Setaranews.com - Dunia sudah mulai memasuki era Industry 4.0 atau Revolusi Industri 4. Penggunaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) berkembang sangat pesat. Mempengaruhi kehidupan manusia dari berbagai aspek. Sembari duduk di sofa rumah, orang-orang bisa berbelanja apapun; barang-barang kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Transaksinya sangat mudah, orang-orang tidak butuh mengantri di bank. Lewat e-banking mereka sudah bisa mengirim uangnya. Tidak terbatas ruang dan waktu asalkan terkoneksi internet. Kemudian, pangkalan ojek konvensional menjadi sepi. Orang-orang berpindah haluan ke sesuatu yang lebih modern, ojek online. Atau ketika ingin membaca buku, orang-orang sudah benar-benar tidak membaca buku. Yang dipegang bukan lagi buku, melainkan ponsel pintar. Mereka membaca e-book. Semua serba digital, itulah tanda era Industry 4.0.
Begitulah pembukaan yang disampaikan Budi Rahardi dan Adam Mahadika dalam diskusi Midang Lan Medang #1 tentang “Industry 4.0” di Mubtada Kopi, Jl. Perjuangan, Gg. Kampus, Kota Cirebon, Kamis (11/10). Budi adalah seorang fotografer, design grafis dan developer start up. Sementara Adam adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi di Unswagati yang sadar betul peran generasi muda untuk turut andil dalam Industry 4.0.
Sejarah Revolusi Industri dan Ancaman Industry 4.0 untuk Manusia
Sebelum memasuki Industry 4.0, dunia sudah mengalami 3 kali revolusi industri. Revolusi industri yang pertama terjadi di Inggris ditandai dengan ditemukannya mesin uap pada 1970. Kemudian mesin uap ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di bidang manufaktur, sosial, ekonomi dan budaya. Yang kedua, adanya perkembangan teknologi listrik dan jalur perakitan untuk produksi massal. Yang ketiga, kemajuan dalam bidang otomatisasi bertenaga komputer untuk memprogram mesin dan jaringan. Lalu, yang keempat, wujud penyempurnaan dari revolusi industri sebelumnya. Menggabungkan teknologi otomatisasi dan teknologi cyber.
Ternyata, di era serba digital ini, Industry 4.0 menjadi ancaman bagi manusia. Permasalahan-permasalahan baru akan muncul seperti ketimpangan ekonomi; ini mengarah pada struktur pasar yang bersifat monopolistik dampak dari platform effect. Dimana perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Amazon dan Ali Baba menguasai pasar sekitar 80%. “Yang dominan pemilik modal, sementara kelas pekerja akan semakin miskin. Dan Indonesia dalam bahaya, karena kita bermental pekerja.” Papar Adam.
Selain itu, pengangguran massal bisa saja terjadi, penemuan-penemuan mesin yang menggantikan pekerjaan manusia mulai bermunculan sebut saja Amazon Go yang menggeser kasir di gerai-gerai supermarket; penemuan mobil yang bisa berjalan tanpa supir; kurir digantikan drone dalam mengirim barang dan profesi wartawan yang terancam dalam pengembangan Narrative Science. “Pilihannya cuma ada dua di era Industry 4.0 ini, ingin ketinggalan atau melebur?” Tanya Budi pada peserta diskusi.
Peran Generasi Muda dalam Industry 4.0
Pengguna internet di Indonesia yang sudah mencapai 50% dan rata-rata menghabiskan waktunya kurang lebih 9 jam untuk berselancar di internet; membuat Instagram Story atau membuat status di Whats App. Dirasa Adam tidak dibarengi dengan produktifitas. Padahal menurutnya, kemampuan ponsel pintar menunjang untuk menghasilkan kreatifitas yang beragam; hasil foto dan video dengan kualitas bagus, mengedit foto dan video, menggambar, menjalankan bisnis online dan membuat musik. “Disisi lain skill generasi muda untuk memakai komputer dan memaksimalkan internet dirasa rendah. Dan ini akan berpengaruh pada mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Ternyata masalahnya bukan pada lapangan pekerjaan. Tapi pada kurangnya skill yang dimiliki.” Tukasnya.
Masih menurut Adam, terkait industri. Industri bukan hanya menjadi milik perusahaan-perusahaan besar. Tapi juga bisa menjadi milik orang-orang dengan ide-ide kreatif untuk mengembangkan kemampuannya. Maka tercetuslah sebuah istilah industri kreatif.
Bicara tentang industri kreatif, Budi selaku pelaku dalam industri kreatif pun berbagi pengalamannya. Ia pernah mewujudkan sebuah ide dengan dana yang minim. Kuncinya, waktu itu, ia tidak berhenti di tempat. Tapi mencari orang-orang yang bisa membantu mewujudkan dan mematenkan idenya. “Buat anak-anak muda jangan berhenti membuat ide dan mengeksplor diri. Kalau punya ide dan bingung mulai dari mana, kuncinya ngobrol dan perbanyak koneksi.” Pesannya. Mematenkan ide pun menjadi hal yang penting bagi Budi agar tidak diclaim begitu saja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Terakhir ia bertutur, China memimpin dalam pengembangan inovasi dan pemasaran global, serta sadar dan rutin mendaftarkan HAKI (Hak Kekayaan atas Intelektual).
Tampilkan postingan dengan label Diskusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Diskusi. Tampilkan semua postingan
Jumat, 12 Oktober 2018
Kamis, 06 Juli 2017
Terkait Kasus TPA, Komunitas Cirebon Timur Gelar Camping Diskusi Rasa
Losari, Setaranews.com - Tempat Pembuangan Hasil Akhir (TPA) yang terletak di Cirebon bagian timur, tepatnya di Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon sedang banyak diperbincangkan oleh kalangan masyarakat terkait keberadaannya yang dapat mencemari Sungai Cisanggarung yang letaknya tepat disamping lokasi TPA Ciledug. Terkait hal tersebut, Komunitas Cirebon Timur mengadakan Camping Diskusi Rasa yang diselenggarakan di Pulau Gara-Gara, Desa Karangdempel, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes-Jawa Tengah.
Acara tersebut berlangsung selama dua hari (05-06 juli 2017) dan dihadiri oleh berbagai komunitas, diantarannya Mahasiswa Pecinta Alam Gunung Jati (Mapala Gunati), komunitas peduli lingkungan, OI, Anak Wayang, Petakala Grage, Wong Losari dan Gempala, Ikamatsaba, Komunitas Backpacker Cirebon dan warga cirebon timurnya sendiri juga turut ikut serta dalam acara tersebut.
Tujuan diadakannya acara tersebut sebagai ajang silaturrahmi antar komunitas dan juga sebagai bentuk pengaplikasian dari suatu komitmen warga cirebon mengenai pengawalan kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA), "Mari kita jalin silaturami dengan kegiatan ini tapi tidak mengurangi dari komitmen kita dalam menanggulangi permasalahan yang ada di lingkungan kita," ungkap Jarot, Koordinator komunitas cirebon timur saat ditanya oleh setaranews.com, Rabu (05/07) di pulau Gara-Gara, Brebes-Jawa Tengah.
Disisi lain, Epri Fahmi, salah satu peserta camping diskusi rasa cirebon timur beranggapan bahwa acara yang diadakan di tempat terpencil (Pulau Gara-Gara. red) merupakan ajang liburan peduli lingkungan, "Ini nih salah satu liburan sembari belajar, rekreasi sembari tetap peduli pada lingkungan, apalagi pulau gara-gara tersebut merupakan pulau yang masih terisolir dan masih sangat alami," ujarnya.
Dalam acara tersebut, para komunitas yang hadir dalam Camping Diskusi Rasa juga melakukan penanaman mangrove bakau dan diskusi lingkungan terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang mencemari Sungai Cisanggarung.
Acara tersebut berlangsung selama dua hari (05-06 juli 2017) dan dihadiri oleh berbagai komunitas, diantarannya Mahasiswa Pecinta Alam Gunung Jati (Mapala Gunati), komunitas peduli lingkungan, OI, Anak Wayang, Petakala Grage, Wong Losari dan Gempala, Ikamatsaba, Komunitas Backpacker Cirebon dan warga cirebon timurnya sendiri juga turut ikut serta dalam acara tersebut.
Tujuan diadakannya acara tersebut sebagai ajang silaturrahmi antar komunitas dan juga sebagai bentuk pengaplikasian dari suatu komitmen warga cirebon mengenai pengawalan kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA), "Mari kita jalin silaturami dengan kegiatan ini tapi tidak mengurangi dari komitmen kita dalam menanggulangi permasalahan yang ada di lingkungan kita," ungkap Jarot, Koordinator komunitas cirebon timur saat ditanya oleh setaranews.com, Rabu (05/07) di pulau Gara-Gara, Brebes-Jawa Tengah.
Disisi lain, Epri Fahmi, salah satu peserta camping diskusi rasa cirebon timur beranggapan bahwa acara yang diadakan di tempat terpencil (Pulau Gara-Gara. red) merupakan ajang liburan peduli lingkungan, "Ini nih salah satu liburan sembari belajar, rekreasi sembari tetap peduli pada lingkungan, apalagi pulau gara-gara tersebut merupakan pulau yang masih terisolir dan masih sangat alami," ujarnya.
Dalam acara tersebut, para komunitas yang hadir dalam Camping Diskusi Rasa juga melakukan penanaman mangrove bakau dan diskusi lingkungan terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang mencemari Sungai Cisanggarung.
Kamis, 31 Maret 2016
Bahayanya Mengkonsumi Narkotika, Moralitas Bisa Sirna
Unswagat Cirebon, Setaranews.com - Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen (HIMAJEMEN) mengadakan diskusi bulanan yang bertemakan “We Care, Becaose We Know” yang dibawakan oleh pihak BNN (Badan Narkotika Nasional) Kota Cirebon. Diskusi ini difokuskan pada rendahnya moralitas akibat mengkonsumsi narkotika.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Pelaksana acara diskusi, Sella Inggriani, diskusi ini bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih peduli mengingat rapuhnya nilai moral dilingkungan kota Cirebon itu sendiri, yang salah satu penyebabnya yaitu narkotika yang menjamur dikalangan pemuda, atau mahasiswa.
“kita sebagai mahasiswa harus mengetahui dan harus peduli betapa rapuhnya nilai moral di kota Cirebon ini, khususnya narkotika yang perlahan merusak nilai moral kita,” ungkapnya kepada setaranews, Kamis (31/03)
Lanjut Shella, bahwa diskusi ini merupakan kegiatan rutin bulanan dari HIMAJEMEN itu sendiri. Namun, dikarenakan proses sosialisasi kami kurang maka jumlah peserta yang menghadiri acara diskusi ini belum optimal.
"Kuota peserta yang disediakan panitia sebanyak 40 peserta yang difokuskan pada mahasiswa jurusan manajemen, tapi diskusi hanya dihadiri oleh 27 mahasiswa jurusan manajemen saja, yang terdiri dari 15 peserta non-HIMAJEMEN, dan 12 peserta lainya berasal dari anggota HIMAJEMEN sendri," katanya. (Awank)
Editor: Epri Fahmi Aziz
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Pelaksana acara diskusi, Sella Inggriani, diskusi ini bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih peduli mengingat rapuhnya nilai moral dilingkungan kota Cirebon itu sendiri, yang salah satu penyebabnya yaitu narkotika yang menjamur dikalangan pemuda, atau mahasiswa.
“kita sebagai mahasiswa harus mengetahui dan harus peduli betapa rapuhnya nilai moral di kota Cirebon ini, khususnya narkotika yang perlahan merusak nilai moral kita,” ungkapnya kepada setaranews, Kamis (31/03)
Lanjut Shella, bahwa diskusi ini merupakan kegiatan rutin bulanan dari HIMAJEMEN itu sendiri. Namun, dikarenakan proses sosialisasi kami kurang maka jumlah peserta yang menghadiri acara diskusi ini belum optimal.
"Kuota peserta yang disediakan panitia sebanyak 40 peserta yang difokuskan pada mahasiswa jurusan manajemen, tapi diskusi hanya dihadiri oleh 27 mahasiswa jurusan manajemen saja, yang terdiri dari 15 peserta non-HIMAJEMEN, dan 12 peserta lainya berasal dari anggota HIMAJEMEN sendri," katanya. (Awank)
Editor: Epri Fahmi Aziz
Langganan:
Postingan (Atom)