Majalengka, SetaraNews.com - Senin (30/12) Masyarakat Kabupaten Majalengka kembali dihebohkan dengan adanya aksi dari LSM GMBI Majalengka. Aksi di penghujung tahun 2013 ini dimulai dari Pujasera pada pukul 09.45 Wib, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki hingga ke depan gedung Kejaksaan Negeri Kabupaten Majalengka.
Sekitar 70 masa yang dipimpin oleh bapak Saeful Yunus, SE, MM, ini menuntut Kejaksaan Negeri Kabupaten Majalengka untuk tidak tebang pilih. “Kejari mandul dan tidak bertanggungjawab. Karena tidak mampu menindak lanjuti beberapa kasus korupsi di Majalengka. Para pelaku pencurian ayam, motor dan lain-lain mereka dihukum, kenapa dengan para pelaku tindak korupsi sendiri tidak di tindak lanjuti? Saya menginginkan kejari Majalengka tidak tebang pilih.” ujarnya dalam orasi yang beliau lakukan.
"Ditambah lagi dengan adanya persoalan mutasi yang terjadi di Kabupaten Majalengka. Mutasi yang dilakukan oleh Bapak Bupati Kabupaten Majalengka patut dipertanyakan. Karena banyak pejabat yang terlibat kasus, menjabat sebagai peran yang strategis." tambah Saeful.
Aksi yang disambut dengan baik oleh Kejaksaan Negeri ini pun berujung dengan audiensi. Sekitar 20 orang perwakilan dari LSM GMBI masuk kedalam gedung Kejaksaan. Sekitar 45 menit audiensi berlangsung maka ditemukanlah hasil akhir yang juga disepakati oleh LSM GMBI, bahwa Kejaksaan Negeri Kabupaten Majalengka di tahun 2014 nanti akan meningkatkan kinerjanya dalam penanganan setiap kasus-kasus korupsi yang ada di Kabupaten Majalengka.
Para pengunjuk rasa yang menunggu di luar gedung pun menyambutnya dengan gembira, dan menunggu kinerja Kejaksaan Negeri Kabupaten Majalengka di tahun 2014 nanti. “Bukan berarti kami bersebrangan dengan pemerintah. Kami hanya benci terhadap oknum-oknumnya. Kami berharap ditahun 2014 nanti kinerja kejari mampu diperbaiki.” pungkas bapak Saeful Yunus, SE, MM.
Selasa, 31 Desember 2013
Sabtu, 28 Desember 2013
Bolehkah Rektor Menjabat Lebih dari Dua Periode?
Opini - SetaraNews.com, Menjadi pertanyaan besar bagi sivitas akademika di Indonesia, apabila ada pejabat tinggi yang menjabat selama lebih dari dua periode. Bukan hanya presiden, yang tidak diperkenankan untuk menjabat selama lebih dari dua periode berturut-turut di negara demokrasi ini. Rektor, selaku pimpinan tertinggi eksekutif di perguruan tinggi baik di negeri atau pun swasta pun tidak diperkenankan.
Apa dasarnya, rektor tidak diperkenankan menjabat lebih dari dua periode? Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60, tahun 1999 yang mengatur tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 40 disebutkan di ayat (1) bahwa Masa jabatan Rektor dan Pembantu Rektor adalah 4 (empat) tahun dan pada ayat (2) Rektor dan Pembantu Rektor dapat diangkat kembali, dengan ketentuan tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.
Artinya, masa jabatan rektor hanya boleh menjabat selama delapan tahun, tidak boleh lebih dari itu. Karena pada dasarnya di dalam pasal 39 ayat (2) Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara universitas/institut (bentuk: yayasan/perserikatan/perkumpulan swadaya) yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan senat universitas/institut. Kemudian jika dipandang rektor universitas/institut yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, Menteri bisa meminta badan penyelenggara universitas/institut untuk mengulang proses pengangkatan, ini dijelaskan di dalam ayat (3) pada pasal yang sama (39).
Lalu bagaimana jika hal tersebut sudah terlanjur terjadi? Pada dasarnya Senat universitas/institut itu terdiri atas para guru besar, pimpinan universitas/institut, para Dekan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan senat. Merekalah yang memiliki wewenang di dalam memberikan pertimbangan kepada penyelenggara universitas/institut berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi Rektor universitas/institut dan dosen yang dicalonkan memangku jabatan akademik di atas lektor.
Sementara itu di dalam pasal 39 ayat (4) dijelaskan bahwa Pimpinan dan anggota badan penyelenggara universitas/institut (yayasan) yang diselenggarakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan universitas/institut yang bersangkutan. Karena, di dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor: 4039/D/T/93 yang diterbitkan pada tanggal 13 September 1993 menyebutkan beberapa prosedur perihal pengangkatan pejabat tertinggi di perguruan tinggi swasta di Indonesia secara jelas menjelaskan bahwa Usul pengangkatan dan penggantian pimpinan PTS harus sudah diterima oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi minimal 3 (tiga) bulan sebelum pengangkatan/penggantian dilakukan.
Bukan hanya itu, surat edaran nomor: 2705/D/T/1998 yang diterbitkan pada tanggal 2 September 1998 yang memperbarui surat edaran sebelumnya lebih merinci lagi tentang wewenang yayasan dalam mengangkat dan memberhentikan rektor. Wewenang menteri jauh lebih besar lagi, karena disamping menteri harus mengetahui. Menteri juga dapat membatalkan pengangkatan pimpinan PTS yang bersangkutan, jika dinilai tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
Ditegaskan kembali di dalam PP Nomor 57 tahun 1998 tentang perubahan PP Nomor 30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi yang mengatur tentang pengangkatan rektor, bahwa di dalam pasal 38 ayat (2) yang menyebutkan Rektor universitas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara universitas bersangkutan setelah mendapat pertimbangan senat universitas dan dilaporkan kepada menteri. Karena di ayat selanjutnya (2a) telah dijabarkan bahwa menteri dapat membatalkan pengangkatan rektor universitas, apabila rektor universitas yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Kembali ke Peran dan Fungsi Pendidikan Tinggi
Prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak jauh dari pencarian kebenaran ilmiah oleh sivitas akademika, membudayakan demokrasi yang berkeadilan dan tanpa adanya diskriminasi demi menjunjung tinggi; hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab yang mendasar dalam mengembangkan budaya akademik dan baca tulis bagi sivitas akademik.
Peran mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika yang dewasa dan memiliki kesadaran diri untuk segera mengembangkan potensi di perguruan tinggi agar menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan profesional seperti yang dijelaskan dalam UU Nomor 12 tahun 2012 BAB II tentang prinsip dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan tinggi di dalam pasal (6). Karena bukan pendidikan tinggi namanya, jika wadah dan pembelajaran bagi masyarakat dalam menjalankan peraturan negara ini diabaikan begitu saja.
Peran dan fungsi pendidikan tinggi yang menjelma sebagai wadah pendidikan bagi calon pemimpin bangsa di masa depan. Pendidikan tinggi yang berperan sebagai pusat kajian kebijakan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran. Terlebih lagi pendidikan tinggi merupakan pusat dari pengembangan keberadaban bangsa, seperti yang dijelaskan dalam pasal 58 ini cukup rasional. Mengingat, aspirasi dan tuntutan mahasiswa untuk mencari kebenaran di dalam lingkungan akademis, ini dijadikan sebagai pembelajaran bersama tentang mewujudkan demokrasi di lingkungan pendidikan tinggi agar diselenggarakan pemilu rektor yang independen dan terbuka.
Konsekuensi Pelanggaran Hukum
Ada konsekuensi bagi pendidikan tinggi yang tidak menjalankan regulasi yang telah berlaku ini. Di dalam UU Nomor 12 tahun 2012 pada pasal 92 disebutkan bahwa perguruan tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal
20 ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal 33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90 ayat (5) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan dari Pemerintah;
c. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan Pendidikan;
d. penghentian pembinaan; dan/atau
e. pencabutan izin.
Bukan hanya sanksi administratif, ancaman pidana akan berlaku bagi mereka yang melalaikan hukum ini. Bagi perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) seperti yang dijelaskan dalam Pasal 93.
Masih ada waktu bagi yang merasa mengelola perguruan tinggi dan yang terlibat di dalamnya agar menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, yakni terhitung sejak 10 Agustus 2012 yang lalu. Pasal 97 ayat (2) tersebutlah yang memperingatkan kita akan pentingnya sebuah pendewasaan diri, agar demokrasi memang layak ditegakkan dengan sebaik-baiknya.
Peran Serta Masyarakat
Peran sebagai warga negara yang baik, di dalam mewujudkan bangsa yang cerdas dan berkeadilan. Masyarakat sudah selayaknya ikut mengawasi dan menjaga mutu Pendidikan Tinggi melalui organisasi profesi atau lembaga swadaya masyarakat; baik pendidikan yang berbasis negeri atau pun swasta.
Apa dasarnya, rektor tidak diperkenankan menjabat lebih dari dua periode? Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60, tahun 1999 yang mengatur tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 40 disebutkan di ayat (1) bahwa Masa jabatan Rektor dan Pembantu Rektor adalah 4 (empat) tahun dan pada ayat (2) Rektor dan Pembantu Rektor dapat diangkat kembali, dengan ketentuan tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.
Artinya, masa jabatan rektor hanya boleh menjabat selama delapan tahun, tidak boleh lebih dari itu. Karena pada dasarnya di dalam pasal 39 ayat (2) Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara universitas/institut (bentuk: yayasan/perserikatan/perkumpulan swadaya) yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan senat universitas/institut. Kemudian jika dipandang rektor universitas/institut yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, Menteri bisa meminta badan penyelenggara universitas/institut untuk mengulang proses pengangkatan, ini dijelaskan di dalam ayat (3) pada pasal yang sama (39).
Lalu bagaimana jika hal tersebut sudah terlanjur terjadi? Pada dasarnya Senat universitas/institut itu terdiri atas para guru besar, pimpinan universitas/institut, para Dekan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan senat. Merekalah yang memiliki wewenang di dalam memberikan pertimbangan kepada penyelenggara universitas/institut berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi Rektor universitas/institut dan dosen yang dicalonkan memangku jabatan akademik di atas lektor.
Sementara itu di dalam pasal 39 ayat (4) dijelaskan bahwa Pimpinan dan anggota badan penyelenggara universitas/institut (yayasan) yang diselenggarakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan universitas/institut yang bersangkutan. Karena, di dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor: 4039/D/T/93 yang diterbitkan pada tanggal 13 September 1993 menyebutkan beberapa prosedur perihal pengangkatan pejabat tertinggi di perguruan tinggi swasta di Indonesia secara jelas menjelaskan bahwa Usul pengangkatan dan penggantian pimpinan PTS harus sudah diterima oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi minimal 3 (tiga) bulan sebelum pengangkatan/penggantian dilakukan.
Bukan hanya itu, surat edaran nomor: 2705/D/T/1998 yang diterbitkan pada tanggal 2 September 1998 yang memperbarui surat edaran sebelumnya lebih merinci lagi tentang wewenang yayasan dalam mengangkat dan memberhentikan rektor. Wewenang menteri jauh lebih besar lagi, karena disamping menteri harus mengetahui. Menteri juga dapat membatalkan pengangkatan pimpinan PTS yang bersangkutan, jika dinilai tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
Ditegaskan kembali di dalam PP Nomor 57 tahun 1998 tentang perubahan PP Nomor 30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi yang mengatur tentang pengangkatan rektor, bahwa di dalam pasal 38 ayat (2) yang menyebutkan Rektor universitas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara universitas bersangkutan setelah mendapat pertimbangan senat universitas dan dilaporkan kepada menteri. Karena di ayat selanjutnya (2a) telah dijabarkan bahwa menteri dapat membatalkan pengangkatan rektor universitas, apabila rektor universitas yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Kembali ke Peran dan Fungsi Pendidikan Tinggi
Prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak jauh dari pencarian kebenaran ilmiah oleh sivitas akademika, membudayakan demokrasi yang berkeadilan dan tanpa adanya diskriminasi demi menjunjung tinggi; hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab yang mendasar dalam mengembangkan budaya akademik dan baca tulis bagi sivitas akademik.
Peran mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika yang dewasa dan memiliki kesadaran diri untuk segera mengembangkan potensi di perguruan tinggi agar menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan profesional seperti yang dijelaskan dalam UU Nomor 12 tahun 2012 BAB II tentang prinsip dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan tinggi di dalam pasal (6). Karena bukan pendidikan tinggi namanya, jika wadah dan pembelajaran bagi masyarakat dalam menjalankan peraturan negara ini diabaikan begitu saja.
Peran dan fungsi pendidikan tinggi yang menjelma sebagai wadah pendidikan bagi calon pemimpin bangsa di masa depan. Pendidikan tinggi yang berperan sebagai pusat kajian kebijakan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran. Terlebih lagi pendidikan tinggi merupakan pusat dari pengembangan keberadaban bangsa, seperti yang dijelaskan dalam pasal 58 ini cukup rasional. Mengingat, aspirasi dan tuntutan mahasiswa untuk mencari kebenaran di dalam lingkungan akademis, ini dijadikan sebagai pembelajaran bersama tentang mewujudkan demokrasi di lingkungan pendidikan tinggi agar diselenggarakan pemilu rektor yang independen dan terbuka.
Konsekuensi Pelanggaran Hukum
Ada konsekuensi bagi pendidikan tinggi yang tidak menjalankan regulasi yang telah berlaku ini. Di dalam UU Nomor 12 tahun 2012 pada pasal 92 disebutkan bahwa perguruan tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal
20 ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal 33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90 ayat (5) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan dari Pemerintah;
c. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan Pendidikan;
d. penghentian pembinaan; dan/atau
e. pencabutan izin.
Bukan hanya sanksi administratif, ancaman pidana akan berlaku bagi mereka yang melalaikan hukum ini. Bagi perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) seperti yang dijelaskan dalam Pasal 93.
Masih ada waktu bagi yang merasa mengelola perguruan tinggi dan yang terlibat di dalamnya agar menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, yakni terhitung sejak 10 Agustus 2012 yang lalu. Pasal 97 ayat (2) tersebutlah yang memperingatkan kita akan pentingnya sebuah pendewasaan diri, agar demokrasi memang layak ditegakkan dengan sebaik-baiknya.
Peran Serta Masyarakat
Peran sebagai warga negara yang baik, di dalam mewujudkan bangsa yang cerdas dan berkeadilan. Masyarakat sudah selayaknya ikut mengawasi dan menjaga mutu Pendidikan Tinggi melalui organisasi profesi atau lembaga swadaya masyarakat; baik pendidikan yang berbasis negeri atau pun swasta.
Selasa, 24 Desember 2013
Muhammad Syaefudin & Ria Apriani Unggul Se-Unswagati
Unswagati - SetaraNews.com, Pemilihan raya untuk menentukan presiden mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati yang digelar pada hari ini akhirnya telah selesai, hasil rekapitulasi yang dilakukan di Aula Grawidyasabha akhirnya Nomor urut 3 dari Partai Semangat Revolusi (SEMAR) memperoleh peringkat suara terbanyak.
Dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 11329, hanya 2565 mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya dalam acara pemilu atau hanya sekitar 22,64% tingkat partisipatif mahasiswa. Partai Semar unggul dengan suara perolehan sebanyak 640, disusul dengan Paud 574 suara, diperingkat tiga ada Kita memperoleh 451 suara, peringkat empat ada Mawar dengan perolehan 441 suara, dan terakhir dengan perolehan 300 suara ada Paham.
Rencananya pada hari Jumat tanggal 27 Desember 2013 presiden mahasiswa Unswagati yang baru akan dilantik oleh Rektor, Dr. H. Djakaria Machmud, S.E., S.H., M.Si di Kampus Utama.
Mahasiswa: Semoga yang Terpilih Dapat Membenahi Unswagati
Unswagati - SetaraNews.com, Pagi tadi ada suasana yang berbeda di Kampus III Universitas Swadaya Gunung Jati. Beberapa orang yang menggunakan kemeja kotak-kotak terlihat sibuk menata kursi dan meja di depan lahan parkir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) program studi bahasa inggris.
Hari ini adalah pemilu raya mahasiswa Unswagati. Panitia Pemilihan Umum Mahasiswa (PPUM) sebelumnya menetapkan tiga tempat pemungutan suara (TPS) di tiga kampus Unswagati. Kampus III menjadi salah satu TPS di mana akan menampung 300 lebih suara dari empat fakultas yang terdiri dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa Inggris dan Fakultas Kedokteran (FK).
Ade Rifana salah seorang mahasiswa yang menggunakan hak suaranya menuturkan bahwa pemilu raya kali ini terkesan hanya sekedar formalitas untuk akreditasi. “Pilpresma tuh kayanya Cuma formalitas akreditasi aja. Kaya nggak dari hati adanya presma tahun ini. Tapi bagus juga diadakannya lagi pilpresma.” ujar mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi tersebut.
Selain itu Ade berharap untuk presma yang nantinya resmi terpilih dapat membenahi Unswagati. “Semoga siapa saja yang terpilih (Presiden Mahasiswa yang baru) dapat membenahi Unswagati lebih baik lagi dan presma bukan hanya sekedar akreditasi saja tapi menjalankan tugas sebagaimana mestinya walaupun saya juga tidak tahu visi, misi, dan prokernya.” tambahnya.
Sementara itu ketua TPS Kampus III Unswagati, Faldi. Menuturkan sejak pagi hingga siang tadi cukup banyak mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya terutama dari FKIP Bahasa Inggris. “Sejauh ini cukup baik, dari FKIP yang cukup banyak.” ujar mahasiswa fakultas Hukum tersebut.
Dalam Pemilu Raya kali ini ada lima pasang calon presiden dan wakil presiden mahasiswa dari lima partai yang berbeda, yang akan bersaing untuk mendapat suara terbanyak.
Saat perhitungan sementara suara sore tadi partai nomor urut 1 partai PAUD bersaing ketat dengan nomor urut 3 Partai Semar.
Hari ini adalah pemilu raya mahasiswa Unswagati. Panitia Pemilihan Umum Mahasiswa (PPUM) sebelumnya menetapkan tiga tempat pemungutan suara (TPS) di tiga kampus Unswagati. Kampus III menjadi salah satu TPS di mana akan menampung 300 lebih suara dari empat fakultas yang terdiri dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa Inggris dan Fakultas Kedokteran (FK).
Ade Rifana salah seorang mahasiswa yang menggunakan hak suaranya menuturkan bahwa pemilu raya kali ini terkesan hanya sekedar formalitas untuk akreditasi. “Pilpresma tuh kayanya Cuma formalitas akreditasi aja. Kaya nggak dari hati adanya presma tahun ini. Tapi bagus juga diadakannya lagi pilpresma.” ujar mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi tersebut.
Selain itu Ade berharap untuk presma yang nantinya resmi terpilih dapat membenahi Unswagati. “Semoga siapa saja yang terpilih (Presiden Mahasiswa yang baru) dapat membenahi Unswagati lebih baik lagi dan presma bukan hanya sekedar akreditasi saja tapi menjalankan tugas sebagaimana mestinya walaupun saya juga tidak tahu visi, misi, dan prokernya.” tambahnya.
Sementara itu ketua TPS Kampus III Unswagati, Faldi. Menuturkan sejak pagi hingga siang tadi cukup banyak mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya terutama dari FKIP Bahasa Inggris. “Sejauh ini cukup baik, dari FKIP yang cukup banyak.” ujar mahasiswa fakultas Hukum tersebut.
Dalam Pemilu Raya kali ini ada lima pasang calon presiden dan wakil presiden mahasiswa dari lima partai yang berbeda, yang akan bersaing untuk mendapat suara terbanyak.
Saat perhitungan sementara suara sore tadi partai nomor urut 1 partai PAUD bersaing ketat dengan nomor urut 3 Partai Semar.
Pemilihan Raya Capresma & Cawapresma Unswagati Digelar
Unswagati Cirebon – SetaraNews.com, Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon menggelar Pemilihan Raya (pemira) untuk presiden mahasiswa (Presma) dan wakil presiden mahasiswa (Wapresma). Tempat pemungutan suara (TPS) sendiri terdapat di Kampus Utama, kampus II, dan Kampus III Unswagati.
Jumlah total kotak suara di tiga kampus ini terdapat tiga kotak suara dan terdapat Sembilan bilik suara. Di kampus utama ada sedikit kendala pas di awal pembukaan yakni tidak tempat waktunya saksi yang datang pada saat pembukaan, “Tadi pagi kendala saat pembukaan itu saksi yang hadir baru dua orang, jadi kita pending dulu acara supaya bisa memenuhi saksi 50% + 1, dan kita pun ngasih toleransi waktu .tapi setelah saksi memenuhi 50% +1 acara baru bisa di mulai” tutur Rahmawati selaku ketua Panitia Pemilihan Suara (PPS) kepada SetaraNews Selasa (24/12).
“Antusiasme mahasiswa cukup bagus, serta acara sejauh ini berjalan sesuai harapan, walaupun ada sedikit masalah teknis seperti yang terjadi di kampus III, sempat tertunda karena kotak suara yang gemboknya sulit terbuka.” ungkap Dony, Ketua Panitia pengawas pemilihan umum (panwaslu).
Ada juga sebagian mahasiswa yang masih belum menggunakan hak pilihnya dikarenakan belum terlalu mengetahui betul visi dan misi dari pasangan Capresma dan Cawapresma, “Saya belum memilih karena saya tak terlalu tau dengan visi misi mereka (red: Capresma dan Cawapresma), jadi nanti sajalah.” ujar mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya itu di ikuti dengan gelak tawa teman-teman di sekitarnya.
“Tanggapan tentang pemilu ya kebanyakan dari temen-temen tuh nyuruh milih ke sini saja ke sini aja, kita kan belum pasti janji mereka, belum tau kita mau di bawa ke mana, kita hanya tahu cuma visi misi mereka yang terpampang di famplet doang, tapi saya sih berharap membawa mahasiswa lebih maju lagi, khususnya untuk UKM (unit kegiatan mahasiswa).” ungkap Gaper, salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Total surat suara yang terbanyak di Kampus Utama yang totalnya 4320 surat suara, Kampus II 3100 surat suara, dan Kampus III 3000 surat suara. Sejauh ini di Kampus Utama sendiri surat suara yang rusak 70 surat suara.
Dari pantauan SetaraNews sampai saat ini antrian di TPS di tiap Kampus Unswagati masih cukup ramai, hingga nanti pukul 15:00 WIB akan ditutup. Setelah itu ada acara penutupan sekitar 10 menit, setelah itu dilanjut dengan penghitungan suaranya di tiap TPS yang ada di setiap Kampus di Unswagati.
Setelah itu semua suara yang sah yang terkumpul di tiap TPS akan ada verifikasi lagi yang bertempat di gedung Aula Grawidya Sabha Unswagati.
Jumlah total kotak suara di tiga kampus ini terdapat tiga kotak suara dan terdapat Sembilan bilik suara. Di kampus utama ada sedikit kendala pas di awal pembukaan yakni tidak tempat waktunya saksi yang datang pada saat pembukaan, “Tadi pagi kendala saat pembukaan itu saksi yang hadir baru dua orang, jadi kita pending dulu acara supaya bisa memenuhi saksi 50% + 1, dan kita pun ngasih toleransi waktu .tapi setelah saksi memenuhi 50% +1 acara baru bisa di mulai” tutur Rahmawati selaku ketua Panitia Pemilihan Suara (PPS) kepada SetaraNews Selasa (24/12).
“Antusiasme mahasiswa cukup bagus, serta acara sejauh ini berjalan sesuai harapan, walaupun ada sedikit masalah teknis seperti yang terjadi di kampus III, sempat tertunda karena kotak suara yang gemboknya sulit terbuka.” ungkap Dony, Ketua Panitia pengawas pemilihan umum (panwaslu).
Ada juga sebagian mahasiswa yang masih belum menggunakan hak pilihnya dikarenakan belum terlalu mengetahui betul visi dan misi dari pasangan Capresma dan Cawapresma, “Saya belum memilih karena saya tak terlalu tau dengan visi misi mereka (red: Capresma dan Cawapresma), jadi nanti sajalah.” ujar mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya itu di ikuti dengan gelak tawa teman-teman di sekitarnya.
“Tanggapan tentang pemilu ya kebanyakan dari temen-temen tuh nyuruh milih ke sini saja ke sini aja, kita kan belum pasti janji mereka, belum tau kita mau di bawa ke mana, kita hanya tahu cuma visi misi mereka yang terpampang di famplet doang, tapi saya sih berharap membawa mahasiswa lebih maju lagi, khususnya untuk UKM (unit kegiatan mahasiswa).” ungkap Gaper, salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Total surat suara yang terbanyak di Kampus Utama yang totalnya 4320 surat suara, Kampus II 3100 surat suara, dan Kampus III 3000 surat suara. Sejauh ini di Kampus Utama sendiri surat suara yang rusak 70 surat suara.
Dari pantauan SetaraNews sampai saat ini antrian di TPS di tiap Kampus Unswagati masih cukup ramai, hingga nanti pukul 15:00 WIB akan ditutup. Setelah itu ada acara penutupan sekitar 10 menit, setelah itu dilanjut dengan penghitungan suaranya di tiap TPS yang ada di setiap Kampus di Unswagati.
Setelah itu semua suara yang sah yang terkumpul di tiap TPS akan ada verifikasi lagi yang bertempat di gedung Aula Grawidya Sabha Unswagati.
Partai Semar, Unggul di Kampus II Unswagati
Unswagati - SetaraNews.com, Penghitungan surat suara di Kampus II Universitas Swadaya Gunung Jati berlangsung cukup lancar, dari hasil perhitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 2 ternyata Partai Semar unggul dengan perolehan 389 suara.
Perolehan hasil perhitungan suara di TPS 2 untuk nomor urut 1 (PAUD) sebanyak 67 suara, nomor 2 (PAHAM) sebanyak 33 suara, nomor urut 3 (SEMAR) sebanyak 389 suara, nomor 4 (KITA) sebanyak 57 suara, nomor urut 5 (MAWAR) sebanyak 148 suara, dengan surat suara yang tidak sah sebanyak 51 suara. Jumlah surat suara yang dicetak berdasarkan jumlah mahasiswa aktif atau daftar pemilih tetap sendiri sebanyak 3299, namun hanya 745 mahasiswa yang masuk ke TPS untuk mengambil hak pilihnya dalam memilih calon Presiden Mahasiswa Unswagati yang baru.
Kurangnya partisipatif mahasiswa (hanya 22,58%) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan turut disayangkan oleh Sugeng dari Dewan Perwakilan Mahasiswa DPM FKIP, "Mungkin mahasiswa yang tidak ikut nyontreng karena sudah masuk dalam hari tenang. Ya mau UAS (Ujian Akhir Semester)." ujarnya kepada SetaraNews (24/12).
Perolehan hasil perhitungan suara di TPS 2 untuk nomor urut 1 (PAUD) sebanyak 67 suara, nomor 2 (PAHAM) sebanyak 33 suara, nomor urut 3 (SEMAR) sebanyak 389 suara, nomor 4 (KITA) sebanyak 57 suara, nomor urut 5 (MAWAR) sebanyak 148 suara, dengan surat suara yang tidak sah sebanyak 51 suara. Jumlah surat suara yang dicetak berdasarkan jumlah mahasiswa aktif atau daftar pemilih tetap sendiri sebanyak 3299, namun hanya 745 mahasiswa yang masuk ke TPS untuk mengambil hak pilihnya dalam memilih calon Presiden Mahasiswa Unswagati yang baru.
Kurangnya partisipatif mahasiswa (hanya 22,58%) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan turut disayangkan oleh Sugeng dari Dewan Perwakilan Mahasiswa DPM FKIP, "Mungkin mahasiswa yang tidak ikut nyontreng karena sudah masuk dalam hari tenang. Ya mau UAS (Ujian Akhir Semester)." ujarnya kepada SetaraNews (24/12).
Senin, 23 Desember 2013
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Adakan Praktek Kewirausahaan
Unswagati - SetaraNews.com, Mahasiswa dari Fakultas Ekonomi semester tiga mengadakan pelatihan praktek kewirausahaan yang diselenggarakan di dalam Aula Grawidyasabha Kampus Utama Unswagati yang dilaksanakan dari pukul 09.00 – 15.00 WIB, hari ini (23/12).
Praktek kewirausahaan tersebut terkait mata kuliah yang mereka ambil, yaitu kewirausahaan dalam rangka melatih para mahasiswa ekonomi tersebut terbiasa dalam hal bisnis, dan dalam acara tersebut mereka melatih bisnis di bidang kuliner.
Acara yang berlangsung selama seminggu ini, peserta praktik tersebut sibuk melayani pembeli yang ingin membeli masakan mereka. Jenis makanan & minuman yang mereka jual juga tidak asing mulai nasi goreng, ayam bakar, dan aneka minuman. Namun menyiasati hal tersebut, mereka memberikan nama – nama yang unik pada produk mereka seperti es jeger, teh penurun panas, dan lainnya.
Harga yang mereka pasang pun cukup terjangkau untuk kantong mahasiswa, mulai dari Rp2.000,00 hingga Rp8.000,00. Hal tersebut membuat mahasiswa yang lewat tertarik untuk membeli, dan tiap stand rata – rata melayani 30 orang dalam sehari.
Fahmi Saeful dari salah satu stand menilai praktek ini cukup bagus, namun ia berharap ada lahan lebih luas untuk praktek ini, “Menurut saya Unswagati kurang lahan untuk kami.” ujarnya kepada SetaraNews.
Dalam acara ini para peserta praktik juga mendapatkan pengalaman dan berharap bisa mereka aplikasikan nanti setelah lulus nanti. “Kami berharap bisa melanjutkan bisnis ini kelak.“ tambahnya.
Praktek kewirausahaan tersebut terkait mata kuliah yang mereka ambil, yaitu kewirausahaan dalam rangka melatih para mahasiswa ekonomi tersebut terbiasa dalam hal bisnis, dan dalam acara tersebut mereka melatih bisnis di bidang kuliner.
Acara yang berlangsung selama seminggu ini, peserta praktik tersebut sibuk melayani pembeli yang ingin membeli masakan mereka. Jenis makanan & minuman yang mereka jual juga tidak asing mulai nasi goreng, ayam bakar, dan aneka minuman. Namun menyiasati hal tersebut, mereka memberikan nama – nama yang unik pada produk mereka seperti es jeger, teh penurun panas, dan lainnya.
Harga yang mereka pasang pun cukup terjangkau untuk kantong mahasiswa, mulai dari Rp2.000,00 hingga Rp8.000,00. Hal tersebut membuat mahasiswa yang lewat tertarik untuk membeli, dan tiap stand rata – rata melayani 30 orang dalam sehari.
Fahmi Saeful dari salah satu stand menilai praktek ini cukup bagus, namun ia berharap ada lahan lebih luas untuk praktek ini, “Menurut saya Unswagati kurang lahan untuk kami.” ujarnya kepada SetaraNews.
Dalam acara ini para peserta praktik juga mendapatkan pengalaman dan berharap bisa mereka aplikasikan nanti setelah lulus nanti. “Kami berharap bisa melanjutkan bisnis ini kelak.“ tambahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)