketika diucapkan langsung memuai lenyap di udara. Tidak dipraktikan, apalagi dijadikan pedoman – tuntunan sekaligus tuntutan – dalam kehidupan sehari-hari.

Universitas Sebagai Sarang Predator Seksual

Persoalan pelecehan seksual di Indonesia tersebut berarti sudah menjadi penyakit akut. Ya, tidak dipungkiri memang betul adanya demikian. Universitas, yang merupakan kawah Candradimuka, tempat manusia Indonesia menempuh pendidikan dan menjadi manusia terdidik yang bisa mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa pada kemajuan sebagai bangsa yang memiliki peradaban luhur.  Peranan Universitas secara teoritis harusnya seperti itu, praksisnya bertentangan. Tekstual, dan kontekstual kerap berbenturan.

Di Perguran Tinggi Indonesia tidak sedikit perkara kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan. Pelakunya mulai dari mahasiswa, staf, dosen, sampai ke pejabat-pejabat kampus. Di tempat penulis menempuh pendidikan pun sama, penulis sering mendengar cerita, keluh kesah mahasiswi yang diperlakukan tidak senonoh, dan merasa risih sekaligus tidak nyaman berada di lingkungan Universitas akibat perlakukan seperti itu. Misalnya digoda, disiul-siul dan ucapan verbal lainnya. Ini pun memang bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

Contoh itu masih sebatas dilakukan sesama mahasiswa, masih ada lagi kasus yang bahkan lebih parah dilakukan oleh salah satu pejabat teras di lingkungan Universitas. Biasanya kesempatan yang diambil oleh para predator tersebut saat musim skripsi tiba. Mahasiswi memiliki kepentingan agar skripsinya bisa dipermudah, dan mendapat nilai bagus. Si oknum memiliki kepentingan untuk bisa memangsanya dengan menggunakan kesempatan sebagai dosen pembimbing yang memiliki hak memberikan nilai. Jika kedua belah pihak bersepakat, maka terjadi pergumulan seksual dengan asas ‘mau sama mau’. Ini sulit untuk dipersoalkan.

Berbeda jika kemudian ada penolakan dari salah satu pihak, dalam hal ini mahasiswi menolaknya. Tapi, si oknum tetap saja memperlakukan (baik verbal ataupun fisik) yang menjurus pada urusan kelamin (pelecehan seksual). Mendapat perlakukan seperti itu  pastinya sangat berpengaruh pada mental dan psikis. Perkara seperti ini yang belakangan sedang menjadi topik panas di lingkungan tempat penulis menempuh studi. Dimana memang kasus pelecehan seksual menyeret nama salah satu pejabat teras.  Dalam kasus ini, penulis sangat kagum, dan salut kepada korban yang berani mengungkapkan apa yang telah dialaminya ke publik. Dan memang seharusnya seperti itu.

Menjerat Predator Seksual

Jarang sekali ada korban pelecehan seksual ini berani melaporkan atau mengadu atas apa yang pernah menimpa dirinya. Bisa karena takut, bisa karena malu, karena berpikir harga dirinya akan hancur. Ini pemikiran yang salah, justru merupakan kewajiban bahwa para predator seksual tersebut harus dilawan, ini demi memperjuangkan dan mempertahankan hak sebagai manusia, dan juga sebagai perempuan.  Dan lebih memprihatinkan lagi, si terduga pelaku pelecehan tersebut tidak sedikit yang membelanya bahkan sampai membawa kerabatnya dari lembaga hukum untuk melakukan pembelaan dan pembenaran atas tindakannya.

Pelecehan seksual yang menimpa perempuan bukan soal melanggar aturan, bukan urusan rok mini, bukan soal penampilan seksi. Melainkan soal OTAK MINI (sesat pikir) para pelakunya.  Apalagi si pelaku merupakan orang yang katanya terdidik, tapi tidak menggunakan akal sehatnya.  Persoalan ini  yang harus digempur habis-habisan. Perbuatan pelecehan tersebut tidak bisa dibiarkan dan berkembang. Para pelaku harus ditindak setegas-tegasnya supaya bisa jera dan tidak melakukan lagi. Terlebih yaitu sebagai contoh bagai oknum-oknum lain untuk tidak melakukan pelecehan yang sama. Dan menjadi pelajaran bagi perempuan (mahasiswi) untuk berani mengungkapkan, berani melawan, berani meyampaikan dan memperjuangkan hak perempuan, biarkan tubuh perempuan menjadi hak otonomnya. Hanya perempuan sendiri yang bisa menentukan.

Kembali penulis disini tekankan bahwa perilaku pelecehan seksual bukan hanya urusan melanggar aturan, bukan soal laki-laki atau perempuan, bukan hanya soal syahwat birahi, terpenting ini soal kemanusiaan. Pelaku pelecehan berarti mereka bisa dinobatkan sebagai penjahat kemanusiaan! Dan Universitas seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela hak-hak perempuan, dan juga memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Bukan sebaliknya, menjadi sarang berlindungnya para predator kemanusiaan! Bukan begitu? Maka sangat keterlaluan dan tak bisa ditolerir jika terduga para predator seksual ditempat penulis berada bisa lolos dari jeratan sangsi.  Harkat dan martabat Lembaga Pendidikan  sudah diujung tanduk, dan tentunya yang dipertaruhkan.

 

*Penulis adalah Epri Fahmi Al – Aziz, Mahasiswa FE Unswagati

Sabtu, 18 Maret 2017

KLISE Unswagati Adakan Workshop Bertajuk "Wajah Kotaku"

Unswagati, Setaranews.com - Kelompok Study Mahasiswa (KSM) Klise Unswagati Cirebon mengadakan Workshop Fotografi yang merupakan salah satu bagian dari kegiatan Pameran Fotografi Angkatan 9 Praptama Kaarya . Workshop bertemakan wajah kotaku ini dilaksanakan di Auditorium kampus 1 Unswagati Cirebon, Jumat 17 Maret 2017.


Acara yang digelar pukul 13:30 WIB hingga pukul 14:15 WIB tersebut, diikuti lebih dari 20 peserta. Dihadiri oleh siswa SMA wilayah Cirebon, komunitas fotografer, mahasiswa dari Unswagati, dan perwakilan mahasiswa dari universitas di Jakarta.


Apip Subarkah selaku Ketua Pelaksana acara Workshop Fotografi mengungkapkan, mengambil tema wajah kotaku dikarenakan dari KSM Klise ingin mempublikasikan dan mengenalkan budaya-budaya atau rutinitas yang ada di wilayah Ciayumajakuning.


Acara tersebut diisi dengan materi teknik-teknik mengambil foto secara on the spot, seperti cara mengambil gambar objek dari dekat, mengambil di waktu dan angle yang tepat, dan sebagainya.


"Untuk pembicara workshop itu kita mengundang Yuda Sanjaya, S.Sos. dari Redaktur Radar Cirebon, dikarenakan dia cukup profesional di bidang photographer," katanya pada setaranews disela-sela acara pameran.


Dirinya berharap, dengan adanya acara ini diharapkan peserta mampu mengembangkan karyanya jadi lebik baik, dan untuk masyarakat lebih bisa menjaga kelestarian alam agar lebih banyak lagi foto alam yang dapat dihasilkan dengan bagus.



Berita lainnya: Angkatan ke-9 KLISE Bingkai Wajah Kota Ciayumajakuning dalam Pameran Fotografi

Puisi: Waktu Untukmu

Kapan kita mengobrol seperti dahulu?
Bercerita tentang hari ini padamu
Mendengarkan keluh kesah tentangmu
Berpuisi tentang cinta hanya untukmu

Sungguh tak ada wanita lain yang membuatku melupakanmu
Kau tetap ku cinta dan ku puja selalu
Sesibuk apapun diri ini, kan kuluangkan waktu hanya untukmu
Menjadi sandarmu adalah bahagia bagiku

Rinduku tak terbendung lagi
Ku ingin kau jadi milikku malam ini
Tak peduli dunia menghujat diri
Ku cinta dirimu wahai bidadari

 

Penulis:
Zqyu White

Resensi Buku: Saksi Kunci; Kisah Nyata Perburuan Vincent, Pembocor Rahasia Pajak Asian Agri Group

Judul                : Saksi Kunci: Kisah Nyata Perburuan Vincent, Pembocor Rahasia Pajak Asian Agri Group

Penulis             : Metta Dharmasaputra

Penerbit           : Tempo

Tahun               : 2013

Halaman          : xliii + 445

Resentator       : Anisa

Resensi, Setaranews.com - Buku ini menceritakan tentang perjalanan Metta Dharmasaputra yang saat itu menjadi wartawan tempo dalam menguak kasus manipulasi pajak Asian Agri Group bersama seorang whistleblower, Vincent. Vincentius Amin Sutanto (Vincent) sendiri merupakan mantan Financial Controller di perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Berawal dari terungkapnya pembobolan uang perusahaan senilai Rp 28 miliar yang dilakukan Vincent bersama teman dan adiknya, Ia kabur ke Singapura. Dalam persembunyiannya, Vincent nekat menghubungi beberapa wartawan yang salah satunya adalah Metta untuk membocorkan kasus kejahatan yang dilakukan perusahaannya tempat dulu Ia bekerja di bidang perpajakan. Kenekatan Vincent tersebut diakui sebagai ungkapan sakit hatinya setelah permohonan ampunnya ditolak oleh perusahaan.

Tidak main-main, kasus penghindaran pajak ini merugikan negara hingga mencapai Rp 1,3 triliun. Angka tersebut menjadikan kasus ini sebagai kasus fenomenal dengan nilai pengemplangan terbesar sepanjang sejarah perpajakan di Indonesia. Dikatakan dalam buku ini, skema biaya yang dibuat meliputi biaya fiktif, transfer pricing dan hedging.

Buku ini berisi liputan investigasi yang dikemas menarik seperti novel dengan sudut pandang Metta sebagai orang pertama. Pemilihan sudut pandang ini berhasil membawa pembaca yang tidak hanya disuguhkan mengenai pengungkapan kasus pajak, namun juga lika-liku dunia jurnalistik. Dalam jurnalisme investigasi, banyak terjadi sandungan dalam pengungkapannya. Apalagi jika kasus yang dibawa memiliki keterkaitan dengan pihak berkuasa. Sama seperti yang diungkapkan dalam buku ini. Digambarkan dengan jelas bagaimana proses penegakan hukum yang berada di Indonesia. Selain itu, diceritakan betul kegamangan seorang jurnalis dalam memilih antara kemanusiaan dan kode etik yang harus dipegangnya.

Buku ini layak dibaca semua kalangan. Dengan menyajikan informasi yang lebih rinci, pembaca akan memahami secara gamblang kasus yang terjadi dibanding hanya membaca berita yang ada di media.

Kamis, 16 Maret 2017

Kuliah Umum LBKH Hadirkan Ridwan Kamil

Unswagati, Setaranews.com – Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon menyelenggarakan Kuliah Umum mengenai “Sistem Tata Kelola Pemerintah Daerah Berbasis Inovasi” pada Kamis 16 Maret 2017.

Acara yang digelar di Auditorium Kampus Utama Unswagati ini menghadirkan Walikota Bandung, Ridwan Kamil sebagai Keynote Speaker. Bambang Medivit selaku Ketua Pelaksana memaparkan alasannya mengundang Ridwan Kamil sebagai narasumber di acara tersebut.

“Kita melihat capaian bapak Ridwan Kamil dalam mengelola penyelenggaran pemerintah daerah, dan ini dapat menjadi barometer buat daerah-daerah lain,” katanya di akhir acara Kuliah Umum.

Bambang menambahkan, kegiatan Kuliah Umum merupakan program dari LBKH Fakultas Hukum Unswagati itu sendiri sebagai bentuk dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat.

“Kami punya kewajiban pencerdasan, pencerdasan dalam hal ini targetnya adalah mahasiswa pada khususnya dengan mengadakan kuliah umum dan nantinya kita juga akan adakan seminar nasional,” katanya.

Rektor Unswagati, Rochanda Wiradinata memaparkan bahwasanya dengan adanya kuliah umum mahasiswa diharapkan dapat memetik pembelajaran dari kuliah umum ini. “Ya saya kira mahasiswa diberi pembelajaran dan pencerahan terkait dengan produk-produk inovatif dalam pemerintahan."

Angkatan ke-9 KLISE Bingkai Wajah Kota Ciayumajakuning dalam Pameran Fotografi

Unswagati, Setaranews.com – Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) Klise Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon sedang mengadakan Pameran Fotografi dengan tema “Wajah Kotaku” dalam rangka angkatan baru ke-9 KSM Klise sudah berhasil melalui tahap akhir pendidikan dasar.

Pameran Fotografi yang diselenggarakan di Auditorium Kampus Utama Unswagati tersebut akan berlangsung sejak tanggal 16-18 Maret 2017. Foto-foto yang dipamerkan merupakan rutinitas masyarakat dari berbagai daerah se-wilayah III Cirebon yakni Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan.

“Disini kita mengambil rutinitas masyarakat yang mungkin sebagian masyarakat tidak tahu. Semisalnya, kita mencoba mempublikasikan lewat foto bahwa sebenarnya di Cirebon ada pabrik kerupuk, dan beginilah proses pembuatannya,” ujar Apip Subarkah selaku Ketua Pelaksana pada Setaranews.com di tengah-tengah acara, Kamis (16/3).

Untuk besok, pameran fotografi ini pun akan diisi dengan Workshop Fotografi bersama pemateri dari Redaktur Radar Cirebon yakni Yuda Sanjaya dan Lomba Foto. Sementara, untuk hari terakhir akan diisi dengan Sarasehan serta pengumuman pemenang lomba foto.

Meski acara pameran fotografi sempat bentrok dan digabung dengan acara Kuliah Umum dengan pembicara Walikota Bandung Ridwan Kamil, KSM KLISE merasa tidak keberatan dan malah diuntungkan karena seusai Kuliah Umum berlangsung para peserta bisa menikmati karya-karya dari anggota KLISE.

"Sebenarnya bentrok, tapi kita merasa diuntungkan, karena lebih banyak penonton yang bisa menikmati pameran fotografi ini," tutup Apip, yang juga mahasiswa Ilmu Komunikasi tersebut.

Rabu, 15 Maret 2017

Puisi: Engkau Yang Agung

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam kemunafikan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian betapa kita dipaksa munafik di dalam perkuliahan?
Dipaksa untuk menyerahkan seluruh ideologi kita demi gelar kehormatan,
Dipaksa menjadi buruh untuk mengisi kekosongan di sebuah perusahaan.

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam penghargaan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian apa dan untuk siapa ilmu yang kita dapatkan?
Untuk merubah sebuah masyarakat atau untuk memperkaya para kapitalis perusahaan?

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam keangkuhan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian tugas seorang mahasiswa yang selalu masyarakat dambakan?
Menunggu sumbangsih pemikiran yang kalian hasilkan
Untuk merubah sedikit masalah yang selalu membuat mereka muak akan kehidupan.

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam kebingungan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian kemana kakimu akan dipijakan?
Kaki yang sangat agung yang telah melangkahkan kakinya demi meluaskan keilmuan
Kaki yang sakral yang selalu dibasuh keringat orang yang mencintai dengan ketulusan

Engkau mahasiswa agung yang hidup dalam penjara keilmuan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian bagaimana keilmuan dapat dimanfaatkan?
Dimanfaatkan untuk dibagikan agar dapat dikembangbiakan
Atau bahkan didiamkan dan digerogoti oleh rayap-rayap kebusukan

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam kegelapan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian akan apa yang kalian kerjakan?
Atau bahkan kalian kebingungan karena gelapnya jalanan?
Segeralah mencari sesuatu untuk menerangkan jalanan
Atau engkau akan mati di dalam kegelapan.

Engkau mahasiswa yang agung dan hidup dalam keresahan
Tidak terlintaskah dipikiran kalian bahwa kalian adalah orang yang dalam keberuntungan?
Membiarkan berbagai pertanyaan yang selalu menyibukan
Tetapi beruntunglah kalian karena kalian hidup dalam kesadaran.

Engkah yang bukan mahasiswa dan hidup dalam kedamaian
Tidak terlintaskah difikiran kalian betapa indahnya kehidupan tanpa kemunafikan?
Beruntunglah kalian yang terus hidup tanpa ada keresahan
Karena keresahan akan menggerogoti dan terus mendekatkan pada kematian

Aku mahasiswa yang hina dan selalu dalam keresahan
Selalu terlintas dipikiranku akan apa yang harus aku lakukan
Namun biarkanlah waktu dan keegoisan menjawab apa yang aku resahkan,
Bahkan aku siap mati karena digerogoti rayap kematian.

Penulis:
J.A.S

Opini: DAK 96 M dan Lemah Syahwat Aparat yang Tidak Tegak

Opini, Setaranews.com - Persoalan dugaan adanya penyimpangan anggaran, pelanggaran hukum, sampai kepada titik adanya indikasi kuat dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) 96 M. Anggaran yang tidak kecil tersebut dimaksudkan untuk membangun infrastruktur publik daerah seperti jalan, jembatan, trotoar dan drainase semakin memanas. Bisa jadi membuat kuping panas, muka pedas, bagi mereka yang merasa terlibat akibat gempuran sarkas dari publik yang tak sabar ingin memberantas. Lalu akan seperti apa kelanjutan drama mega proyek DAK? Mari kita saksikan bersama-sama alur ceritanya.

Sampai detik ini, memang masih belum ada kepastian kelanjutan ceritanya. Bahkan alurnya cenderung mundur lagi kebelakang, mengulur-ngulur waktu sampai publik lupa, dan akhirnya kasusnya pun lenyap begitu saja. Berhenti dikolong meja, selesai di kantong-kantong mafia. Hal itu tidak menutup kemungkinan ketika polemik mega proyek DAK tidak lagi menjadi perhatian dan sorotan tajam mata masyarakat. Sebaliknya, adanya dorongan perhatian khusus dari masyarakat terhadap kasus ini akan memudahkan membongkar skandal atau konspirasi-konspirasi yang membelit.
Penyimpangan dan pelanggaran apa saja yang menimpa pelaksanaan proyek DAK 96 M? Baiklah mari kita sedikit membahas dan membedahnya. Tujuannya jelas, yang tidak tahu menjadi tahu, yang tahu semakin yakin akan adanya indkasi korupsi. Pertama, Pemerintah Kota (Pemkot) melalui dinas terkait (DPUPR) melakukan bebrapa tahap awal, diantaranya yaitu adanya studi kelayakan terlebih dahulu. Hal itu dilakukan dalam rangka menguji sekaligus mengetahui mana saja yang harus diperbaiki dan mana saja yang harus dibangun. Hasil dari studi ini akan dibuat Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang merupakan benih dari Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang dimasukan dalam proposal pengajuan DAK kepada Pemerintah Pusat.

Berbagai Pelanggaran Dan Penyimpangan Poyek DAK 96 M!

Pemirsa sekalian, menurut analisis penulis, dari titik awal ini lah bisa dilihat pula adanya indikasi niatan buruk (permufakatan jahat) dari para oknum tertentu yang ingin memperkaya pribadi atau golongan. Bagaimana caranya? Yaitu dengan memasukan dalam studi kelayakan. Misalnya jalan, trotoar, drainase atau jembatan yang sebetulnya masih tergolong layak, namun kemudian dikategorikan tidak layak. Atau yang sebetulnya cukup diperbaiki, tapi dibangun total dari nol. Jelas ? ini dugaan pertama.

Kedua, dalam proses lelang tender. Setelah proposal dikirimkan dan kemudian anggaran DAK sudah dipastikan cair, langkah selanjutnya yaitu menggelar lelang melalui Unit Layanan Pemerintah (ULP). Kalau tidak salah ingat, lelang awal mega proyek tersebut dibagi kedalam 60 paket lebih. Namun dalam lelang awal ini terjadi beberapa persoalan yang kemudian lelang gagal. Kemudian, dilelang berikutnya mega proyek DAK tersebut dibagi kedalam 3 paket besar yang mencakup 5 kecamatan di Kota Cirebon yang dibagi menjadi 3 Dapil. Dikarenakan kualifikasi dan standar yang terlalu berat maka hasil lelang tender ini dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan asal Jakarta. Kontraktor lokal yang tidak memenuhi kualifikasi gagal mendapatkannya. Dari hasil lelang inilah kemudian persoalan mega proyek DAK 96 M semakin mencuat kepermukaan. Kontraktor lokal merasa adanya permainan politis untuk mengkondisikan agar lelang tersebut ditujukan kepada kontraktor tertentu. Merasa dizalimi, akhirnya terdapat kontraktor yang melaporkan si pemenang tender kepada kepolisan atas berbagai macam tuduhan. Ketiga, adanya dugaan persekongkolan untuk memenangkan tender.

Penulis masih meyakini dalam urusan apapun, bahwa hasil yang akan didapat tergantung proses yang telah dilalui sebelumnya. Keempat, pelaksaan pengerjaan proyek DAK 96 M. Hasil lelang yang dimenangkan oleh 3 perusahaan (konon dalam naungan satu grup yang sama), dalam pengerjaan proyek mengundang persoalan semakin meruncing dan membuat bau tak sedap bagi masyarakat Kota Cirebon. Kegaduhan polistis semakin terasa ketika Tim Pengawas Lapangan Independent menemukan adanya temuan-temuan pelanggaran yang dilakukan oleh kontraktor.

Dalam laporan pengawas ke Pejabat Pembuat Komiten (PPK) yang tidak lain merupakan Sekertaris DPUPR, menyebutkan terdapat dibeberapa titik pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, tidak sesuai SOP, dan tidak sesuai SNI yang melanggar UU Jasa Kontruksi. Sehingga pengawas merekomendasikan agar pengerjaan diberhetikan terlebih dahulu, agar kontraktor memperbaiki pengerjaan yang tidak sesuai tersebut. Namun, teguran, peringatan, dan laporan konsultan pengawas tersebut tidak diindahkan oleh kontraktor dan juga pemerintah (PPK). Kelima, Melanggar UU Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah terkait efektifitas, efisiensi dan ketepatan sasaran pengerjaan proyek.

Mencium ada gelagat tak sedap, tidak sedikit pengerjaan proyek DAK tersebut dilakukan oleh pihak ketiga (disub-kan). DPRD mengendus adanya penyimpangan setelah mengetahui laporan dari konsultan pengawas dan hasil progres dari kontraktor yang menjelang kontrak habis tetap saja proyek DAK masih belum mencapai target, bahkan progresnya sangat memprihatinkan. Kemudian DPRD mengeluarkan rekomendasi kepada Pemkot yang isinya memberhentikan proyek, meminta kontraktor memperbaiki pengerjaan yang tidak sesuai, dan memutus kontrak terhadap kontraktor nakal tersebut, serta meminta agar proyek dilelang ulang.

Lagi-lagi, surat sakti (rekomendasi) dari DPRD sama sekali tidak diindahkan oleh Pemkot, bahkan DPUPR sendiri mangkir dari panggilan. Mengejutkannya, bukannya memberhentikan, justru Pemkot menyetujui adanya perpanjangan kontrak (addendum) bagi kontraktor untuk mengerjakan sampai selesai proyek DAK 96 M tersebut hingga 21 Maret 2017. Disini kemudian ada lagi aturan yang ditabrak, yaitu soal pengelolaan keuangan negara (daerah). Perlu diketahui bahwa sumber dana mega proyek tersebut dari DAK yang merupakan anggaran tahun tunggal. Artinya, anggaran harus habis dalam satu periode (Januari-Desember).

Dalam kasus DAK 96 M, sisa anggaran pengerjaan proyek seharusnya disiapkan terlebih dahulu, kemudian dimasukan dalam APBD, dan proyek pun ditender ulang. Namun, fakta yang ada justru sebaliknya, addendum berjalan begitu saja proyek tetap berjalan dengan kontraktor sama tanpa adanya tim konsultan pengawas lapangan. Keenam, adanya pelanggaran terhadap pengelolaan keuangan daerah dimana anggaran tahun tunggal disulap menjadi anggaran tahun jamak. Dan lebih memprihatinkan lagi, ketika dimasa addendum belum habis masa kontraknya dan masih banyak pekerjaan proyek yang belum selesai, justru pihak DPUPR mengatakan bahwa anggaran mega proyek DAK 96 M itu sudah habis. Artinya, adanya dugaan kuat bahwa kontraktor yang mengerjakan tidak sesuai spek dan asal-asalan tetap dibayar. Disini kemudian rakyat merasa dibodohi dan dibohongi!

Peran Penegak Hukum

Saat ini, yang menjadi sorotan masyarakat yaitu aparatur penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Terutama dalam hal ini yaitu sesuai dengan cita-cita konstitusi dan peran dan fungsi Kejaksaan merupakan lembaga yang menjadi corong utama pemberantasan korupsi. Dimana Kejaksaan memiliki perangka-perangkat yang bisa melakukan pengumpulan data dan informasi, pemanggilan dan lain-lain. Khusus dalam soal pembangunan infrastruktur yang memang sedang gencar-gencarnya dilakukan pemerintah pusat sampai daerah, maka keluar lah Keputusan Presiden (Kepres) mengenai Tim Pengawas Percepatan Pembangunan Daerah (TP4D), yang anggotanya yaitu Kejaksaan.

Pihak Kejaksaan Kota Cirebon mengakui memang tim tersebut sudah dibentuk, peran dan fungsinya sangat jelas memastikan percepatan pembangunan infrastruktur publik yang on the track alias tidak menabrak atau berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, peranan dan fungsi dari tim ini tidaklah terasa gaungnya. Seolah-olah menutup mata dan telinga, yang padahal berbagai peroalan berada tepat di depan mata. Dalam polemik DAK 96 M, Kejaksaan sudah mengawal dari awal perjalanan, hingga sampai kepada mencuatnya berbagai polemik yang diduga melanggar hukum yang harus segera dibawa ke ranah meja hijau.

Seperti biasa, alasan klasik selalu muncul dari mulut-mulut bau para penegak hukum. Ketika masyarakat mengeluhkan dan memberikan informasi adanya indikasi dan patut diduga tindakan melanggar hukum, justru tidak ada langkah tegas dan pasti dari pihak Kejaksaan. Alibinya selalu begitu, bicara soal masih dalam tahap mencari bukti, menggali data, fakta dan informasi. Kejaksaan dalam tugasnya memberantas korupsi bisa bergerak tidak hanya ketika ada hasil dari audit BPK. Dari informasi masyarakat atau atas inisiatif sendiri, perangkat hukum yang dimilikinya bisa bergerak leluasa menggali dan menyelidiki. Korupsi merupakan pidana khusus yang tidak bisa disamakan dengan pidana umum. Perbedaannya jelas, pidana umum ditangkap setelah melakukan, sedangkan pidana khusus dalam tahap perencanaan saja bisa dijadikan alat bukti.

Dalam kasus DAK tugas Kejaksaan jelas yaitu menyelamatkan keuangan negara dan menindak mereka yang diduga melanggar hukum yang masih berlaku. Artinya Kejaksaan harus sigap mencegah praktik korupsi sebelum terjadi. Bukannya menunggu korupsi terlebih dahulu baru ditindak, logika yang sangat konyol, salah kaprah, menghina kehormatan lembaga Kejaksaan itu sendiri. Hasil temuan BPK itu diperlukan ketika ada perkara yang tidak diketahui atau tidak jelas unsur pelanggaran hukumnya atau unsur kerugian negaranya.

Sedangkan dalam kasus DAK 96 M bisa terlihat sangat jelas, mata orang awam pun bisa melihatnya. Apalgi dari kaca mata para penegak hukum? Adanya laporan dari kontraktor, adanya laporan dari pengawas, dan fakta dilapangan lainnya bisa dijadikan alat-alat bukti, sampai kepada keterangan-keterangan saksi pun sebetulnya mudah untuk bisa dianalisis. Tapi, dalam hal ini kenapa Kejaksaan tidak segera bersikap tegas, tidak bersemangat, lemah syahwat kah? Wajar jika ada opini yang beredar jika Kejaksaan itu sendiri menikmati hasil ‘bancakan’ atas mega proyek DAK 96 M tersebut!

Mereka yang terlibat dalam kasus dugaan adanya tindakan korupsi DAK memang sakti mandraguna, kenapa bisa begitu? Ya sangat sakti. Kesaktian yang dimiliki membuatnya bisa memakan besi, memakan beton, menggerogoti jembatan, sampai melahap tortoar. Saking saktinya, membuat mereka oknum-oknum yang menikmati hasil dari perilaku dugaan korumnya kebal atas hukum, tidak tersentuh sedikit pun! Kejaksaan disini seharusnya ambil peran, sebagai paranormal yang bisa mengalahkan kesaktiannya.

Hmm sayangnya, justru Kejaksaan dibuat lemah syahwat! Nafsu birahinya untuk memberantas korupsi sebagaimana yang diembannya tidaklah berjalan dengan sempurna. Masyarakat tidak bodoh, bisa menilai kinerja dari para apparat penegak hukum. Seperti diketahui, Cirebon memang sempat mendapat gelar sebagai KOTA TERKORUP. Tidak heran label seperti itu, karena memang peran dan fungsi penegak hukumnya begitu tumpul! Jarang sekali laporan-laporan dugaan korupsi di Kejaksaan ditindak lanjuti sampai selesai dan menjerat pejabat-pejabat publiknya! Dalam kasus DAK 96 M pun tak jauh berbeda, disini bisa terlihat dengan jelas bahwa Kejaksaan MANDUL! IMPOTEN!

Mengakan hukum saja tak sanggup! Penulis sarankan, copot Lambang Pancasila dan Bendera Merah Putih yang ada di Kantor Kejaksaan! Tidak pantas dan sangat hina jika lambang negara yang penuh keberanian dan kibaran merah putih yang suci berada di gedung yang justru menciderai konstitusi, dan mengubur dalam-dalam cita-cita bangsa sesuai dengan amanat kemerdakaan dan UUD 1945! Segeralah berobat, sebelum penyakit yang menjangkit semakin akut membuatnya mati suri!

Oleh: Epri Fahmi Al-Aziz, Kordinator Dewan Pimpinan Kampus
Gerakan Mahasiswa Sosialis (GEMSOS) Cirebon.

Selasa, 14 Maret 2017

LPM Setara Konsisten Kawal Polemik Pembangunan di Kota Cirebon

Unswagati, Setaranews.com - Proyek peningkatan infrastruktur jalan dan Infrastruktur Publik Daerah (IPD) di Kota Cirebon yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 96 miliar saat ini sedang menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat Kota Cirebon, baik dari instansi pemerintah, akademisi, praktisi dan mahasiswa.

Kali ini Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon menggelar diskusi publik yang membawa tema "Apakabar Pembangunan Kota Cirebon?" pada Senin (13/03) di Auditorium Kampus Utama Unswagati Cirebon.

Diskusi yang pembahasannya mengerucut kepada DAK 96 M merupakan salah satu komitmen bagi LPM Setara yang senantiasa untuk mengawal isu yang sedang berkembang di Kota Cirebon, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Pelaksana (Ketuplak), Muhammad Syahru, "Kami LPM Setara komitmen dan konsisten dalam mengawal kasus-kasus yang yang sedang berkembang di Kota Cirebon salah satunya yaitu terkait pembangunan di Kota Cirebon," katanya saat ditemui setaranews.com, Senin (13/03).

Lebih lanjut, Syahru juga berharap, "Setelah kita berdiskusi dengan instansi-instansi terkait tentang pembangunan Kota Cirebon, kami berharap kepada masyarakat Kota Cirebon untuk senantiasa memperhatikan serta mengontrol keadaan Kota Cirebon, termasuk pembangunan infrastruktur dari DAK 96 M yang saat ini menuai banyak sekali polemik." tutupnya.

DPUPR Keluhkan Kendala Pembangunan, Komisi B DPRD Akui Penyimpangan DAK 96 M

Cirebon, Setaranews.com - Dalam acara diskusi publik "Apa Kabar Pembangunan Kota Cirebon?" yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon (Unswagati) pada Senin 13 Maret 2017 di Auditorium Kampus Utama Unswagati Cirebon, mengundang pihak-pihak yang kompeten dalam masalah pembangunan di Kota Cirebon.

Salah satunya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) yang diwakili oleh Ir. Syarif Arifin, MM, selaku bidang Sumber Daya Alam (SDA), menyatakan akan kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan.

"Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2016 sudah dilaksanakan khusus pada pembangunan jalan, programnya sudah mencapai 90%, pelaksanaan hotmix masih memiliki PR, kita masih butuh waktu untuk memperbaiki. Drainase juga memiliki kendala yaitu adanya jalan-jalan negara dan saluran sodetan baru dan program Dewan kekotaan akan membenahi drainase selayaknya drainase yang baik. Kemudian genangan, kita sudah mencoba untuk membuat sumber serapan dan akan menjadikan perekonomian Kota Cirebon yang transparan," ungkapnya, Senin (13/3).

Sementara itu, Ir. Watid Shariar Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengakui adanya penyimpangan dalam proyek pembanguan infrastruktur jalan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 Miliar.

"Kami akui terdapat penyimpangan dalam DAK 96 M, maka dari itu kami keluarkan  rekomendasi pada Badan Pengawas Khusus (BPK) untuk melakukan investigasi terkait DAK 96 M kota cirebon," ujarnya ketika memberikan pernyataan dalam diskusi publik LPM Setara.

 

Berita lainnya: Ini Tanggapan Agus Dimyati Terkait Polemik DAK

LPM Setara Bangun Opini Masyarakat Lewat Diskusi Publik

Cirebon, Setaranews.com - Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon menggelar diskusi publik dengan tema "Apa Kabar Pembangunan Kota Cirebon?", Senin (13/3) di Auditorium Kampus Utama Unswagati Cirebon.

Dalam diskusi tersebut membahas tentang progres pembangunan Kota Cirebon, lebih khususnya kepada pembahasan pembangunan infrastruktur publik daerah, dan narasumber yang berasal dari Pemerintah Daerah Kota Cirebon yang diwakili Staf Ahli Wali Kota Cirebon Bidang Pembangunan yakni Wahyo, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), dan Dinas Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD), Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, dan Polres Kota Cirebon.

Tak ketinggalan, LPM Setara juga menghadirkan Praktisi Hukum Agus Prayoga serta Akademisi yakni Khaerudin Himawan dan Agus Dimyati untuk memberikan pandangan terkait progres pembangunan di Kota Cirebon.

Tujuan digelarnya diskusi publik terkait pembangunan semata-mata untuk membangun opini publik, seperti yang diungkapkan oleh Muhamad Syahru, selaku Ketua Pelaksana (Ketuplak) diskusi publik LPM Setara. "Tujuannya untuk membangun opini publik terkait perihal pembangunan Kota Cirebon, karena belakangan ini kabar yang sedang hangat diperbincangkan di Kota Cirebon itu tentang Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 M yang diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur jalan yang pelaksanaannya tidak optimal, sehingga pada diskusi ini seluruh elemen, baik dari masyarakat umum, mahasiswa, akademisi dan praktisi bisa berkumpul satu meja untuk berdiskusi agar kedepannya pembangunan di Kota Cirebon menjadi lebih baik," ungkapnya saat ditemui setaranews.com disela-sela acara berlangsung, Senin (13/03).

Di sisi lain, Pimpinan Umum LPM Setara, Haerul Anwar berharap dalam acara tersebut. "Masyarakat berhak tahu proses dan  sejauh mana progres pembangunan di Kota Cirebon, dan melalui diskusi ini diharapkan bagi kita semua sebagai bagian dari masyarakat masyarakat Kota Cirebon untuk sadar akan kewajiban kita untuk mengontrol dan memperhatikan keadaan di Kota Cirebon, termasuk mengawal pembangunan di Kota Cirebon," ujarnya, Senin (13/03).

Acara diskusi publik dimulai pukul 09.00 WIB hingga selesai dan dihadiri oleh kisaran 160 peserta.

Jumat, 10 Maret 2017

Ini Tanggapan Agus Dimyati Terkait Polemik DAK

Cirebon, Setaranews.com – Polemik Dana Alokasi Khusus (DAK) 96 M yang diduga telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya mengundang tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Agus Dimyati selaku akademisi dari Bidang Hukum yang menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon.

Agus menuturkan penyimpangan DAK harus didasarkan pada adanya fakta-fakta, jikalau fakta-fakta tersebut memperlihatkan hasil pengerjaan yang memang dianggap adanya penyimpangan, maka instansi terkait harus melakukan tindakan terhadap polemik tersebut.

Agus pun menganggap jika Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terlalu terburu-buru dalam menyerahkan proyek pembangunan infrastruktur kepada kontraktor bangunan. "Dinas PU dinilai terlalu gegabah dalam memberikan proyek pembangunan infrastruktur kota kepada kontraktor bangunan,” ujarnya pada Setaranews.com di Kampus III, Gedung Fakultas Hukum, Rabu (8/3).

Sebab, lanhut Agus, dalam sebuah proyek pasti ada salah satu lembaga yang ditunjuk sebagai pengawas jalannya proyek tersebut. Dalam hal anggaran, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi berjalannya pembangunan.

Dalam pengerjaan, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi jalannya pembangunan kota karena pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, Agus menduga ada dua kemungkinan terkait kucuran dana 96 M yang bersumber dari APBN tersebut. Pertama, pemerintah kota Cirebon memberikan dana kepada kontraktor secara bertahap sehingga pembangunan proyek tidak sesuai spesifikasi. Kedua, dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor, tetapi kontraktor tidak melaksanakan proyek sesuai SPK (Surat Perintah Kerja). Dia juga tidak sependapat, jika pembangunan proyek molor dikarenakan alasan cuaca.

''Jika alasan kontraktor menunda proyek karena cuaca itu sangat tidak masuk akal. Karena logikanya gini, di Bandung aja yang intensitas cuacanya lebih tinggi, semua pelaksanan pembangunan berjalan baik. Kenapa cirebon tidak bisa? Tapi jika dikerjakan sesuai dengan undang-undang saya yakin semua proyek pembangunan infrastruktur kota pasti akan berjalan dengan baik. Jika memang pemerintah tidak mampu melakukan tugasnya kita harus ganti ketua dinasnya. Pengawasan yang dilakukan harus by system, jika sudah terlihat adanya penyimpangan langsung lakukan pemanggilan kepada instansi terkait," kata Agus.

Proyek yang tidak selesai pada waktu yang disepakati yakni 21 Desember 2016 justru diperpanjang (addendum) hingga 21 Maret 2017. Namun lagi-lagi, pengerjaaan proyek belum selesai pada waktu yang telah ditentukan pada addendum.

Meski ada undang-undang yang mengatur tentang addendum, tetapi persoalannya bukan pada perpanjangan lama waktunya melainkan hasil bangunannya. Addendum dilakukan bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

''Jika tidak ada perbaikan maka pemkot melalui PU harus mencabut SPK guna menghindari kerugian anggaran dana, kejaksaan harus cepat bertindak. Hasil audit wajib dipublikasikan demi kepentingan banyak orang. Penandatanganan SPK juga sebenernya itu harus disaksikan oleh KPK jika tidak ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran dana,'' jelas Agus.

Untuk meninjau sejauh mana keberhasilan pelaksanaan proyek DAK, pasti adanya evaluasi pelaporan pada SPK yang sudah disepakati, evaluasi dilakukan di per-triwulan sekali. (Felis)

 

Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon

Kamis, 09 Maret 2017

LPM Setara Gaet Pemerintah Cirebon dalam Diskusi Publik

Cirebon, Setaranews.com – Guna menuju ke arah Kota Cirebon Metropolitan Raya, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan yang digadang-gadang akan terealisasi pada tahun 2025. Tetapi dibalik pembangunan yang sedang gencar-gencarnya tersebut, terjadi beberapa indikasi kebobrokan di dalamnya.

Menyikapi hal demikian, Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon berinisiatif mengadakan Diskusi Publik terkait pembangunan Kota Cirebon. Sebagai organisasi mahasiswa (ormawa) yang bergelut di bidang Jurnalistik, LPM Setara memang kerap menyoroti isu-isu lokal maupun nasional yang sedang berkembang.

Berbagai pihak sudah diundang dan akan menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut. Dimulai dari Walikota Cirebon, Komisi B DPRD Kota Cirebon, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPU-PR), Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD), dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon.

Muhammad Syahru selaku Ketua Pelaksana (Ketuplak) berharap dengan adanya Diskusi Publik ini untuk menjembatani sejumlah pihak terkait untuk berdialog dan berdiskusi bersama mahasiswa dan masyarakat agar menghasilkan solusi-solusi terbaik bagi Kota Cirebon.

“Kami sendiri sudah memberikan ruang agar mahasiswa dan masyarakat sendiri bisa berdialog dan berdiskusi langsung dengan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembangunan di Kota Cirebon. Diharapkan sih akan ada solusi-solusi yang dapat diterapkan untuk pembangunan Kota Cirebon ini.” Tutur mahasiswa Fakultas Pertanian Unswagati tersebut, Kamis (9/3).

Selasa, 07 Maret 2017

Mahasiswa Minta Kejari Tegak Kawal Kasus DAK 96 Miliar

Cirebon, Setaranews.com - Terkait dugaan penyelewengan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 Miliar yang dikhususkan untuk pembangunan infrastruktur publik daerah, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon kembali menggelar aksi. Kali ini aksi dilakukan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon, yang sebelumnya juga telah melakukan aksi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Wali Kota Cirebon.

(Baca juga: Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon)

Massa aksi  mempertanyakan langkah-langkah Kejari terkait pengawalan kasus DAK 96 M dan meminta kejari untuk tegak dalam mengawal penegakan hukum. "Sejauh mana langkah-langkah kejari kota cirebon dalam mengawal kasus ini, dan kami juga meminta kepada kejari untuk tegak dan tegas dalam mengawal proses demokrasi dan penegakan hukum. Karena dua lembaga tersebut yang menjadi harapan masyarakat ketika dua lembaga tersebut tidak dipercayai lagi oleh masyarakat, maka patut dibilang kota cirebon memang benar-benar bobrok", ungkap Mumu Sobar Mukhlis, Juru Bicara (Jubir) Gemsos Cirebon, Senin (6/3).

Menanggapi hal tersebut, Fajar Gurindro, selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) mewakili Kejari Kota Cirebon untuk menemui massa aksi. "Sebetulnya ini bukan dalam kompetensi saya, tapi saya mewakili wujud baik kejari untuk menerima aspirasi teman-teman mahasiswa dan untuk aspirasi kalian kami tampung dan akan melengkapi aspirasi-aspirasi mahasiswa yang terdahulu, intinya ini memang bukan kompetensi saya," ujarnya kepada massa aksi.

 

Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur, Ini Kata Pemkot Cirebon

Senin, 06 Maret 2017

Akademisi Unswagati Beri Komentar Soal DAK

Cirebon, Setaranews.com – Persiapan menuju Kota Cirebon Metropolitan yang digadang-gadang akan terlaksana pada tahun 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur di tahun 2016 hingga 2017. Untuk pembangunan infrastruktur tersebut, Pemkot Cirebon mendapat kucuran biaya yang bersumber dari DAK (Dana Alokasi Khusus) senilai 96 M.

Namun dalam pengerjaannya, proyek tersebut menuai banyak polemik dan yang seharusnya selesai pada 21 Desember 2016 pun molor hingga 21 Maret 2017, setelah disepakati adanya addendum (perpanjangan kontrak).

Menyikapi hal tersebut, Dudung Hidayat selaku Wakil Rektor III Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) dan akademisi dari bidang Hukum menyimpulkan bahwa Pemkot Cirebon sebenarnya mempunyai usaha dan upaya untuk memajukan daerah, tapi dalam pelaksanaanya pemerintah setempat tampak seperti tidak konsisten. Pemakaian DAK senilai 96 M tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemkot Cirebon. "Yah dapat kita lihat secara real, dengan dana 96 M ternyata pengerjaannya asal-asalan. Keliatannya sing penting jadi," ujarnya pada Setaranews.com di Kampus Utama Unswagati, Sabtu 4 Maret 2017

Pengawasan terhadap pemakaian DAK 96 M pun dirasakan masih kurang, sebab masih terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu termasuk kontraktor yang secara langsung mengerjakan pembangunan infrastruktur tersebut. "Kalau bener-benar diawasi 'kan hasil produknya bagus, pengerjaannya juga bisa tepat waktu," kata Dudung.

Dilansir dari radarcirebon.com, perpanjangan kontrak proyek 90 hari tersebut, kini hanya tersisa kurang lebih 2 pekan menjelang berakhirnya kontrak. Banyak pekerjaan terbengkalai. Bahkan, proyek box culvert di dekat Lampu Merah Gunungsari, mangkrak.

Menyoal proyek DAK di empat kecamatan lainnya selain Harjamukti, diantaranya trotoarisasi Jalan Siliwangi belum dikerjakan termasuk perbaikan saluran di jalan protokol tersebut belum ada pekerjaan.

Pengerjaan trotoarisasi belum disentuh sama sekali di jalan Kartini. Begitu pun Jalan Pantai Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Kejaksan, belum ada urugan samping beton yang telah dibuat. Kerusakan yang terjadi, juga belum diperbaiki.

Selain itu, di kecamatan Lemahwungkuk dan Pekalipan, pada jalan Petratean masih dalam pembuatan trotoarisasi. Sedangkan, pembangunan box culvert yang sempat terhenti karena terkendala bahan.

"Kalau regulasi kontraktor bisa menyelesaikan proyek tersebut yah silahkan dilanjutkan, tapi kalau ngga bisa yah jangan dipaksa dibisa-bisain karena bisa jadi temuan-temuan yang akan menjadi masalah. Semua kan udah diatur oleh perundang-undangan yang jelas dan perjanjian terdahulunya, jika ga bisa yah diadakan lelang kembali atau pembaruan kontrak. Bukannya menyelesaikan masalah malah membuat masalah," jelas Dudung soal pembangunan yang molor.

 

Berita lainnya: Proyek DAK 96 M, KNPI Netral

Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon

Cirebon, Setaranews.com - Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon kembali melakukan aksi terkait dugaan indikasi korupsi proyek pembangunan infrastruktur publik daerah dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 Miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kali ini, massa aksi menuntut akan komitmen  DPRD Kota Cirebon dalam menjalankan peran dan fungsi kontrolnya.

Massa aksi yang berkumpul di jalan Pemuda langsung menuju DPRD Kota Cirebon. Sesampainya di lokasi, massa aksi langsung berbaris dan berorasi menuntut agar DPRD bisa menemui massa aksi.

"Kami ingin menagih komitmen sebagai wakil rakyat dalam menjalankan controling terhadap kasus-kasus yang sudah pasti merugikan rakyat secara langsung, salah satunya soal DAK 96 M yang pengerjaannya mangkrak sampai saat ini dan selalu diberikan addendum. Kalau ditinjau secara nalar, DAK di tahun ini sudah keluar anggaran baru dan itu sudah kelar pengerjaannya. Nah ini anggaran tahun lalu belum juga kelar," ungkap Mumu Sobar Muklis, Jubir Gemsos dalam aksinya di depan kantor DPRD, Senin 6 Maret 2017 .

Tapi, ketika massa aksi berorasi, tidak ada satu pun anggota DPRD Kota Cirebon yang berada di kantor. Massa aksi merasa kesal dan kecewa atas fakta di lapangan, akhirnya DPRD pun menjadi bahan bulan-bulanan.

"Tak ada satu orang pun di Kantor DPRD, katanya sedang Sidak. Mending saja kalau setelah sidak membuahkan hasil, wong biasanya hanya seremonial belaka, sama halnya seperti soal DAK saat ini. Hasilnya sama saja hanya mengeluarkan rekomendasi, terus kelar begitu saja tanggung jawabnya. Sungguh dangkal sekali pemikirannya," ujar Mumu.

Tak sampai di situ saja, massa aksi  langsung menyambangi gedung Sekretariat Dewan (Sekwan) sambil berorasi. Akhirnya, ditemui oleh Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon yang secara kebetulan baru datang.

"Soal DAK masih dikaji oleh komisi B. Kami belum menerima hasil atau laporan dari komisi B. Dan kami akan bertindak setelah ada hasil dari BPK atau  setelah masa addendum itu selesai," ungkap Lili Eliyah menjelaskan kepada massa aksi.

 

Berita lainnya: Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon Angkat Bicara Soal Proyek DAK

Sabtu, 04 Maret 2017

DAK 96 Milyar Sudah Habis Awal Maret

Cirebon, Setaranews.com – Pemerintah kota Cirebon kini tengah melakukan perbaikan infrastruktur jalan di lima kecamatan, yakni Harjamukti, Lemahwungkuk, Kejaksan, Pekalipan, dan Kesambi. Perbaikan ini bersumber dari DAK (Dana Alokasi Khusus) dengan nilai sebesar 96 Milyar. DAK bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

DAK 96 Milyar diajukan pada 2014 dan cair pada akhir 2015, dengan melalui pengajuan proposal oleh Walikota ke pemerintah pusat. DAK diperuntukan untuk pembangunan jalan, jembatan, drainase, dan trotoar.

“DAK itu khusus, namanya juga khusus. Jadi tidak boleh dipakai untuk yang lain, untuk bangun gedung, atau lapangan. Khusus untuk jalan aja, dan ini sudah masuk ke kas daerah kita. Ini sudah diberikan ke daerah jadi tidak bisa dibalikan lagi ke Jakarta,” ujar Yudi Wahono selaku Sekertaris Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Kota Cirebon saat ditemui setaranews.com di ruangannya, Jumat (3/2).

Pada awal Maret ini, Yudi mengatakan jika proses pengerjaan jalan di lima kecamatan hampir seratus persen dan sudah menghabiskan dana 96 Milyar tersebut. “Sudah selesai, hampir seratus persen. Dan dana juga sudah habis. Hasilnya juga sudah bisa dirasakan masyarakat,” tambahnya.

Seperti yang diketahui, Walikota melakukan addendum (perpanjangan kontrak) dikarenakan proses pengerjaan yang belum selesai. Pada kontrak berakhir 21 Desember 2016, namun kini diperpenjang sampai 21 Maret 2017 dengan pertimbangan agar pengerjaan jalan yang belum selesai ini tidak memperparah kondisi.

“Saya punya pemikiran, jika ini dihentikan nanti akan mangkrak, pekerjaan yang belum selesai nanti justru akan memperparah keadaan sehingga kami memberikan kesimpulan jika ini diperpanjang, namun dengan beberapa sanksi yang harus mereka terima,” ungkapnya.

Yudi pun menjelaskan jika keterlambatan tersebut dikarenakan faktor cuaca, tenaga kerja, dan ketersediaan bahan yaitu batu alam yang menjadi rebutan. Sanksi yang diberikan kepada kontraktor asal Jakarta terkait molornya pengerjaan berupa denda keterlembatan, yaitu per-seribu mil dikali jumlah hari, lalu dikali jumlah kontrak yang harus diselesaikan.

Pembangunan yang tengah dilakukan pemerintah kota berkaitan dengan wacana menuju Cirebon metropolitan, menjadikan Cirebon sebagai kota tujuan.

 

Berita lainnya: Proyek DAK 96 M, KNPI Netral

Kamis, 02 Maret 2017

Proyek DAK 96 M, KNPI Netral

Cirebon, Setaranews.com – Proyek DAK 96 Milyar banyak menimbulkan pelanggaran seperti yang ditemukan oleh DPRD Kota Cirebon. Pelanggaran yang dimaksudkan berupa ketidaksesuaian dengan spesifikasi, proses pembuatan yang tidak benar hingga keterlambatan waktu penyelesaian. Hal tersebut memicu tanggapan beragam dari sejumlah pihak. Salah satunya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Cirebon.

(Baca Juga: Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon Angkat Bicara Soal Proyek DAK)

Sebagai organisasi kepemudaan, KNPI diharapkan harus mampu menyikapi secara obyektif berbagai problem sosial yang terjadi dan menyikapinya secara kritis, korektif dan konstruktif. Seperti yang ditulis oleh Simanugkalit Rai dalam artikelnya yang dimuat di kompasiana.com dengan judul Meluruskan Kembali Peran dan Fungsi Organisasi Pemuda.

Sejalan dengan hal tersebut, KNPI Kota Cirebon pun memiliki misi untuk menjadikan KNPI sebagai rumah organisasi kepemudaan di Cirebon dan menumbukan semangat bahwa pemuda mempunyai peran penting dalam pembangunan daerah di segala bidang. Misi tersebut disampaikan oleh Firman Nugraha, ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) saat pelantikan pengurus KNPI pada Februari 2016, seperti dilansir fajarnews.com.

Dari perannya tersebut, terkait polemik yang terjadi dalam proyek DAK 96 M ini KNPI menanggapinya dengan sikap netral. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris DPD KNPI Kota Cirebon, Anton Sulaiman, kepada SetaraNews.com.

"KNPI pengennya terbaik intinya pemerataan di seluruh kota. Kalau emang salah ya salahkan, kalau benar ya lanjutkan." Ujarnya, Senin (27/2).

Anton pun berpendapat bahwa Proyek DAK 96 M ini pasti sudah dikaji oleh pemerintah sendiri dengan solusi-solusi terbaik yang mereka miliki. "Saya yakin walikota dan beberapa orang-orang terkait punya alternatif terbaik untuk masalah tersebut dan mereka lah yang lebih tau tentang masalah itu baik kesalahan dan kelemahannya." Tandasnya.

 

Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur, Ini Kata Pemkot Cirebon

Pembangunan Infrastruktur, Ini Kata Pemkot Cirebon

Cirebon, Setaranews.com – Menuju Cirebon Metropolitan yang digadang-gadang akan terjadi pada tahun 2025. Untuk menuju ke arah sana, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon dan pihak-pihak terkait sedang melakukan pembangunan besar-besaran di tahun 2016 hingga 2017.

Di tahun 2016, Kota Cirebon memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sangat fantastis yakni sebesar 96 M hanya untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, trotoar dan jembatan. Namun, proyek yang seharusnya rampung pada 21 Desember 2016 ini mengalami keterlambatan, sehingga dilakukan perpanjangan kontrak (addendum) hingga 21 Maret 2017.

Menurut Dr. H. Wahyo M.Pd selaku Staf Ahli Pembangunan Kota Cirebon membenarkan bahwasanya ada keterlambatan pengerjaan proyek infrastruktur DAK 96 M. “Kan ini berkesinambungan terus, ini dianggarkan untuk tahun 2016, tapi karena waktu yang mepet sehingga tidak tuntas di tahun 2016, sehingga diadakan addendum, lalu dilanjut hingga Maret 2017,” ungkapnya saat ditemui oleh Setaranews.com di Sekertariat Daerah (Setda) sementara, Komplek Bima, Cirebon, Rabu (1/3).

Menurutnya, progress pembangunan jalan di Kota Cirebon mencapai 80%. “Sudah kelar atau belum pengerjaan yang terjadi, atau nantinya akan dibagaimanakan, yang tahu persisnya adalah dinas terkait, dinas PU (Pekerjaan Umum),” jawab Wahyo.

Dijelaskan Wahyo, Pemerintah Kota Cirebon dalam hal proyek pembangunan infrastruktur DAK 96 M sebagai pemberi kebijakan. “Sebagai pemilik, yang mempunyai kebijakan untuk membangun cirebon,” kata Wahyo.

Kemudian, DAK ini sebenarnya bersifat habis satu tahun anggaran. Tapi berhubung proyek ini tidak bisa dilakukan hanya dalam satu tahun pengerjaan, alias ada keterlambatan, maka pihak-pihak terkait mengajukan ke Kementerian Keuangan agar bisa dilanjutkan.

Baca juga:  DPPKAD: Pengelolaan DAK Wewenang PU