Judul : Jurassic World: Fallen Kingdom
Tanggal rilis : 6 Juni 2018
Sutradara : Juan Antonio Bayona
Perusahaan produksi : Universal Studios, Amblin Entertainment
Pemain : Bryce Dallas Howard (Claire), Chris Pratt (Owen), Justice Smith
(Franklin), Daniella Pineda (Zia), Rafe Spall (Mills), B.D. Wong (Dr. Henry)
Resentator : Hari Saptarengga
Setaranews.com - Dinosaurus, makhluk yang berasal dari ratusan juta tahun lalu ini memang selalu mendapatkan tempat tersendiri bagi penikmatnya. Kehidupan mereka di masa lampau memang sangat menarik untuk diikuti. Pasti asyik kan pola hidup mereka dan cukup seru ketika kita membayangkan keberadaan mereka di zaman now ini kan?
Tahun 2015 kita cukup dikejutkan lewat film pertamanya "Jurassic World" yang bisa dikatakan cukup sukses jika dilihat dari reaksi penontonnya. Kini sekuelnya pun hadir dengan judul "Jurrasic World: Fallen Kingdom" yang di sutradarai oleh Juan Antonio Bayona. Naskahnya ditulis oleh Colin Trevorrow yang menyutradarai Jurassic World. Dalam "Fallen Kingdom" ini pemain-pemain sebelumnya yang pasti sudah akrab di kalangan penonton seperti Chris Pratt, Bryce Dallas-Howard, B.D Wong dan lainnya, serta para pemain baru yang tak kalah populer di dunia perfilman.
Setting cerita di ambil tiga tahun setelah peristiwa Indominus Rex di film pertama, taman megah pun sudah ditutup dan di pulau tersebut atau kita sebut Isla Nublar berada dalam kondisi yang sangat gawat karena erupsi gunung berapi. Dr. Claire Dearing yang sebelumnya menjadi manajer Jurassic World kini mengambil alih pimpinan Dinosaurus Protection Group (DPG) mendengar kabar tersebut dan sadar masih banyak sekali dinosaurus yang ada di Isla Nublar. Blue salah satu velociraptor yang di asuh Owen Grady dari kecil pun masih hidup dan diincar olehnya. Owen Grady yang ditemani dua anggota DPG yaitu Franklin Webb, mantan teknisi IT Jurassic World dan Dr. Zia Rodriguez. Namun mereka tidak menyadari konspirasi yang terjadi dibalik program penyelamatan dinosaurus yang mereka jalani.
Sejak tahun 1993 franchise ini memang sudah melegenda, dan bagi pecinta serial ini overall cukup baik, tapi dalam segi cerita masih kurang bisa di bilang greget. Alurnya memang lebih kelam apalagi saat tim penyelamat meninggalkan Isla Nublar yang terbakar, mungkin sebagian dari kalian meneteskan air mata saat menyaksikannya. Hanya saja dalam film yang berdurasi kurang lebih 128 menit ini terbilang simpel dan klimaksnya pun mainstream. Sang antagonis mengacau lalu protagonis pun yang menumpasnya. Mungkin sensasi lain yang bisa kita nikmati adalah scene-scene menegangkan dan beberapa jumpscare-nya. Oh iya disini kalian bakal melihat Owen dan Blue semakin mesra loh.
Dari sisi audio film ini cukup mengagumkan, musiknya asik dinikmati di setiap scene, kita bisa ikut merasakan ketegangannya saat momen yang memicu adrenalin, dan penonton seperti merasa menjadi Owen dan Claire di adegan-adegan emosional. Apik deh kalo dari sisi suaranya.
Jadi film Jurassic World: Fallen Kingdom ini cocok banget deh untuk ditonton bareng keluarga, karena lewat film ini kita bisa merasakan ketegangan dan emosional yang mendalam. Seperti ikatan kuat antara Owen dan Blue, serta ketulusan Claire untuk membantu para dinosaurus yang menyentuh hati kita.
Tampilkan postingan dengan label resensi film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label resensi film. Tampilkan semua postingan
Minggu, 10 Juni 2018
Senin, 06 November 2017
Resensi Film: 'Hujan Bulan Juni' Suguhkan Keindahan Kata-Kata dan Latar
Judul Film : Hujan Bulan Juni
Sutradara : Reni Nurcahyo dan Hestu Saputro
Penulis Naskah : Titien Wattimena
Produser : Chand Parwez Servia dan Avesina Soebli
Pemeran : Velove Vexia (sebagai Pingkan), Adipati Dolken (sebagai Sarwono)
Tanggal Rilis : 2 November 2017
Produksi : Sinema Imaji dan Starvision
Resentator : Fiqih Dwi Hidayah
Resensi Film, Setaranews.com - Novel Hujan Bulan Juni disajikan ke dalam bentuk film dengan plot yang cukup ringan. Tidak tertinggal dihujani puisi-puisi romantis ala sang penulis novel kawakan, Sapardi Djoko Damono. Sebelum merambah layar lebar, kepopularan Hujan Bulan Juni sudah terlebih dahulu hadir dalam bentuk musikalisasi puisi, lagu dan komik.
Film tersebut disutradarai oleh Reni Nurcahyo dan Hestu Saputro dengan latar yang indah di Manado dan Jepang. Jika ditelisik dari segi tema tidak banyak yang menarik. Sarwono hanyalah seorang pria yang merasa gelisah akan ditinggal Pingkan, sang pujaan hati yang tidak pernah lepas darinya, untuk belajar ke Jepang selama 2 tahun.
Pingkan adalah dosen muda Sastra Jepang sementara Sarwono adalah dosen Antropologi. Mereka mengajar di Universitas Indonesia. Sarwono digambarkan sebagai pria dewasa yang senang memberikan Pingkan puisi-puisi romantis. Sementara Pingkan digambarkan sebagai wanita ceria dengan senyum manis yang memikat Sarwono dan beberapa pria lainnya.
Sebelum keberangkatan Pingkan ke Negeri sakura itu, Sarwono memintanya untuk menemani dalam tugas presentasi kerjasama ke Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sementara, Manado sendiri adalah tanah kelahiran ayah Pingkan yang telah lama meninggal. Disanalah Sarwono bertemu keluarga besar Pingkan, dan mulai dipojokkan karena ia orang Solo, bukan Manado.
Penonton memang disuguhkan konflik perbedaan suku dan agama antara Sarwono dan Pingkan, tapi sejatinya kisah ini mengalir pada sepasang kekasih yang saling mencintai dengan sederhana, dan saling menghargai perbedaan. Bahkan keduanya melakukan perjalanan menyenangkan ke pelosok-pelosok indah Manado seperti pantai, sungai dan bangunan bersejarah. Sembari Sarwono menjadikan Pingkan inspirasi puisi-puisi yang lahir dari jemari-jemarinya.
Kemudian, dengan berat hati Pingkan berangkat ke Jepang. Selama di Jepang, ia ditemani oleh pria di masa lalunya, Katsuo. Pingkan menyaksikan bunga sakura yang selama ini ingin dilihatnya bermekaran, seiring kebimbangannya diantara dua pilihan Sarwono ataukah Katsuo.
Pingkan diperankan oleh Velove Vexia, ia berhasil menyampaikan rasa dari puisi-puisi Sarwono dengan cukup apik. Sayangnya, Sarwono yang diperankan oleh Adipati Dolken terdengar kaku tatkala bernarasi membacakan puisi-puisinya sendiri, sehingga rasa yang ingin disampaikan kurang menyentuh penonton. Tapi untuk pembawaan karakter Sarwono, ia boleh juga.
Kemudian yang menjadi kebingungan amat mencolok adalah terkait setting waktu dalam film. Dalam novel, setting waktu diambil pada era yang terbilang modern yang otomatis disesuaikan pada penggambaran suasana dan tokoh. Sementara dalam film ada semacam kesaruan, beberapa adegan yang menampilkan pakaian, latar, hingga suasana seolah-olah digambarkan agak Indonesia tempo dahulu. Entah ini ketidaksengajaan atau kesengajaan, rupanya film ini ingin mempunyai dunianya sendiri.
Tapi yang jelas, dalam film, kalian tidak menemukan ending yang sama seperti di novel. Apapun itu, film yang sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia sejak 2 November 2017 ini, agaknya cocok ditonton dengan orang-orang terkasih, ya?
Sutradara : Reni Nurcahyo dan Hestu Saputro
Penulis Naskah : Titien Wattimena
Produser : Chand Parwez Servia dan Avesina Soebli
Pemeran : Velove Vexia (sebagai Pingkan), Adipati Dolken (sebagai Sarwono)
Tanggal Rilis : 2 November 2017
Produksi : Sinema Imaji dan Starvision
Resentator : Fiqih Dwi Hidayah
“Aku musafir yang sedang mencari air, kamu sungai yang melata dibawah padang pasir.”
–Sarwono pada Pingkan–
Resensi Film, Setaranews.com - Novel Hujan Bulan Juni disajikan ke dalam bentuk film dengan plot yang cukup ringan. Tidak tertinggal dihujani puisi-puisi romantis ala sang penulis novel kawakan, Sapardi Djoko Damono. Sebelum merambah layar lebar, kepopularan Hujan Bulan Juni sudah terlebih dahulu hadir dalam bentuk musikalisasi puisi, lagu dan komik.
Film tersebut disutradarai oleh Reni Nurcahyo dan Hestu Saputro dengan latar yang indah di Manado dan Jepang. Jika ditelisik dari segi tema tidak banyak yang menarik. Sarwono hanyalah seorang pria yang merasa gelisah akan ditinggal Pingkan, sang pujaan hati yang tidak pernah lepas darinya, untuk belajar ke Jepang selama 2 tahun.
Pingkan adalah dosen muda Sastra Jepang sementara Sarwono adalah dosen Antropologi. Mereka mengajar di Universitas Indonesia. Sarwono digambarkan sebagai pria dewasa yang senang memberikan Pingkan puisi-puisi romantis. Sementara Pingkan digambarkan sebagai wanita ceria dengan senyum manis yang memikat Sarwono dan beberapa pria lainnya.
Sebelum keberangkatan Pingkan ke Negeri sakura itu, Sarwono memintanya untuk menemani dalam tugas presentasi kerjasama ke Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sementara, Manado sendiri adalah tanah kelahiran ayah Pingkan yang telah lama meninggal. Disanalah Sarwono bertemu keluarga besar Pingkan, dan mulai dipojokkan karena ia orang Solo, bukan Manado.
Penonton memang disuguhkan konflik perbedaan suku dan agama antara Sarwono dan Pingkan, tapi sejatinya kisah ini mengalir pada sepasang kekasih yang saling mencintai dengan sederhana, dan saling menghargai perbedaan. Bahkan keduanya melakukan perjalanan menyenangkan ke pelosok-pelosok indah Manado seperti pantai, sungai dan bangunan bersejarah. Sembari Sarwono menjadikan Pingkan inspirasi puisi-puisi yang lahir dari jemari-jemarinya.
Kemudian, dengan berat hati Pingkan berangkat ke Jepang. Selama di Jepang, ia ditemani oleh pria di masa lalunya, Katsuo. Pingkan menyaksikan bunga sakura yang selama ini ingin dilihatnya bermekaran, seiring kebimbangannya diantara dua pilihan Sarwono ataukah Katsuo.
Pingkan diperankan oleh Velove Vexia, ia berhasil menyampaikan rasa dari puisi-puisi Sarwono dengan cukup apik. Sayangnya, Sarwono yang diperankan oleh Adipati Dolken terdengar kaku tatkala bernarasi membacakan puisi-puisinya sendiri, sehingga rasa yang ingin disampaikan kurang menyentuh penonton. Tapi untuk pembawaan karakter Sarwono, ia boleh juga.
Kemudian yang menjadi kebingungan amat mencolok adalah terkait setting waktu dalam film. Dalam novel, setting waktu diambil pada era yang terbilang modern yang otomatis disesuaikan pada penggambaran suasana dan tokoh. Sementara dalam film ada semacam kesaruan, beberapa adegan yang menampilkan pakaian, latar, hingga suasana seolah-olah digambarkan agak Indonesia tempo dahulu. Entah ini ketidaksengajaan atau kesengajaan, rupanya film ini ingin mempunyai dunianya sendiri.
Tapi yang jelas, dalam film, kalian tidak menemukan ending yang sama seperti di novel. Apapun itu, film yang sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia sejak 2 November 2017 ini, agaknya cocok ditonton dengan orang-orang terkasih, ya?
Langganan:
Postingan (Atom)