Selasa, 23 April 2013

Buku Pegangan Dosen dan Ketidakseriusan Unswagati

Oleh : Moh. Nazmudin

MEMASUKI perkuliahan semester delapan di Universitas Swadaya Gunung Jati penulis masih berkewajiban untuk menyelesaikan dua SKS matakuliah pilihan dan enam SKS skripsi dengan total beban sebanyak delapanm SKS, penulis kira tidak akan menemui praktek jual beli buku lagi di tingkat empat ini. Namun ternyata penulis salah.

Dua SKS mata kuliah pilihan yang penulis ambil adalah sesuai dengan rekomendasi dosen wali saat kontrak SKS berlangsung. Prosedur perekomendasian tersebut disesuaikan dengan hasil rapat Prodi yang menyesuaikan kapasitas dosen yang tersedia  dengan jumlah kelas rombongan belajar di prodi tersebut. Sehingga MK (Mata Kuliah) Pilihan penulis menjadi sebut saja MK A.  Dan di MK pilihan A itulah penulis kembali menemukan praktek jual beli buku.

Buku pegangan yang ditawarkan dosen tersebut seharga 30 ribu rupiah dengan tebal sekitar 40 halaman dengan sistem print disebelah sisi kertas saja. Lengkap dengan jilid biasa yang menggunakan lakban hitam di salah satu sisi buku sebagai perekatnya. Dahi penulis berkerut saat melihat bentuk buku tersebut terlebih tidak ditemukan sumber rujukan pengambilan isi buku tersebut dari mana . Penulis melakukan check disuatu situs untuk mencari arti kata buku. Penulis dapati buku lembar kertas yg berjilid, berisi tulisan atau kosong; kitab.

Di dalam buku Pedoman Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan UNSWAGATI TA 2009/2010 halaman 4 disebutkan:

“Secara institusional Universitas Swadaya Gunung Jati mempunyai tujuan untuk;

  1. Menyiapkan peserta didik yang cerdas dan berdaya saing melalui pendidikan dan pengajaran yang berkuliatas”


Dan juga pada halaman 3 di buku yang sama, tertulis:

“Misi Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) adalah sebagai berikut:

.... 3. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas”

Setelah puas membaca dengan teknik scanning terhadap buku pegangan yang baru saja penulis dapati tersebut, ini menumbulkan beberapa pertanyaan.

Pertama, apakah ada praktek jual beli yang serupa di prodi lain?. Kedua, apakah pihak dalam kampus UNSWAGATI tahu tentang praktik jual beli di lingkungan kampus? Dan apa reaksinya?

Pelegalan Jual Beli Buku Pegangan

Penulis berandai-andai, andai jual-beli buku pegangan yang dilakukan oleh seorang dosen di lingkungan kampus Unswagati dilegalkan, pasti sangat wow sekali. Bukan saja akan mengubah suasana kegiatan perkuliahan tetapi akan mengubah suasana akademisi kampus secara keseluruhan.

Pertama, pelegalan transaksi ini akan melahirkan juga aturan ketat mengenai standar buku yang beredar di kalangan akademisi kampus. Kedua, pelegalan jual-beli buku pegangan ini akan menghadirkan nuansa positif bagi kalangan dosen dan staff.  Bayangkan saja, jika dosen A dan dosen B menulis tentang suatu materi ajar yang serupa, dan ternyata buku dosen A lebih baik dari segi mutu dan tampilan daripada karya dosen B, maka bukan tidak mungkin akan menghadirkan persaingan yang sangat ketat dalam hal menerbitkan buku khususnya di lingkungan kampus Unswagati.

Ketiga, dari segi bisnis ini sangat baik, jika memang sudah ada aturan ketat tentang standardisasi buku pegangan dan banyak dosen yang ingin menerbitkan bukunya, sungguh sangat menjanjikan bagi kampus Unswagati untuk mempunyai percetakan dan penerbit sendiri.

Keempat, hal ini akan membuat suasana akademisi kampus kian maju dan hal ini bisa dijadikan sebagai upaya untuk menggaungkan nama kampus ke kancah nasional bahkan internasioanl. Hal ini bisa direalisasikan jika buku tersebut mempunyai kualitas sangat baik yang mana akan dijadikan referensi suatu bentuk karya ilmiah, bisa berupa jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan bahkan karya ilmiah internasioanl.

Kurang Serius

Melihat transaksi jual beli buku pegangan yang tak berstandar ini tetap berlangsung membuat penulis berfikir tentang ketidak-seriusan pihak kampus dalam merealisasikan misi dan tujuan kampus Unswagati seperti yang dikutip diatas. Penulis berfikir bahwa baik pihak kampus tahu atau tidak tahu mengenai hal ini, sebaiknya pihak kampus memberikan semacam pelatihan bagi para dosen yang ingin menulis dan menerbitkan buku pegangannya sendiri. Kenapa memberikan pelatihan menulis buku untuk kalangan dosen itu penting? Ini untuk menanggulangi transaksi buku pegangan yang kurang baik mutunya seperti diatas.

Membiarkan keberlangsungan transaksi jual beli buku tak berstandar seperti diatas berarti tidak serius dan lebih kepada tidak menjalankan misi dan tujuan Unswagati secara serius.

Dalam kasus ini, walau sebagian mahasiswa Unswagati bisa dikatakan sebagai dewasa muda yang bisa membedakan mana benar-salah, namun praktik jual beli buku tak berstandar itu seolah-olah bentuk pembenaran pihak kampus Unswagati bahwa buku pegangan boleh tidak perlu menggunakan referensi. Dan dengan kata lain hal ini menegaskan bahwa budaya akademisi tidak perlu dipraktekan. Dan tidak menutup kemungkinan hal ini menjadikan misi dan tujuan Unswagati belum tercapai dalam upaya menyiapkan peserta didik yang cerdas dan berdaya saing melalui pendidikan dan pengajaran yang berkuliatas, dan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas.

 

Moh. Nazmudin

Mahasiswa Unswagati Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar