Sabtu, 11 Februari 2017

Opini: Konspirasi Jahat antara Pemerintah dan Penegak Hukum terkait Proyek DAK 96 M!

Prolog

Pembangunan merupakan usaha-usaha untuk melakukan perubahan yang bisa dimaknakan memberikan perubahan terhadap kesejahteraan rakyat. Pembangunan baik itu fisik atau non fisik pada dasarnya menitik beratkan kepada kepentingan rakyat. Sehingga dalam realisasinya harus inspiratif dan partisipatif rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Adapun pemerintah yang berwenang, tetap saja dalam membuat kebijakan tidak semata-mata melalukaknya sendiri. Namun, pertimbangan membuat kebijakan harus meibatkan rakyat banyak, agar terpadu dan terintegrasi dengan baik, demi tercapainya pembangunan nasional baik ekonomi, sosial, politik, dan budayanya.

Beberapa tahun kebelakang ini, Cirebon yang di gadang-gadangkan menuju kota metropolis Cirebon Raya sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan fisik yang menyerap dana bersumber dari APBD dan APBN. Seperti pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi (pelabuhan, bandara, jalan) semuanya di tujukan untuk kesejahtraan rakyat, yang seharusnya merata tanpa ada kesenjangan sosial.

Namun dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah Cirebon bukan berarti tidak mempunyai hambatan yang serius, kenyataanya dalam merealisasikan program-programnya banyak bermunculan persoalan yang justru merugikan rakyat sendiri.

Salah satunya yaitu Pembangunan Infrastrutur Publik (IPD) Daerah dengan anggaran senilai 96 Miliar dari APBN menjadi topik hangat untuk di perbincangkan, pembangunan yang di peruntukan untuk menunjang prioritas program nasional berupa peningkatan akses jalan di daerah menuai berbagai persoalan yang menimbulkan konflik internal dan eksternal.

Polemik DAK di Kota Cirebon

Sebelumnya, dana alokasi khusus tiga dapil (daerah pilihan) Kec. Harjamukti (dapil satu), Kec. Kesambi (dapil dua), Kec. Kejaksan (dapil tiga) dengan jumlah pagu dana 96 Miliar, di peruntukan untuk pekerjaan jalan, jembatan, trotoarisasi, dan drainase. Tiga paket besar tersebut harus selesai pada 21 Desember 2016, kenyataanya pada 21 Desember 2016 pengerjaan masih jauh sekali dari rencana awal. Seperti di Kecamatan Harjamukti dengan kontrak proyek 21 titik dengan pagu dana sebesar Rp. 40,998,183,000,- pengerjaannya baru tercapai 32 %, itupun pekerjaan yang tidak memenuhi spek, sedangkan yang memenuhi spek hanya 20,12 % sampai dengan per 21 Desember 2016.

Harusnya pihak dinas jangan mencairkan pekerjaan tersebut, karena pekerjaan tidak sesuai spek, dikarenakan pihak kontraktor bandel dan tidak mengikuti SOP. Kenyataan dilapangan banyak sekali persoalan teknis yang di temukan terkait pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh dana DAK tersebut, berdasarkan hasil penelitian dan kajian terdapat beberapa penyimpangan seperti berikut, yang diambil dari proyek DAK di Kec. Harjamukti:

1. Betonisasi jalan
Pembesian yang menggunakan satu lapis, diameter pembesian tidak sesuai spek, jarak antar tulangan. Pembasahan Lapisan Muka Beton dengan Karung Goni tidak dilakukan.

2. Saluran drainase
Dimensi saluran tidak sesuai spek.

3. Jembatan
Tidak sesuai spek, pada pembesiannya, bondek.

4. Trotoarisasi
Tidak sesuai spek, material pasir pasang tidak sesuai spek. Campuran adukan tidak sesuai spek. Bahan material batu sikat dan batu alam yang di gunakan tidak sesuai spek.

5. Jalan aspal hotmix
Ketebalan jalan yang harusnya 3 cm, namun didapat hanya 1,5 – 2 cm padat.

Pembuatan Direksi Keet

Pembangunan insfrastruktur publik daerah seperti yang disebutkan di atas memang menuai berbagai persoalan teknis yang muncul di lapangan. Terutama ada beberapa yang patut jadi perhatian publik, yaitu diduga ada indikasi mark up RAB yang di lakukan oleh perencana dinas terkait. Contohnya seperti di Kec. Harjamukti, pelaksanaan realisasi proyek sangat jelas tidak sesuai dengan RAB, ditambah lagi dalam masa addendum (perpanjangan kontrak) tidak ada tim pengawasan independen. Ada pengawasnya saja masih bisa diakali untuk berbuat curang, apalagi saat ini yang tidak diawasi?

Pembangunan yang seharusnya dirasakan oleh rakyat, kenyataannya malah meresahkan rakyat Kota Cirebon. Dimana dampak yang muncul seperti kemacetan dan banjir karena mangkraknya pekerjaan yang belum juga rampung. Hal tersebut menghambat jalannya aktivitas ekonomi di masyarakat. Dengan persoalan yang menimbulkan konflik, pemerintah harus bersikap tegas dan bertanggung jawab sebagai pelaksana DAK 96 Miliar tersebut. Dan mengevaluasi kinerjanya sehingga bisa mengoptimalkan pada sisa waktu yang ada yaitu masa addendum sampai 21 Maret 2017.

Dalam kasus DAK 96 M, banyak pihak yang harus bertanggung jawab diantaranya yaitu Pemerintah Kota, DPRD Kota, Polresta dan Kejaksaan Kota. Pemkot (Wali Kota) bertanggung jawab penuh sebagai eksekutor, DPRD memiliki kewajiban mengontrol sebagai salah satu tufoksinya, dan penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan atas dugaan – dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut.

Oleh karena itu, jika lembaga yang disebutkan tersebut tidak segera melakukan tindakan, masyarakat tentunya akan bertanya – Tanya ada apa? Ada konspirasi Apa? Sehingga penyalahgunaan anggaran yang terlihat oleh mata telanjang sekalipun dibiarkan begitu saja? Apa jangan – jangan uang rakyat sudah dibajak? Dijadikan bahan bancakan oleh kelompok elit untuk merampok uang rakyat tersebut? Kenapa pekerjaan tidak kunjung usai dengan alasan yang sangat klise sekali? Silahkan jawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, biar masyarakat Kota Cirebon sendiri yang menilai. Jika tidak ada jawaban, jangan salah kan rakyat jika menggunakan jalur hukum dan gerakan ekstra parlementer (demonstrasi besar – besaran). Karena itu memamng hak rakyat, sebagaimana yang telah menyumbang terhadap dana DAK tersebut!

Penulis
Mumu Sobar Mukhlis
Kordinator Kajian Data Strategis Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar