Kamis, 24 Juli 2014

Opini Dosen Unswagati: Prinsip Teko Untuk Calon Guru

Prinsip Teko Untuk Calon Guru


oleh


Dede Trie Kurniawan


Setiap orang yang beriman senantiasa berusaha membersihkan hatinya. Sebab kebersihan hati merupakan pangkal dari segala kebersihan diri. Dari kebersihan diri (salaamatul qulub) akan muncullah kebersihan kata dan ucapan (salaamatul lisan), kebersihan akal dan pemikiran (salaamatul uqul) serta kebersihan perilaku (salaamatul amal).

Jadi jika kita diibaratkan sebagai sebuah teko. Teko (ceret) hanya mengeluarkan air yang ada di dalamnya. Jika di dalamnya bening dan jernih maka air yang keluarnya akan segar dan bersih. Namun bila di dalamnya keruh dan kotor maka air yang keluar dari teko tersebut  keruh dan terasa pahit.

Prinsip Kerja Teko

Ternyata prinsip kerja teko ini sama dengan manusia. Analoginya begini; mulut kita hanya mengeluarkan apa yang ada di dalam hatinya. Jika hatinya bening, maka lisannya akan jernih menenangkan. Namun bila hatinya keruh, maka lisannya akan pahit membuat cepat panas yang mendengarnya.

Bila teko menuang air kepada gelas yang lebih kecil, maka bisa jadi analogi ini sama dengan guru menuangkan ilmunya kepada siswanya. Lisan guru akan sangat dikenang oleh siswanya. Karena dari lisan ini lah siswa akan banyak menangkap informasi dan pembelajaran untuk bekal mereka.

Terkadang banyak hal yang diuraikan atau mungkin disampaikan oleh guru, namun terabaikan oleh siswa. Sehingga apa yang disampaikan berlalu begitu saja tanpa makna untuk siswa. Atau mungkin siswa tak mau mendengar apa kata guru, selalu membantah bahkan hanya didengar telinga kanan kemudian keluar lagi di telinga kiri siswa. Bisa jadi hal itu karena tak terjaganya lisan kita sebagai guru. Ternyata penyampaian yang berasal dari hatilah yang akan bisa sampai ke hati.

Perlu diingat dan selalu kita benamkan dalam hati kita bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak dari-Nya. Begitu pula menjadi seorang guru. Bukan karena berijazah dan bersertifikat bisa menjadi guru, namun karena allah telah pantaskan dan izinkan mereka untuk menyampaikan sedikit akan ilmuNya.

Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati siswa kita untuk bisa menerima kita sebagai guru. Sebagaimana perkataan Imam Syafii dalam sebuah buku dijelaskan bahwa ilmu itu laksana cahaya, dan cahaya allah tidak diberikan kepada orang–orang yang berbuat kemaksiatan.  Kebeningan dan kelapangan hati ini lah yang akan bisa memantaskan kita menjadi seorang guru.

Sempitnya hati akan mengisyaratkan sempitnya ilmu yang dimilikinya. Karena sungguh Allah akan mengangkat derajat manusia melalui dua hal. Pertama dengan iman dan kedua dengan ilmu. Maka guru perlu menguatkan iman dan memperdalam ilmunya.

Momen Bulan Suci Ramadhan

Ramadhan sebagai bulan pembersih hati. Ibadah shaum atau puasa memberikan dampak positif bagi kesehatan jiwa maupun jasmani manusia. Allah mengingatkan dalam surat As- Syams ayat 9-10: Beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan merugilah orang yang mengotori jiwanya.

Puasa Ramadhan adalah salah satu cara yang diajarkan Allah pada orang beriman untuk membersihkan jiwanya dari berbagai kotoran dan penyakit. Latihan melapangkan hati, menjaga lisan, serta mengendalikan hawa nafsu yang selalu membayangi manusia

Analogi sempit hati dapat digambarkan dengan segelas air jernih dengan air setelaga yang  masing-masing diberi satu sendok garam. Air yang segelas, baru diberi garam sesendok saja sudah terasa asin, namun air setelaga diberi garam sesendok, tak terasa asinnya. Sama seperti hati, hati yang sempit, penuh prasangka, iri , dengki, dan hasud akan menjadikan sakit serta sempit.

Bisa dikatakan hati yang sempit akan merasakan pahitnya hidup walau baru dihadapkan pada masalah yang kecil, namun dengan hati yang lapang, maka masalah kecil ini tak akan bermakna bagi hidup yang dijalaninya. hati yang lapang, ikhlas dan menerima akan mendatangkan kelapangan pula untuk dirinya dan orang yang ada di sekitarnya. Kesimpulannya: Masalah kecil akan terlihat besar bagi hati yang sempit, dan orang besar adalah orang yang berjiwa besar dalam menjalani kehidupan.

Menurut kasat mata yang paling tajam adalah pedang namun menurut Imam Ghozali, yang paling tajam adalah "Lidah Manusia". Karena melalui lidah, Manusia dapat menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri, maka hati-hati lidah bisa menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

Menjadi Guru yang Ideal Dimulai dari Lisan

Bahkan jika beprofesi sebagai guru, guru pun bisa menjadi peluka yang sangat berat untuk siswanya ketika berada di dalam kelas maupun lingkungan sekolah. Perkataan sahabat; Janganlah engkau berkata dan setelah itu meminta maaf atas hal itu. Karena sejatinya yang tak bisa berhenti adalah waktu dan yang tak dapat terulang adalah perkataan atau ucapan. Sehingga ketika ucapan terucap dan terlanjur membuat hati menjadi sakit (luka) maka perkataan maaf tidak bisa secara langsung menjadi penyegar dahaga di kala kehausan. Namun memerlukan waktu dan proses untuk memulihkannya. Tahan dari lisan sia sia dan tanpa makna agar dapat terhindar dari keburukan.

Amanah lisan guru yang akan dipertanggungjawabkan. Lisan seseorang mencerminkan kualitas iman dan ilmu seseorang. Karena Allah akan mengangkat derajat seseorang dengan dua hal, yang pertama karena iman dan kedua karena ilmu.

Tiga Karakteristik Seorang Guru

Ada tiga karakteristik guru, yaitu: guru biasa, luar biasa dan guru istimewa. Guru biasa itu hanya mengajar, menyampaikan atau mentransfer ilmu. Analoginya seperti robot yang menjalankan kewajibannya saja. Kedua, guru luar biasa yaitu guru yang selain mengajar, mentransfer ilmu juga dapat mendidik, memberitahukan yang baik dan yang benar serta meluruskan generasi pelurus bangsa di lingkungan sekolah. Karena mengajar belum tentu mendidik, mendidik pasti mengajar itulah kriteria guru yang luar biasa.

Ketiga, guru istimewa, yaitu guru yang luar biasa yang menginspirasi siswanya untuk menjadi lebih baik dan bersikap positif. Hal yang paling penting mendapat ruang di hati siswanya, teladan yang baik. Sebaik-baik teladan adalah junjunan kita Rasulullah SAW.

Ada atau tidak ada guru tersebut, ilmunya akan tetap hidup dalam hati siswa tersebut. Mendidik belum tentu mengisnspirasi, mengisnpirasi pastilah mendidik.

Semoga Allah memantaskan kita menjadi sosok yang guru yang bisa diteladani atau dalam istilah sunda guru itu merupakan singkatan dari di gugu (diperhatikan) dam di tiru (dicontoh). Sosok yang menjadi inspirasi untuk siswa kita. Menjadi inspired no expired. Membimbing lisan, pikiran, dan hati kita untuk meraih keberkahanNya.

Riwayat Singkat Penulis

Dede Trie Kurniawan, S.Si, M.Pd  Lahir di Cirebon tahun 1987. Lulus pada tahun 2008 dari Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethuan Alam (FMIPA) Universitas Padjadjaran Bandung dengan status mahasiswa beasiswa PPA (peningkatan prestasi akademik).

Pada Tahun 2010 Berhasil Lulus prorgram magisternya dengan jalur Beasiswa Pascasarjana Dirjen DIKTI di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Fisika SL.

Sekarang penulis menjadi staff Dosen tetap yayasan yang ditugaskan di Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon sejak maret 2009 untuk  mengajar matakuliah Fisika Dasar.

Di tahun 2013 Penulis berkesampatan melajutkan studi ke program Doktoral (S3) di Universitas Pendidikan Indonesia mengambil bidang pendidikan IPA konsentrasi Pendidikan Fisika Sekolah Lanjut. Kontak yang dapat diakses adalah di www.dhetik.weebly.com atau email di dhe3kurniawan@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar