Jumat, 12 Oktober 2018

Pilih Ketinggalan atau Melebur dalam Industry 4.0?

Setaranews.com - Dunia sudah mulai memasuki era Industry 4.0 atau Revolusi Industri 4. Penggunaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) berkembang sangat pesat. Mempengaruhi kehidupan manusia dari berbagai aspek. Sembari duduk di sofa rumah, orang-orang bisa berbelanja apapun; barang-barang kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Transaksinya sangat mudah, orang-orang tidak butuh  mengantri di bank. Lewat e-banking mereka sudah bisa mengirim uangnya. Tidak terbatas ruang dan waktu asalkan terkoneksi internet. Kemudian, pangkalan ojek konvensional menjadi sepi. Orang-orang berpindah haluan ke sesuatu yang lebih modern, ojek online. Atau ketika ingin membaca buku, orang-orang sudah benar-benar tidak membaca buku. Yang dipegang bukan lagi buku, melainkan ponsel pintar. Mereka membaca e-book. Semua serba digital, itulah tanda era Industry 4.0.

Begitulah pembukaan yang disampaikan Budi Rahardi dan Adam Mahadika dalam diskusi Midang Lan Medang #1 tentang “Industry 4.0” di Mubtada Kopi, Jl. Perjuangan, Gg. Kampus, Kota Cirebon, Kamis (11/10). Budi adalah seorang fotografer, design grafis dan developer start up. Sementara Adam adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi di Unswagati yang sadar betul peran generasi muda untuk turut andil dalam Industry 4.0.

Sejarah Revolusi Industri dan Ancaman Industry 4.0 untuk Manusia

Sebelum memasuki Industry 4.0, dunia sudah mengalami 3 kali revolusi industri. Revolusi industri yang pertama terjadi di Inggris ditandai dengan ditemukannya mesin uap pada 1970. Kemudian mesin uap ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di bidang manufaktur, sosial, ekonomi dan budaya. Yang kedua, adanya perkembangan teknologi listrik dan jalur perakitan untuk produksi massal. Yang ketiga, kemajuan dalam bidang otomatisasi bertenaga komputer untuk memprogram mesin dan jaringan. Lalu, yang keempat, wujud penyempurnaan dari revolusi industri sebelumnya. Menggabungkan teknologi otomatisasi dan teknologi cyber.

Ternyata, di era serba digital ini, Industry 4.0 menjadi ancaman bagi manusia. Permasalahan-permasalahan baru akan muncul seperti ketimpangan ekonomi; ini mengarah pada struktur pasar yang bersifat monopolistik dampak dari platform effect. Dimana perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Amazon dan Ali Baba menguasai pasar sekitar 80%. “Yang dominan pemilik modal, sementara kelas pekerja akan semakin miskin. Dan Indonesia dalam bahaya, karena kita bermental pekerja.” Papar Adam.

Selain itu, pengangguran massal bisa saja terjadi, penemuan-penemuan mesin yang menggantikan pekerjaan manusia mulai bermunculan sebut saja Amazon Go yang menggeser kasir di gerai-gerai supermarket; penemuan mobil yang bisa berjalan tanpa supir; kurir digantikan drone dalam mengirim barang dan profesi wartawan yang terancam dalam pengembangan Narrative Science. “Pilihannya cuma ada dua di era Industry 4.0 ini, ingin ketinggalan atau melebur?” Tanya Budi pada peserta diskusi.

Peran Generasi Muda dalam Industry 4.0

Pengguna internet di Indonesia yang sudah mencapai 50% dan rata-rata menghabiskan waktunya kurang lebih 9 jam untuk berselancar di internet; membuat Instagram Story atau membuat status di Whats App. Dirasa Adam tidak dibarengi dengan produktifitas. Padahal menurutnya, kemampuan ponsel pintar menunjang untuk menghasilkan kreatifitas yang beragam; hasil foto dan video dengan kualitas bagus, mengedit foto dan video, menggambar, menjalankan bisnis online dan membuat musik. “Disisi lain skill generasi muda untuk memakai komputer dan memaksimalkan internet dirasa rendah. Dan ini akan berpengaruh pada mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Ternyata masalahnya bukan pada lapangan pekerjaan. Tapi pada kurangnya skill yang dimiliki.” Tukasnya.

Masih menurut Adam, terkait industri. Industri bukan hanya menjadi milik perusahaan-perusahaan besar. Tapi juga bisa menjadi milik orang-orang dengan ide-ide kreatif untuk mengembangkan kemampuannya. Maka tercetuslah sebuah istilah industri kreatif.

Bicara tentang industri kreatif, Budi selaku pelaku dalam industri kreatif pun berbagi pengalamannya. Ia pernah mewujudkan sebuah ide dengan dana yang minim. Kuncinya, waktu itu, ia tidak berhenti di tempat. Tapi mencari orang-orang yang bisa membantu mewujudkan dan mematenkan idenya. “Buat anak-anak muda jangan berhenti membuat ide dan mengeksplor diri. Kalau punya ide dan bingung mulai dari mana, kuncinya ngobrol dan perbanyak koneksi.” Pesannya. Mematenkan ide pun menjadi hal yang penting bagi Budi agar tidak diclaim begitu saja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Terakhir ia bertutur, China memimpin dalam pengembangan inovasi dan pemasaran global, serta sadar dan rutin mendaftarkan HAKI (Hak Kekayaan atas Intelektual).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar