Kamis, 05 Januari 2017

Langkah Dewan Pers Untuk Perangi Media Palsu

Nasional, Setaranews.com – Di tengah maraknya media massa yang menyebarkan berita hoax, Dewan Pers akan menerapkan teknologi barcode kepada media-media yang sudah diverifikasi untuk memudahkan masyarakat membedakan media mainstream dengan media palsu.

"Nanti ada barcode-nya, bahwa media ini terpercaya, terverifikasi di Dewan Pers. Ini juga bertujuan meminimalisir masyarakat dirugikan oleh pemberitaan hoax," tutur Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo seperti yang dikutip dari ANTARA di Jakarta, Rabu (4/1).

Lanjut Yosep, ia menuturkan bahwa barcode tersebut akan dipasang pada media cetak maupun online, lalu nantinya dapat dipindai melalui telepon pintar yang terhubung langsung dengan data Dewan Pers.

"Jadi barcode itu bukan berbentuk yang garis-garis, tetapi kotak-kotak, yang menampilkan penanggung jawab media itu siapa, alamatnya di mana," katanya.

Ketua Dewan Pers yang akrab dipanggil Stanley ini menjelaskan bahwa sistem barcode merupakan hasil kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) dan masih dalam tahap perancangan.

Langkah penerapan sistem barcode akan dilakukan secara bertahap mulai 9 Februari 2017 pada penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) di Ambon, Maluku.

"Kalau berhasil, ini bisa menjadi cerita sukses ketika Indonesia menjadi tuan rumah World Press Freedom Day pada Mei 2017," kata Stanley.

*Tulisan ini dibuat dari berbagai sumber dengan sedikit tambahan

HMS Tetapkan Dhannar Sebagai Ketum Baru

Unswagati, Setaranews.com - Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) telah melaksanakan Musyawarah Umum pada 3 Januari 2017 di lantai dua ruang kelas Fakultas Teknik. Musyawarah Umum ini telah menetapkan Dhannar Dhanialah sebagai Ketua Umum HMS yang baru untuk periode 2017-2018.

Pada saat diwawancarai oleh Setaranews.com melalui blackberry messenger, Dhannar mengungkapkan visinya yaitu menyatukan persepsi seluruh anggota dan merubah paradigma mahasiswa non ormawa bahwa organisasi itu penting. “Menyatukan persepsi seluruh anggota karena kalo udah 1 itu segala sesuatu akan terlaksana dan pastinya lancar, dan untuk program kerja pertama yang akan dilaksanakan yaitu kaderisasi dulu diantara anggotanya.” Ujarnya, Rabu (4/1)

Dhannar yang asli Cirebon ini memiliki motto hidup yaitu tujuan hidup hanya untuk mati tetapi bagaimana caranya jalan untuk mati tersebut dapat bermanfaat bagi manusia yang lain ."Rasa bangga itu pasti ada, namun saya tidak sangka dapat terpilih menjadi Ketua HMS ini, karena menurut saya segala sesuatu itu harus optimis dulu, masalah hasil itu urusan belakangan." tambahnya.

Musyawarah Umum merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun. Adanya acara ini bertujuan untuk memperbaiki AD-ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) dan pergantian ketua baru.

Rabu, 04 Januari 2017

FT Telah Lakukan Pemilihan Dekan Baru

Unswagati, Setaranews.com - Fakultas Teknik (FT) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) telah melakukan pemilihan dekan, Rabu (4/1) di Ruang Kelas Teknik. Dalam pemilihan tersebut telah terpilih Fatur Rohman sebagai Dekan Fakultas Teknik untuk periode 2017-2021.

Pemilihan dilakukan oleh senat fakultas dan disaksikan oleh civitas akademika lain, dengan jumlah suara pemilih tetap sembilan. Dalam perhitungan suara, Fatur Rohman mendapat enam suara, sedangkan calon nomor urut satu, Edy Rustandi mendapat tiga suara.

Tahap pemilihan dekan memakan waktu selama dua bulan, tetapi tertunda sebentar karena ada perubahan SK Rektor  “Perubahan ini saya tidak tahu kenapa, tapi yang jelas ada tiga tambahan tes lagi yaitu tes bebas narkoba, psikotes, dan rekam jejak,” ujar Arief Firmanto selaku Ketua Panitia Pemilihan Dekan Fakultas Teknik saat ditemui setaranews.com di ruangannya, Rabu (4/1).

Dalam kesempatan yang sama pula, Fatur Rohman yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Dekan I memaparkan visinya untuk memimpin Fakultas Teknik empat tahun mendatang yaitu Menjadikan fakultas teknik yang lebih kreatif dan bermartabat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yang lebih berkarakter dan humanis serta mendukung proses perguruan tinggi negeri.

Lebih lanjut, Fatur menjelaskan jika dia akan meningkatkan sistem untuk kelas bilingual yang telah berjalan pada periode dekan sebelumnya. “Sudah punya masterplan, yaitu melanjutkan dan meningkatkan lagi kelas bilingual. Kami punya rencana akan membuat bilingual menjadi kelas internasional tapi kami menyiapkan dulu sumber daya manusia, sistem dan segala macamnya,” tuturnya seusai acara pemilihan dekan.

Berdasarkan SK Rektor, masa jabatan Dekan periode sebelumnya akan habis pada 5 Januari 2017.

Rektor Unswagati Ubah SK Soal Pemilihan Dekan

Unswagati, Setaranews.com – Beberapa fakultas di Universitas Swadaya Gunung Jati hari ini (4/1) telah melakukan pemilihan dekan untuk periode 2017-2021, yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Pemilihan dekan ini mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Rektor yang mengalami perubahan. Sebelumnya pemilihan dekan mengacu kepada SK Rektor tahun 2014, namun pada 28 Desember lalu SK ini dirubah dikarenakan menyesuaikan sistem yang terbaru.

“Semula aturan yang dipakai tahun 2014 maka disesuaikan dulu dengan sistem yang terbaru maka keluarlah SK Rektor tahun 2016. Memang ada perubahan surat keputusan rektor tentang pengangkatan panitia karena menyesuaikan aturan yang berubah. Ini merupakan hasil konsultasi dari ahli hukum administrasi publik,” ujar Rochanda Wiradinata selaku Rektor Unswagati saat ditemui setaranews.com usai pemilihan dekan FKIP di Kampus II, Rabu (4/1).

Beberapa perubahan ini dapat dilihat dari syarat bagi yang ingin mendaftar sebagai dekan. Jika pada SK lama mengharuskan dekan yang ingin kembali menjabat harus mengundurkan diri terlebih dahulu, tetapi untuk SK tahun 2016 ini cukup dengan mengambil cuti bagi dekan yang kembali mencalonkan.

Selain perubahan tersebut, ada beberapa syarat yang juga dimunculkan oleh pihak Yayasan terkait kriteria calon dekan, yaitu diharuskan mengikuti tes psikotes, rekam jejak, dan tes narkoba.

“Kemudian ada syarat-syarat yang memang dimunculkan oleh yayasan, harus ada rekam jejak terkait professional, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela. Jadi seorang calon dekan harus memiliki empat syarat tadi. Tambahan-tambahan dari yayasan tidak masalah, kita coba mengakomodasi. Dan juga ada tambahan tes lagi yaitu tes psikotes dan tes narkoba,” tutupnya.

Senin, 02 Januari 2017

Opini: Membenarkan Pikiran Kita

Opini, Setaranews.com - Pikiran dan perilaku kita, kata bijak bestari, terpengaruh oleh dua hal. Pertama adalah dengan siapa kita bergaul. Yang kedua mengenai buku apa yang kita baca.

Persoalan pertama tentu menyangkut begitu banyak aspek. Ada aspek pendikikan, ekonomi, bahkan juga strata sosial. Pergaulan yang terbatas tentunya akan mempengaruhi komunikasi, cara berpikir, dan cara menyelesaikan masalah. Sementara pergaulan yang luas, output yang dihasilkan adalah sebaliknya.

Pergaulan, dewasa ini, tidak tidak hanya dinilai dari lingkungan dimana kita tinggal, atau pun juga sekedar pada kawasan dimana kita bersekolah. Di era global ini, pergaulan juga dapat dipengaruhi oleh dunia maya, dunia internet yang konektivitasnya bahkan menjangkau dunia yang tak terjamah.

Tulisan ini akan mencoba membahas pengaruh pada pergaulan yang global, atau pergaulan internet. Hal ini dinilai penting karena hampir dari seluruh kegiatan kita saat ini, 70% nya dipengaruhi oleh pergaulan dunia maya. Dan parahnya, ternyata justru pergaulan yang dinilai modern tersebut yang membawa kita menuju kearah kesempitan berpikir serta ke kehidupan yang individualistis.

SISI NEGATIF PERGAULAN GLOBAL

Seorang filsuf kenamaan asal Slovenia, Slavoj Zizek dalam Is this digital democracy, or a new tyranny of cyberspace?, menyebut bahwa ada banyak penipuan dalam dunia maya. Hilangnya sifat kritis a la Marxis membuat siapa saja bisa merasa seolah setara dalam dunia maya. Singkatnya, dalam dunia maya, segalanya menyoal kekayaan, posisi sosial, kekuasaan atau kurang lebih itu, seperti terhapuskan.

Dunia maya berjalan seperti layaknya dunia biasa. Bedanya, dunia maya tidak dibangun dengan budaya dan tidak diatur oleh sistem sosial yang berlaku. Murid SD bisa berkomentar di kolom yang peruntukannya bagi dewasa. Ahli agama tanpa tedeng aling-aling berbusa-busa bicara hukum bahkan lebih nyaring dari Profesor hukum. Dan masih banyak lagi. Inilah kekacauan tipuan kesetaraan dalam dunia maya tersebut.

Selain tipuan kesataraan, Zizek juga menilai, ada banyak tipuan jati diri. Zizek mendefinisikan interface sebagai sebuah hubungan saya dengan yang lain tidak pernah tatap muka dan hanya sebatas dimediasi oleh mesin digital. Zizek bahkan merasa tidak pernah bisa yakin siapa mereka (kawan komunikasinya dalam dunia internet): mereka benar-benar memiliki cara menggambarkan diri mereka, apakah bahkan ada orang yang "nyata" di balik persona layar,  dunia maya hanya untuk multiplisitas orang.

Yang jahat berpenampilan seolah baik. Yang pemalu membuat citra seolah berani. Penyalahgunaannya kemudian, karena sadar bahwa dunia maya hanya permainan, seringkali muncul banyak informasi yang tersebar bebas tanpa tujuan yang jelas. Akhirnya, kejahatan menjadi lebih mulus dilancarkan. Informasi dengan tujuan adu domba, fitnah, dan opini sesat yang tak sempat dikritisi atau ditindaklanjuti seolah adalah kebenaran.

Zizek menyarankan untuk lebih hati-hati dalam menggunakan dunia maya. Zizek, dengan basis keilmuan psikoanalisis, menggambarkan bahwa “anda” bisa kehilangan “anda yang asli” dalam seperhitungan detik dan mengubah “anda” menjadi “diri yang lain”.

MULAILAH MEMBACA

Persoalan kedua adalah mengenai membaca buku. Dunia maya tentu memiliki sisi positif, meskipun sisi negatifnya tidak sedikit. Untuk menjaga nalar kritis kita tentu yang paling mungkin ditaruh harapan adalah buku.

Kita bisa mencermati gagasan tersebut dalam film Detachment yang dibintangi Adrien Brody. Brody, yang pada saat itu berperan sebagai guru, menjelaskan mengenai assimilate (percampuran budaya) dan ubiquitous (eksis dimanapun, dan dalam waktu yang sama). Pada dunia maya kedua hal itu benar-benar terjadi dan apabila tidak diimbangi maka akan merusak.

Brody, atau dalam film tersebut menjadi Henry Barthes, memotivasi muridnya untuk keluar dari ketidaksadaran. Dia mengajak untuk membaca buku dan memenuhi perpustakaan. Buku, atau lebih tepatnya kerajinan membaca,  baginya adalah benteng pertahanan terakhir. Dia ingin imajinasi kita muncul membangunkan hal-hal kritis untuk kemudian mengoreksi segala yang kita anggap selesai, utamanya yang kita yakini dalam pergaulan global via internet.

Brody tidak secara detail menjelaskan buku apa yang mesti kita baca. Intinya membaca referensi lain di luar yang ditawarkan. Dia, dalam film itu, hanya menyebut satu buku, yakni Novel George Orwell yang masyhur dengan judul 1984.

PENUTUP

Dari penjelasan di atas, kiranya kita bisa lebih dewasa dan bijak dalam menanggapi persoalan yang saat ini tengah menggempur kehidupan sosial kita. Kita tidak bisa menghindari dunia maya, tetapi kita bisa meminimalisir efek buruknya. Kita perlu mengoreksi banyak hal. Kita perlu teliti dalam memisahkan antara keshahihan dan kebenaran. Kembalilah membenarkan pikiran kita dengan membaca.

 

Oleh Bakhrul Amal, penulis adalah Dosen Ilmu Hukum UNUSIA Jakarta

Minggu, 01 Januari 2017

Opini: Terjebak “in Bad Culture”

Opini, Setaranews.com - Saat ini persaingan ketat semakin terasa dengan adanya pasar bebas Asean memaksa pada setiap individu, khususnya di Indonesia untuk berbenah memperbaiki dan meningkatkan kompetensi diri. Banyak perusahaan yang mengeluh karena mendapatkan tim yang tidak berkarakter baik sehingga tidak sesuai harapan. Sering kali pada setiap perusahaan menginginkan perubahan pada sebuah environment baru namun sangat susah bisa diterima, hal tersebut dikarenakan environment tersebut terjebak “in bad culture”.

Menurut penulis ada beberapa hal yang menimbulkan bad character tersebut diantaranya adalah:

  1. Career stuck


Ini banyak terjadi pada perusahaan yang tidak menerapkan proses jenjang karir, tidak ada analysis position untuk jabatan-jabatan tertentu, berjalan apa adanya dan begitu-begitu saja, karyawan hanya menunaikan kewajiban absen masuk dan absen pulang, semua dianggap sama tidak ada kompetisi dan tidak ada prestasi, akibat hal tersebut karyawan jenuh dan akan mengalami stagnasi baik dari sisi motivasi maupun inovasi.

  1. Performa appraisal yang tidak benar


Saat penilaian kinerja tidak tepat maka yang akan terjadi biasanya adalah kesenjangan, membangun gosip dan viral, bahkan karyawan akan menganggap itu hanya sebuah basa-basi yang dilakukan HRD hanya untuk menghindari kewajiban memberikan hak-hak karyawan.

  1. Tidak open minded


Berpikir terbuka atas perubahan dan perbaikan begitulah seharusnya. Namun, tidak sedikit sebuah perusahaan baik karyawan maupun level pimpinan enggan menerima perubahan karena merasa benar, cukup dan menganggap bahwa itu adalah usaha paling optimal dari yang mereka miliki. Tidak bisa menerima orang-orang yang memiliki pemikiran kreatif dan menganggap momok justru menggiring individu atau organisasi terhadap kegagalan bersaing.

  1. Motif conflict of interest


Saat membawa kepentingan pribadi kedalam perusahaan, ini akan membangun konflik kepentingan yang pada akhirnya akan terjadi persaingan tidak sehat, membangun kebencian dan mematahkan semangat tim lainnya. Konflik kepentingan ini menjadi salah satu faktor yang membangun bad cultrure.

  1. Lazy


Malas! Ini adalah faktor yang bahaya, karena malas itu tidak ada obatnya, alasan malas bisa karena kepribadian atau karena akibat yang ditimbulkan. Saat sifat malas ini timbul dari pribadi maka bersiaplah perusahaan akan terus merugi, dan sebaiknya segera lakukan evaluasi.

  1. Distrust terhadap manajemen


Manajemen yang tidak menjalankan kaidah organisasi dengan benar ini rentan terhadap kepercayaan yang didapatkan dari karyawan. Kesulitan mengakomodir usulan dan kreativitas bawahan bahkan cenderung meremehkan sebetulnya sangat mengancam akan kehilangan kepercayaan dari karyawan. Komunikasi satu arah tanpa memperhatikan saran dan pendapat karyawan akan memicu mereka diam dan enggan untuk mengeluarkan ide-ide cemerlangnya.

Hal-hal tersebut diatas jika dibiarkan berlarut-larut akan membentuk bad character environment dan pada akhirnya akan hasil performance korporasi akan menurun sehingga sangat jauh untuk bisa bersaing secara global.

Sebuah tugas yang tidak mudah menyelesaikan ini dikarenakan berhubungan dengan masalah karakter individu. Pendidikan karakter itu dimulai dan didapatkan dari proses pendidikan mereka. Proses pendidikan ini menjadi kunci jika sebagai individu maupun organisasi berhasil dalam persaingan global. Pendidikan formal dan pendidikan informal sangat mempengaruhi sikap dan kemampuan serta keterampilan individu. Perusahaan yang cerdas akan terus membekali karyawannya dengan berbagai keterampilan baik hard skills maupun soft skills, sehingga dengan demikian tujuan perusahan bisa tercapai. Membekali diri dengan berbagai macam pengetahuan dan mengikuti sertifikasi kompetensi saat ini adalah salah satu jawaban yang tepat, sehingga mampu berkompetisi di kancah pasar bebas.

 

Penulis:

Yono Maulana S.Kom., MM., MPM.

Dosen Manajemen Unswagati dan Konsultan Manajemen

Senja Sastra, Ruang Apresiasi Sastra di Lingkup Unswagati

Profile, Setaranews.com - Pernah dengar nama Senja Sastra atau biasa disingkat Sentra? Itu merupakan nama sebuah komunitas sastra yang dinaungi oleh mahasiswa Diksatrasia (Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia) Unswagati (Universitas Swadaya Gunung Jati). Mereka membuka ruang untuk masyarakat yang mempunyai minat lebih pada sastra, khususnya mahasiswa.

Menurut Wahyudi, salah satu pengurus Senja Sastra, komunitas tersebut terbentuk karena ingin membuka sebuah ruang apresiasi untuk mahasiswa Unswagati yang berkompeten di dunia literasi khususnya kesusastraan.

"Berangkat dari ruang apresiasi kawan-kawan mahasiswa Unswagati, saya yakin banyak yang berkompeten di dalam dunia literasi, kesusastraan khususnya, dan gak ada ruang. Maka dengan kesadaran itu membentuk ruang apresiasi sastra," ungkapnya pada Setaranews.com di Kampus II Unswagati, Jumat (30/12).

Lebih lanjut menurut Wahyudi, selain hal-hal diatas ruang ini hadir sebagai apresiasi di luar kelas kuliah, karena membicarakan sastra tidak akan tuntas ketika dilakukan hanya dalam pembelajaran di kelas.

Sementara metode yang mereka pakai adalah dengan cara berdiskusi. Diskusi yang diadakan setiap dwi Jumat tersebut tidak hanya terbuka untuk mahasiswa Unswagati saja, tetapi mahasiswa umum, pelajar SMA/MAN, penulis, budayawan, dan wartawan Cirebon. Senja Sastra sendiri biasa melakukan diskusi di Kampus II Unswagati secara kondisional, bisa di lorong, halaman, tempat parkir atau trotoar.

Senja Sastra sudah terbentuk hampir tiga tahun, tepatnya pada tahun 2013. Uniknya nama Senja Sastra memiliki arti yakni diskusi di waktu senja. Nama "Senja" diambil karena diskusi yang dilakukan komunitas tersebut dilakukan di waktu sore, dalam arti lain senja. Sedangkan "Sastra" diambil karena pembahasan yang mereka diskusikan ruang lingkupnya seputar sastra.