Regional, Setaranews.com – Maraknya kasus korupsi di Indonesia mengundang keperihatinan sejumlah masyarakat, menimbang akan hal tersebut, Kota Cirebon lewat Rumah Inspirasi dan didukung oleh beberapa komunitas lokal mengadakan sebuah roadshow diskusi anti-korupsi yang diberi tajuk Kita Muda, Kita Anti-Korupsi.
Roadshow diskusi anti-korupsi tersebut meliputi sejumlah tempat di kawasan Cirebon yakni dimulai dari SD N 2 Karangmekar, SMK Bina Cendekia dan yang terakhir berlabuh di Mubtada Kopi pada Sabtu (03/02) lalu akan dilanjut pada Minggu (04/02) di CFD Jl. Siliwangi pukul 06.00-09.00 WIB dan Gedung Kesenian Rarasantang 13.00-selesai.
Diskusi kali ini diadakan di Mubtada Kopi pada sore hari, di tengah guyuran hujan diskusi berjalan kondusif. Kegiatannya ialah berupa bedah buku “Kata Tidak Sekedar Melawan” karya Nanang Farid Syam yang kemudian menjadi pembicara inti bersama Ide Bagus Arief Setiawan selaku Ketua Lakpesdam NU Kota Cirebon dan Sacandra Aji Rivaldi selaku Peneliti Analisis Wacana Kritis.
Dalam bedah bukunya pria yang kerap disapa Uda Nanang yang juga bagian dari Kerjasama Spesialis KPK tersebut memaparkan lahirnya buku “Kata Tidak Sekedar Melawan” bermula dari Konferensi Nasional Gerakan Puisi Menolak Korupsi.
Buku ini mencoba memberikan corak terhadap gerakan anti-korupsi yang dibungkus lewat sastra dan keuntungan penjualan buku pun akan disumbangkan untuk gerakan penyair anti-korupsi. “Buku ini membahas seluk-beluk korupsi dari segi literasi puisi, royalti pun akan diberikan untuk gerakan penyair anti korupsi,” ujarnya.
Kemudian, menimpali akan hal tersebut, Ide Bagus Arief Setiawan atau yang kerap disapa Kang Ibas berpendapat hadirnya puisi anti-korupsi di tengah-tengah masyarakat menjadi bukti kritisnya kondisi Indonesia tentang praktek-praktek korupsi yang terjadi.
“Adanya puisi melawan korupsi dianggap satu bentuk daruratnya keadaan, kita mengalami degradasi yang parah, artinya ketika puisi tidak lagi berbicara tentang romantisme, tapi justru berbicara tentang korupsi, sesuatu yang dianggap lebih darurat untuk dikemukakan.” ungkapnya.
Menurut Kang Ibas pun untuk memberantas korupsi tidak semena-mena berlangsung dalam waktu yang singkat, dibutuhkan proses, strategi dan sinergitas antar golongan.
“Karena untuk memberantas korupsi butuh waktu, sekali, dua kali, tiga kali aksi, tidak bakal membuat pelaku korupsi jera. Perlu adanya sinergitas antar golongan untuk beramai-ramai memikirkan strategi yang tepat dan cermat.” lanjutnya. (Fiqih)
Tampilkan postingan dengan label kota cirebon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kota cirebon. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 03 Februari 2018
Minggu, 13 Agustus 2017
Saut Situmorang: KPK Sedang Mendalami Dugaan Korupsi Tanah Cipto dan Gedung Setda
Cirebon, Setaranews.com – Bukan lagi komisioner Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kali ini turun ke daerah, melainkan langsung dari pucuk pimpinan yang tidak lain adalah Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Wakil Pimpinan lembaga anti korupsi ini pun mengakui sedang mendalami beberapa kasus dugaan korupsi di Kota Cirebon, diantaranya yaitu soal Pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon dan Sengketa Tanah Cipto yang menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp 21,622 Miliar.
Saut Situmorang, turut mengatakan memang sudah ada beberapa laporan dugaan koruspi baik dari Kabupaten maupun Kota Cirebon yang masuk kepada KPK.
“ Betul sudah ada yang masuk. Untuk perosalan Tanah Cipto kami sedang mendalaminya lebih jauh. Gedung Setda juga sudah ada yang melaporkan kepada kami,” ujarnya kepada setaranews, pada saat diskusi di kedai Kopi Mubtada, Minggu (13/08).
Selain itu, Saut Situmorang pun mempersilahkan kepada publik untuk berperan aktif membantu aparatur penegak hukum dalam rangka mencegah dan menegakan tindak pidana korupsi.
“Kami terbuka untuk pendidikan anti korupsi, baik untuk seminar ataupun diskusi, silahkan untuk berkomunikasi dengan tim dari KPK. Yang jelas untuk dua kasus tersebut kami sedang mendalaminya lebih jauh lagi, siapa yang mengantongi kerugian Negara tersebut,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui untuk persoalan dugaan korupsi Tanah Cipto saat ini selain ditangani KPK juga ditangani langsung oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabespolri) yang beberapa waktu silam meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung besaran kerugian Negara. Beberapa pejabat dan politisi pun sudah ada yang dimintai keterangan oleh tim penyidik, baik dari Mabespolri maupun KPK.
Saut Situmorang, turut mengatakan memang sudah ada beberapa laporan dugaan koruspi baik dari Kabupaten maupun Kota Cirebon yang masuk kepada KPK.
“ Betul sudah ada yang masuk. Untuk perosalan Tanah Cipto kami sedang mendalaminya lebih jauh. Gedung Setda juga sudah ada yang melaporkan kepada kami,” ujarnya kepada setaranews, pada saat diskusi di kedai Kopi Mubtada, Minggu (13/08).
Selain itu, Saut Situmorang pun mempersilahkan kepada publik untuk berperan aktif membantu aparatur penegak hukum dalam rangka mencegah dan menegakan tindak pidana korupsi.
“Kami terbuka untuk pendidikan anti korupsi, baik untuk seminar ataupun diskusi, silahkan untuk berkomunikasi dengan tim dari KPK. Yang jelas untuk dua kasus tersebut kami sedang mendalaminya lebih jauh lagi, siapa yang mengantongi kerugian Negara tersebut,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui untuk persoalan dugaan korupsi Tanah Cipto saat ini selain ditangani KPK juga ditangani langsung oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabespolri) yang beberapa waktu silam meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung besaran kerugian Negara. Beberapa pejabat dan politisi pun sudah ada yang dimintai keterangan oleh tim penyidik, baik dari Mabespolri maupun KPK.
Kamis, 15 Juni 2017
Gagal Wujudkan Visi Kota Cirebon, Gemsos Gelar Aksi
Cirebon, SetaraNews.Com – Gerakan Mahasiswa Sosialis (GeMSos) Cirebon menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD Kota Cirebon terkait kinerja pemerintah Kota Cirebon yang belum bisa mewujudkan Visi dan Misi Kota Cirebon, pada Kamis (15/06).
Aksi dimulai dari Kampus Utama Unswagati menuju Kantor DPRD, sepanjang Jalan Siliwangi massa aksi melakukan orasi. Dalam orasinya, massa aksi menyerukan bahwa pemerintah yang terdiri dari Trias Politica (Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) telah gagal mewujudkan visi dan misi kota Cirebon yaitu Kota Cirebon yang RAMAH (Religius, Aman, Maju, Aspiratif, Hijau).
Taufik Hay, Juru bicara (Jubir) aksi memaparkan kinerja pemerintah telah mencederai cita-cita kota Cirebon karena realitanya masih saja banyak terjadi penyelewangan oleh pemerintah.
“Kota Cirebon mempunyai visi RAMAH, namun dalam penerapannya masih banyak praktik-praktik korupsi yang mengotori tanah para wali ini, banyaknya polemik yang terjadi saat ini, seperti dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) insfrastruktur senilai 96 M, Gedung Setda (Sekretariat Daerah) 86 M yang tidak kunjung jelas, dan lagi PPDB dan PDAM yang selalu menjadi persoalan setiap tahunnya mengindikasikan trias politica harus mempertanggungjawabkannya sesuai tupoksinya.” Ujarnya saat ber-orasi di depan Gedung DPRD Kota Cirebon.
Disamping itu pihak DPRD, yang menurut ajudannya, sedang tidak ada di tempat karena sedang mengurusi Panitia Khusus (Pansus) keluar kota membuat massa aksi kecewa, yang jika di tinjau dari Visi Kota Cirebon sama sekali tidak aspiratif, karena sebagai masyarakat Kota Cirebon sulit untuk berdialog dan menemui wakil rakyatnya.
Aksi dimulai dari Kampus Utama Unswagati menuju Kantor DPRD, sepanjang Jalan Siliwangi massa aksi melakukan orasi. Dalam orasinya, massa aksi menyerukan bahwa pemerintah yang terdiri dari Trias Politica (Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) telah gagal mewujudkan visi dan misi kota Cirebon yaitu Kota Cirebon yang RAMAH (Religius, Aman, Maju, Aspiratif, Hijau).
Taufik Hay, Juru bicara (Jubir) aksi memaparkan kinerja pemerintah telah mencederai cita-cita kota Cirebon karena realitanya masih saja banyak terjadi penyelewangan oleh pemerintah.
“Kota Cirebon mempunyai visi RAMAH, namun dalam penerapannya masih banyak praktik-praktik korupsi yang mengotori tanah para wali ini, banyaknya polemik yang terjadi saat ini, seperti dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) insfrastruktur senilai 96 M, Gedung Setda (Sekretariat Daerah) 86 M yang tidak kunjung jelas, dan lagi PPDB dan PDAM yang selalu menjadi persoalan setiap tahunnya mengindikasikan trias politica harus mempertanggungjawabkannya sesuai tupoksinya.” Ujarnya saat ber-orasi di depan Gedung DPRD Kota Cirebon.
Disamping itu pihak DPRD, yang menurut ajudannya, sedang tidak ada di tempat karena sedang mengurusi Panitia Khusus (Pansus) keluar kota membuat massa aksi kecewa, yang jika di tinjau dari Visi Kota Cirebon sama sekali tidak aspiratif, karena sebagai masyarakat Kota Cirebon sulit untuk berdialog dan menemui wakil rakyatnya.
Lebih lanjut, aksi tersebut di teruskan dengan pernyatan sikap, pemerintah (Eksekutif, Yudikatif, Legislatif) gagal menjalankan tupoksinya, karena tujuan dari RAMAH itu tidak tercapai, serta dalam rangka Good Government pemerintah harus berpihak kepada rakyat banyak, transparan, akuntabel, serta jauh dari praktik tindak pidana korupsi.
Minggu, 14 Mei 2017
Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi
- Penyalahgunaan wewenang, Mark Up, Laporan Fiktif, Gratifikasi, Suap, mengisi sederet Modus Korupsi paling banyak di Indonesia
- Korupsi paling sering dilakukan pada pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
- Korupsi Membuat Pembangunan Menghasilkan Efek domino berupa Ketimpangan Ekonomi
Cirebon, setaranews.com - Dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), pemerintah pusat menggelontorkan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah, yang bersumber dari Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dalam kedudukannya, pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana dalam penggunaan DAK yang di transfer pemerintah pusat kedalam kas daereah (DPPKAD. Red). Dalam implementasinya, pengeloalaan DAK banyak menimbulkan hambatan dan persoalan, dari masalah teknis dan non-teknis. Sedangkan yang diharapkan dalam tata kelolanya bisa tepat sasaran, efektif, efisien, dan akuntabel.
Cirebon adalah calon Kota metropolitan selanjutnya di Indonesia yang tentunya akan menjadi kota tujuan banyak orang untuk sekedar berpergian sampai mencari penghidupan. Dengan kalimat lain, tantangan untuk meminimalisasi ketimpangan sebagaimana kota - kota lain, termasuk di Kota Cirebon lebih besar, kalau bukan yang paling besar. Disitulah kemudian letak esensi pembangunan yaitu bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan harapan mengurangi kemiskinan, pengangguran dan problem sosial, ekonomi , dan budaya lainnya.
Akankah harapan itu terjadi? Sudah bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa korupsi kerap menjangkiti proses pembangunan, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pusat maupun daerah. Imbasnya yakni semakin menjauhkan cita – cita dan tujuan awalnya kenapa pembangunan itu mutlak diperlakukan. Korupsi dalam pembangunan tersebut justru semakin menambah parah ketimpangan ekonomi yang ada, dan akan berimbas pada problem sosial, politik, dan budaya masyarakat Kota Cirebon pada umumnya.
Kualitas penegakan korupsi di kota cirebon memang masih rendah, dari beberapa kasus yang masuk dan di tangani hanya beberapa saja yang diselesaikan. Dari sejumlah kasus - kasus yang ada di Kota Cirebon, tidak sedikit yang dikategorikan mangkrak atau tidak jelas penanganannya. Dengan kata lain, tidak ada keterangan resmi apakah kasus-kasus itu telah masuk pada tahap penuntutan atau masih dalam proses penyidikan atau bahkan dihentikan.
Jika merujuk pada hasil survei yang dilakukan oleh ICW 2015 menyebutkan bahwa modus korupsi yang sering dilakukan yaitu seperti penyalahgunaan anggaran, penggelapan, Mark Up, penyalahgunaan wewenang, laporan fiktif suap dan gratifikasi. (Sumber: Antikorupsi.org)
Buruknya sistem penegakan hukum di Indonesia, dinilai menjadi biang keladi praktik korupsi tetap berjalan. Oknum di lembaga penegak hukum tidak akan kapok dan terus mengambil keuntungan dari lemahnya sistem. Catatannya, selama semua pihak yang terlibat di dalamnya mendapatkan keuntungan, maka korupsi pun akan terus bergulir.
"Variabel lain, penyuapnya sendiri masih terbuka lebar karena masih ada harapan, ini bisa disuap. Jadi ada ranah di lembaga penegak hukum," beber Dadang dari Lembaga Transparansi Internasional Indonesia.
Tidak hanya ICW dan TI saja yang memberikan hasil peneilitiannya, World Bank (WB) pun tidak mau ketinggalan. Dalam penelitian yang dilakukan WB tersebut menyebutkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih sangat rendah. Disebutkan pula bahwa mencari keadilan hukum masih sulit. Kalaupun ada pemberantasan korupsi yang dilakukan sampai tuntas masih seperti Oase di padang pasir. Adanya lansian dari WB tersebut tentunya mencoreng wajah Indonesia di mata dunia internasional sebagai negara yang tidak hanya angka ketimpangan yang tinggi, indeks persepsi korupsinya pun sangat tinggi.
Dengan kata lain, jika merujuk data dan fakta yang ada maka korupsi infrastruktur dalam program pembangunan semakin memperparah kondisi perekonomian, dimana ketimpangan justru semakin menjulang tinggi, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjungkal miskin. Korupsi pembangunan juga semakin memperlebar jurang angka ketimpangan ekonomi. Indonesia menduduki peringkat 4 negara paling timpang sedunia (menurut laporan Credit Suisse yang terkenal itu. Red) dengan 4 orang terkayanya menguasai kekayaan lebih dari yang dimiliki 100 juta orang termiskinnya (berdasarkan laporan Oxfam. Red) (Sumber: Tirto.id).
Lalu, kalau sudah begitu Pembangunan Untuk Siapa? Penegakan Hukum Untuk siapa?
Korupsi dibiarkan saja? Pray For Cirebon yang tinggal menunggu kematiannya!
Selanjutnya Klik Link dibawah Ini:
LAPORAN 1: Lapsus: Pemberantasan Korupsi DAK 96 MANGKRAK, Aparat Diboyong Piknik Ke Singapore
LAPORAN 2: Ini Dia Kronologis Dugaan Korupsi DAK 96 M Sebelum Addendum
LAPORAN 3: Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang
LAPORAN 4: Rentetan Peristiwa Unik Dugaan Korupsi DAK 96 M Berujung Indikasi Gratifikasi
lAPORAN 5 : Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi, Hukum dan Sosial
*Penulis adalah Epri Fahmi Aziz, Mahasiswa FE Unswagati yang juga Anggota Luar Biasa (Alubi) Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM SETARA) dan juga penulis lepas di berbagai media.
Kamis, 20 April 2017
DPUPR Siap Lakukan Transparansi Polemik DAK
Cirebon, Setaranews.com - Aliansi Mahasiswa Cirebon (AMC) kembali gelar aksi, kali ini untuk menagih janji Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ( DPUPR ) terkait ketidaksesuaian pembangunan fasilitas publik yang bersumber dari DAK 96 Miliar. Aksi dimulai dari Kampus Utama Universitas Swadaya Gunung jati ( Unswagati ) menuju kantor DPUPR, pada Kamis (20/4).
AMC membuat MoU (Memorendum of Understanding ) untuk tahu sejauh mana keseriusan DPUPR menanggapi kasus DAK 96 M. Selain itu juga AMC tekan DPUPR untuk transparansi melalui media elektronik maupun diskusi publik terkait proses hukum kasus mega kota Cirebon tersebut. Saat ditanya untuk melakukan transparansi terkait proses hukum polemik DAK 96 Miliar, Yudi Wahono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Sekretaris DPUPR dengan tegas menyatakan kesiapannya,
“kalo hanya untuk kesepakatan sih okelah, tapi untuk tandatangan MoU kami kan instansi, kami punya partai integritas yang harus ditandatangani sesuai dengan perpres,kalau pernyataan lisan sih kan saya sudah ngomong kalau tertulis sih tidak bisa kan ada atasan-atasan saya di dalam instansi” ujarnya kepada massa aksi.
DPUPR pun tegaskan tidak akan membayar kontraktor karena masa addendum yang sudah habis sedangkan kualitasnnya tidak sesuai spesifikasi. Namun, AMC tidak mempermasalahkan terkait pembayaran tetapi mempertanyakan Polemik DAK 96 Miliar yang tidak sesuai spesifikasi. “ya berarti itu kontraktornya yang salah,sudah dikontrol tapi kalo memang masih gitu ya berarti kemampuannya sampai disitu nantinya saya tidak akan bayar.” Tambahnya. (Felis)
AMC membuat MoU (Memorendum of Understanding ) untuk tahu sejauh mana keseriusan DPUPR menanggapi kasus DAK 96 M. Selain itu juga AMC tekan DPUPR untuk transparansi melalui media elektronik maupun diskusi publik terkait proses hukum kasus mega kota Cirebon tersebut. Saat ditanya untuk melakukan transparansi terkait proses hukum polemik DAK 96 Miliar, Yudi Wahono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Sekretaris DPUPR dengan tegas menyatakan kesiapannya,
“kalo hanya untuk kesepakatan sih okelah, tapi untuk tandatangan MoU kami kan instansi, kami punya partai integritas yang harus ditandatangani sesuai dengan perpres,kalau pernyataan lisan sih kan saya sudah ngomong kalau tertulis sih tidak bisa kan ada atasan-atasan saya di dalam instansi” ujarnya kepada massa aksi.
DPUPR pun tegaskan tidak akan membayar kontraktor karena masa addendum yang sudah habis sedangkan kualitasnnya tidak sesuai spesifikasi. Namun, AMC tidak mempermasalahkan terkait pembayaran tetapi mempertanyakan Polemik DAK 96 Miliar yang tidak sesuai spesifikasi. “ya berarti itu kontraktornya yang salah,sudah dikontrol tapi kalo memang masih gitu ya berarti kemampuannya sampai disitu nantinya saya tidak akan bayar.” Tambahnya. (Felis)
Rabu, 29 Maret 2017
Agus Dimyati Kembali Angkat Bicara Soal Polemik DAK 96 M
Unswagati, Setaranews.com - Masa addendum (perpanjangan kontrak) DAK (Dana Alokasi Khusus) 96 M sudah berakhir pada 21 Maret 2017. Tapi polemik DAK 96 M masih menjadi perbincangan. Kasus DAK 96 M yang masuk tahap penyelidikan kembali membuat Agus Dimyati selaku Dosen Hukum Unswagati Cirebon angkat bicara.
Menurutnya, kasus DAK 96 M harus dilihat per tahap, ada pelanggaran atau tidak di dalamnya. "Mulai dari lelang apakah ada unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Jika ini terjadi sebelum pelaksanaan, maka ini harus ditindak pidana. Sama halnya jika ada pelanggaran dalam pelaksanaannya, maka harus ditindak pidana," ujarnya saat ditemui oleh Setaranews.com di Kampus III Unswagati, Selasa (21/3).
Agus pun membagi persoalan DAK 96 M menjadi dua bagian yaitu addendum dan pelaksanaan. "Ini bukan perpanjangan kontrak, tapi perpanjangan waktu pelaksanaan, maka addendum dikeluarkan. Jika pelaksanaannya tidak sesuai spek sehingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengawas melakukan komplain kepada kontraktor bahwa ini ada yang tidak sesuai dengan spek maka proyek harus dibongkar," kata Agus.
Sementara, audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan dikeluarkan setelah perpanjangan waktu 50 hari dari addendum. Maka akan ada pelaporan ke BPK berbentuk elektronik atau pembukuan manual. Setelahnya, akan terlihat siapa yang menari di atas kerugian uang negara. Audit bisa dilakukan dengan dua cara yaitu audit biasa dan audit investigasi.
Agus berharap kali ini akan dilaksanakan audit investigasi karena sudah ada temuan pelanggaran yang dapat dilihat dengan mata telanjang. "Audit ini (investigasi) bisa dilaksanakan juga jika ada dorongan dari masyarakat. Jika BPK dan ULP tidak bersuara lantang maka dapat dipastikan ada konspirasi antara kontraktor dengan mereka (ULP dan BPK)," tambahnya.
Agus menilai Tim Penyidik tidak memerlukan gelar perkara karena berbagai pelanggaran sudah terlihat jelas, hanya tinggal menunggu kepiawaian penyidik dalam mengungkap kasus ini. (Felis)
Berita lainnya: DPUPR: Nilai Kontrak Tidak 96 Milyar
Menurutnya, kasus DAK 96 M harus dilihat per tahap, ada pelanggaran atau tidak di dalamnya. "Mulai dari lelang apakah ada unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Jika ini terjadi sebelum pelaksanaan, maka ini harus ditindak pidana. Sama halnya jika ada pelanggaran dalam pelaksanaannya, maka harus ditindak pidana," ujarnya saat ditemui oleh Setaranews.com di Kampus III Unswagati, Selasa (21/3).
Agus pun membagi persoalan DAK 96 M menjadi dua bagian yaitu addendum dan pelaksanaan. "Ini bukan perpanjangan kontrak, tapi perpanjangan waktu pelaksanaan, maka addendum dikeluarkan. Jika pelaksanaannya tidak sesuai spek sehingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengawas melakukan komplain kepada kontraktor bahwa ini ada yang tidak sesuai dengan spek maka proyek harus dibongkar," kata Agus.
Sementara, audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan dikeluarkan setelah perpanjangan waktu 50 hari dari addendum. Maka akan ada pelaporan ke BPK berbentuk elektronik atau pembukuan manual. Setelahnya, akan terlihat siapa yang menari di atas kerugian uang negara. Audit bisa dilakukan dengan dua cara yaitu audit biasa dan audit investigasi.
Agus berharap kali ini akan dilaksanakan audit investigasi karena sudah ada temuan pelanggaran yang dapat dilihat dengan mata telanjang. "Audit ini (investigasi) bisa dilaksanakan juga jika ada dorongan dari masyarakat. Jika BPK dan ULP tidak bersuara lantang maka dapat dipastikan ada konspirasi antara kontraktor dengan mereka (ULP dan BPK)," tambahnya.
Agus menilai Tim Penyidik tidak memerlukan gelar perkara karena berbagai pelanggaran sudah terlihat jelas, hanya tinggal menunggu kepiawaian penyidik dalam mengungkap kasus ini. (Felis)
Berita lainnya: DPUPR: Nilai Kontrak Tidak 96 Milyar
Jumat, 24 Maret 2017
DPUPR: Nilai Kontrak Tidak 96 Milyar
Cirebon, Setaranews.com – Proses pengerjaan infrastruktur Kota Cirebon yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 96 milyar telah selesai. Masa addendum (perpanjangan kontrak) selama 90 hari telah berakhir per 21 Maret 2017.
Budi Rahardjo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) mengatakan jika telah terjadi serah terima sementara atau PHO (Provisional Hand Over) dari pihak kontraktor. “Menurut pengakuan kontraktor proses pengerjaan sudah seratus persen, karena mereka sudah meminta PHO” ujarnya kepada setaranews.com saat ditemui di ruangannya, Kamis (23/3).
Namun, DAK senilai 96 milyar yang dikucurkan dari pemerintah pusat belum terserap seratus persen. Budi mengakui jika nilai kontrak atau lelang tidak mencapai 96 milyar dan hingga masa addendum selesai pembayaran kontrak baru 50%.
“Setelah dilelangkan 'kan tidak mungkin semuanya terserap, nilai kontraknya tidak senilai 96 milyar tapi image orang kan nilai kontraknya 96 milyar. Rapat terakhir itu yang terserap 90 koma berapa,” tambahnya.
Lebih lanjut, Budi pun mengusulkan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) dari dana 96 milyar tersebut untuk pekerjaan yang lain namun tetap diperuntukan pada pengerjaan jalan, trotoar, drainase, dan jembatan, sebab dana tersebut sudah masuk ke dalam kas daerah Kota Cirebon.
Selama enam bulan setelah PHO proses pemeliharaan masih menjadi tanggung jawab perusahaan kontraktor, “Sebelum FHO (Final Hand Over) itu masih tanggung jawab mereka, enam bulan setelah PHO itu namanya proses pemeliharaan,” pungkasnya.
Berita lainnya: DPUPR Keluhkan Kendala Pembangunan, Komisi B DPRD Akui Penyimpangan DAK 96 M
Budi Rahardjo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) mengatakan jika telah terjadi serah terima sementara atau PHO (Provisional Hand Over) dari pihak kontraktor. “Menurut pengakuan kontraktor proses pengerjaan sudah seratus persen, karena mereka sudah meminta PHO” ujarnya kepada setaranews.com saat ditemui di ruangannya, Kamis (23/3).
Namun, DAK senilai 96 milyar yang dikucurkan dari pemerintah pusat belum terserap seratus persen. Budi mengakui jika nilai kontrak atau lelang tidak mencapai 96 milyar dan hingga masa addendum selesai pembayaran kontrak baru 50%.
“Setelah dilelangkan 'kan tidak mungkin semuanya terserap, nilai kontraknya tidak senilai 96 milyar tapi image orang kan nilai kontraknya 96 milyar. Rapat terakhir itu yang terserap 90 koma berapa,” tambahnya.
Lebih lanjut, Budi pun mengusulkan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) dari dana 96 milyar tersebut untuk pekerjaan yang lain namun tetap diperuntukan pada pengerjaan jalan, trotoar, drainase, dan jembatan, sebab dana tersebut sudah masuk ke dalam kas daerah Kota Cirebon.
Selama enam bulan setelah PHO proses pemeliharaan masih menjadi tanggung jawab perusahaan kontraktor, “Sebelum FHO (Final Hand Over) itu masih tanggung jawab mereka, enam bulan setelah PHO itu namanya proses pemeliharaan,” pungkasnya.
Berita lainnya: DPUPR Keluhkan Kendala Pembangunan, Komisi B DPRD Akui Penyimpangan DAK 96 M
Jumat, 10 Maret 2017
Ini Tanggapan Agus Dimyati Terkait Polemik DAK
Cirebon, Setaranews.com – Polemik Dana Alokasi Khusus (DAK) 96 M yang diduga telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya mengundang tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Agus Dimyati selaku akademisi dari Bidang Hukum yang menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon.
Agus menuturkan penyimpangan DAK harus didasarkan pada adanya fakta-fakta, jikalau fakta-fakta tersebut memperlihatkan hasil pengerjaan yang memang dianggap adanya penyimpangan, maka instansi terkait harus melakukan tindakan terhadap polemik tersebut.
Agus pun menganggap jika Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terlalu terburu-buru dalam menyerahkan proyek pembangunan infrastruktur kepada kontraktor bangunan. "Dinas PU dinilai terlalu gegabah dalam memberikan proyek pembangunan infrastruktur kota kepada kontraktor bangunan,” ujarnya pada Setaranews.com di Kampus III, Gedung Fakultas Hukum, Rabu (8/3).
Sebab, lanhut Agus, dalam sebuah proyek pasti ada salah satu lembaga yang ditunjuk sebagai pengawas jalannya proyek tersebut. Dalam hal anggaran, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi berjalannya pembangunan.
Dalam pengerjaan, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi jalannya pembangunan kota karena pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, Agus menduga ada dua kemungkinan terkait kucuran dana 96 M yang bersumber dari APBN tersebut. Pertama, pemerintah kota Cirebon memberikan dana kepada kontraktor secara bertahap sehingga pembangunan proyek tidak sesuai spesifikasi. Kedua, dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor, tetapi kontraktor tidak melaksanakan proyek sesuai SPK (Surat Perintah Kerja). Dia juga tidak sependapat, jika pembangunan proyek molor dikarenakan alasan cuaca.
''Jika alasan kontraktor menunda proyek karena cuaca itu sangat tidak masuk akal. Karena logikanya gini, di Bandung aja yang intensitas cuacanya lebih tinggi, semua pelaksanan pembangunan berjalan baik. Kenapa cirebon tidak bisa? Tapi jika dikerjakan sesuai dengan undang-undang saya yakin semua proyek pembangunan infrastruktur kota pasti akan berjalan dengan baik. Jika memang pemerintah tidak mampu melakukan tugasnya kita harus ganti ketua dinasnya. Pengawasan yang dilakukan harus by system, jika sudah terlihat adanya penyimpangan langsung lakukan pemanggilan kepada instansi terkait," kata Agus.
Proyek yang tidak selesai pada waktu yang disepakati yakni 21 Desember 2016 justru diperpanjang (addendum) hingga 21 Maret 2017. Namun lagi-lagi, pengerjaaan proyek belum selesai pada waktu yang telah ditentukan pada addendum.
Meski ada undang-undang yang mengatur tentang addendum, tetapi persoalannya bukan pada perpanjangan lama waktunya melainkan hasil bangunannya. Addendum dilakukan bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
''Jika tidak ada perbaikan maka pemkot melalui PU harus mencabut SPK guna menghindari kerugian anggaran dana, kejaksaan harus cepat bertindak. Hasil audit wajib dipublikasikan demi kepentingan banyak orang. Penandatanganan SPK juga sebenernya itu harus disaksikan oleh KPK jika tidak ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran dana,'' jelas Agus.
Untuk meninjau sejauh mana keberhasilan pelaksanaan proyek DAK, pasti adanya evaluasi pelaporan pada SPK yang sudah disepakati, evaluasi dilakukan di per-triwulan sekali. (Felis)
Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon
Agus menuturkan penyimpangan DAK harus didasarkan pada adanya fakta-fakta, jikalau fakta-fakta tersebut memperlihatkan hasil pengerjaan yang memang dianggap adanya penyimpangan, maka instansi terkait harus melakukan tindakan terhadap polemik tersebut.
Agus pun menganggap jika Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terlalu terburu-buru dalam menyerahkan proyek pembangunan infrastruktur kepada kontraktor bangunan. "Dinas PU dinilai terlalu gegabah dalam memberikan proyek pembangunan infrastruktur kota kepada kontraktor bangunan,” ujarnya pada Setaranews.com di Kampus III, Gedung Fakultas Hukum, Rabu (8/3).
Sebab, lanhut Agus, dalam sebuah proyek pasti ada salah satu lembaga yang ditunjuk sebagai pengawas jalannya proyek tersebut. Dalam hal anggaran, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi berjalannya pembangunan.
Dalam pengerjaan, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi jalannya pembangunan kota karena pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, Agus menduga ada dua kemungkinan terkait kucuran dana 96 M yang bersumber dari APBN tersebut. Pertama, pemerintah kota Cirebon memberikan dana kepada kontraktor secara bertahap sehingga pembangunan proyek tidak sesuai spesifikasi. Kedua, dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor, tetapi kontraktor tidak melaksanakan proyek sesuai SPK (Surat Perintah Kerja). Dia juga tidak sependapat, jika pembangunan proyek molor dikarenakan alasan cuaca.
''Jika alasan kontraktor menunda proyek karena cuaca itu sangat tidak masuk akal. Karena logikanya gini, di Bandung aja yang intensitas cuacanya lebih tinggi, semua pelaksanan pembangunan berjalan baik. Kenapa cirebon tidak bisa? Tapi jika dikerjakan sesuai dengan undang-undang saya yakin semua proyek pembangunan infrastruktur kota pasti akan berjalan dengan baik. Jika memang pemerintah tidak mampu melakukan tugasnya kita harus ganti ketua dinasnya. Pengawasan yang dilakukan harus by system, jika sudah terlihat adanya penyimpangan langsung lakukan pemanggilan kepada instansi terkait," kata Agus.
Proyek yang tidak selesai pada waktu yang disepakati yakni 21 Desember 2016 justru diperpanjang (addendum) hingga 21 Maret 2017. Namun lagi-lagi, pengerjaaan proyek belum selesai pada waktu yang telah ditentukan pada addendum.
Meski ada undang-undang yang mengatur tentang addendum, tetapi persoalannya bukan pada perpanjangan lama waktunya melainkan hasil bangunannya. Addendum dilakukan bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
''Jika tidak ada perbaikan maka pemkot melalui PU harus mencabut SPK guna menghindari kerugian anggaran dana, kejaksaan harus cepat bertindak. Hasil audit wajib dipublikasikan demi kepentingan banyak orang. Penandatanganan SPK juga sebenernya itu harus disaksikan oleh KPK jika tidak ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran dana,'' jelas Agus.
Untuk meninjau sejauh mana keberhasilan pelaksanaan proyek DAK, pasti adanya evaluasi pelaporan pada SPK yang sudah disepakati, evaluasi dilakukan di per-triwulan sekali. (Felis)
Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon
Sabtu, 04 Maret 2017
DAK 96 Milyar Sudah Habis Awal Maret
Cirebon, Setaranews.com – Pemerintah kota Cirebon kini tengah melakukan perbaikan infrastruktur jalan di lima kecamatan, yakni Harjamukti, Lemahwungkuk, Kejaksan, Pekalipan, dan Kesambi. Perbaikan ini bersumber dari DAK (Dana Alokasi Khusus) dengan nilai sebesar 96 Milyar. DAK bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK 96 Milyar diajukan pada 2014 dan cair pada akhir 2015, dengan melalui pengajuan proposal oleh Walikota ke pemerintah pusat. DAK diperuntukan untuk pembangunan jalan, jembatan, drainase, dan trotoar.
“DAK itu khusus, namanya juga khusus. Jadi tidak boleh dipakai untuk yang lain, untuk bangun gedung, atau lapangan. Khusus untuk jalan aja, dan ini sudah masuk ke kas daerah kita. Ini sudah diberikan ke daerah jadi tidak bisa dibalikan lagi ke Jakarta,” ujar Yudi Wahono selaku Sekertaris Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Kota Cirebon saat ditemui setaranews.com di ruangannya, Jumat (3/2).
Pada awal Maret ini, Yudi mengatakan jika proses pengerjaan jalan di lima kecamatan hampir seratus persen dan sudah menghabiskan dana 96 Milyar tersebut. “Sudah selesai, hampir seratus persen. Dan dana juga sudah habis. Hasilnya juga sudah bisa dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Seperti yang diketahui, Walikota melakukan addendum (perpanjangan kontrak) dikarenakan proses pengerjaan yang belum selesai. Pada kontrak berakhir 21 Desember 2016, namun kini diperpenjang sampai 21 Maret 2017 dengan pertimbangan agar pengerjaan jalan yang belum selesai ini tidak memperparah kondisi.
“Saya punya pemikiran, jika ini dihentikan nanti akan mangkrak, pekerjaan yang belum selesai nanti justru akan memperparah keadaan sehingga kami memberikan kesimpulan jika ini diperpanjang, namun dengan beberapa sanksi yang harus mereka terima,” ungkapnya.
Yudi pun menjelaskan jika keterlambatan tersebut dikarenakan faktor cuaca, tenaga kerja, dan ketersediaan bahan yaitu batu alam yang menjadi rebutan. Sanksi yang diberikan kepada kontraktor asal Jakarta terkait molornya pengerjaan berupa denda keterlembatan, yaitu per-seribu mil dikali jumlah hari, lalu dikali jumlah kontrak yang harus diselesaikan.
Pembangunan yang tengah dilakukan pemerintah kota berkaitan dengan wacana menuju Cirebon metropolitan, menjadikan Cirebon sebagai kota tujuan.
Berita lainnya: Proyek DAK 96 M, KNPI Netral
DAK 96 Milyar diajukan pada 2014 dan cair pada akhir 2015, dengan melalui pengajuan proposal oleh Walikota ke pemerintah pusat. DAK diperuntukan untuk pembangunan jalan, jembatan, drainase, dan trotoar.
“DAK itu khusus, namanya juga khusus. Jadi tidak boleh dipakai untuk yang lain, untuk bangun gedung, atau lapangan. Khusus untuk jalan aja, dan ini sudah masuk ke kas daerah kita. Ini sudah diberikan ke daerah jadi tidak bisa dibalikan lagi ke Jakarta,” ujar Yudi Wahono selaku Sekertaris Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Kota Cirebon saat ditemui setaranews.com di ruangannya, Jumat (3/2).
Pada awal Maret ini, Yudi mengatakan jika proses pengerjaan jalan di lima kecamatan hampir seratus persen dan sudah menghabiskan dana 96 Milyar tersebut. “Sudah selesai, hampir seratus persen. Dan dana juga sudah habis. Hasilnya juga sudah bisa dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Seperti yang diketahui, Walikota melakukan addendum (perpanjangan kontrak) dikarenakan proses pengerjaan yang belum selesai. Pada kontrak berakhir 21 Desember 2016, namun kini diperpenjang sampai 21 Maret 2017 dengan pertimbangan agar pengerjaan jalan yang belum selesai ini tidak memperparah kondisi.
“Saya punya pemikiran, jika ini dihentikan nanti akan mangkrak, pekerjaan yang belum selesai nanti justru akan memperparah keadaan sehingga kami memberikan kesimpulan jika ini diperpanjang, namun dengan beberapa sanksi yang harus mereka terima,” ungkapnya.
Yudi pun menjelaskan jika keterlambatan tersebut dikarenakan faktor cuaca, tenaga kerja, dan ketersediaan bahan yaitu batu alam yang menjadi rebutan. Sanksi yang diberikan kepada kontraktor asal Jakarta terkait molornya pengerjaan berupa denda keterlembatan, yaitu per-seribu mil dikali jumlah hari, lalu dikali jumlah kontrak yang harus diselesaikan.
Pembangunan yang tengah dilakukan pemerintah kota berkaitan dengan wacana menuju Cirebon metropolitan, menjadikan Cirebon sebagai kota tujuan.
Berita lainnya: Proyek DAK 96 M, KNPI Netral
Kamis, 02 Maret 2017
Proyek DAK 96 M, KNPI Netral
Cirebon, Setaranews.com – Proyek DAK 96 Milyar banyak menimbulkan pelanggaran seperti yang ditemukan oleh DPRD Kota Cirebon. Pelanggaran yang dimaksudkan berupa ketidaksesuaian dengan spesifikasi, proses pembuatan yang tidak benar hingga keterlambatan waktu penyelesaian. Hal tersebut memicu tanggapan beragam dari sejumlah pihak. Salah satunya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Cirebon.
(Baca Juga: Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon Angkat Bicara Soal Proyek DAK)
Sebagai organisasi kepemudaan, KNPI diharapkan harus mampu menyikapi secara obyektif berbagai problem sosial yang terjadi dan menyikapinya secara kritis, korektif dan konstruktif. Seperti yang ditulis oleh Simanugkalit Rai dalam artikelnya yang dimuat di kompasiana.com dengan judul Meluruskan Kembali Peran dan Fungsi Organisasi Pemuda.
Sejalan dengan hal tersebut, KNPI Kota Cirebon pun memiliki misi untuk menjadikan KNPI sebagai rumah organisasi kepemudaan di Cirebon dan menumbukan semangat bahwa pemuda mempunyai peran penting dalam pembangunan daerah di segala bidang. Misi tersebut disampaikan oleh Firman Nugraha, ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) saat pelantikan pengurus KNPI pada Februari 2016, seperti dilansir fajarnews.com.
Dari perannya tersebut, terkait polemik yang terjadi dalam proyek DAK 96 M ini KNPI menanggapinya dengan sikap netral. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris DPD KNPI Kota Cirebon, Anton Sulaiman, kepada SetaraNews.com.
"KNPI pengennya terbaik intinya pemerataan di seluruh kota. Kalau emang salah ya salahkan, kalau benar ya lanjutkan." Ujarnya, Senin (27/2).
Anton pun berpendapat bahwa Proyek DAK 96 M ini pasti sudah dikaji oleh pemerintah sendiri dengan solusi-solusi terbaik yang mereka miliki. "Saya yakin walikota dan beberapa orang-orang terkait punya alternatif terbaik untuk masalah tersebut dan mereka lah yang lebih tau tentang masalah itu baik kesalahan dan kelemahannya." Tandasnya.
Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur, Ini Kata Pemkot Cirebon
(Baca Juga: Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon Angkat Bicara Soal Proyek DAK)
Sebagai organisasi kepemudaan, KNPI diharapkan harus mampu menyikapi secara obyektif berbagai problem sosial yang terjadi dan menyikapinya secara kritis, korektif dan konstruktif. Seperti yang ditulis oleh Simanugkalit Rai dalam artikelnya yang dimuat di kompasiana.com dengan judul Meluruskan Kembali Peran dan Fungsi Organisasi Pemuda.
Sejalan dengan hal tersebut, KNPI Kota Cirebon pun memiliki misi untuk menjadikan KNPI sebagai rumah organisasi kepemudaan di Cirebon dan menumbukan semangat bahwa pemuda mempunyai peran penting dalam pembangunan daerah di segala bidang. Misi tersebut disampaikan oleh Firman Nugraha, ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) saat pelantikan pengurus KNPI pada Februari 2016, seperti dilansir fajarnews.com.
Dari perannya tersebut, terkait polemik yang terjadi dalam proyek DAK 96 M ini KNPI menanggapinya dengan sikap netral. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris DPD KNPI Kota Cirebon, Anton Sulaiman, kepada SetaraNews.com.
"KNPI pengennya terbaik intinya pemerataan di seluruh kota. Kalau emang salah ya salahkan, kalau benar ya lanjutkan." Ujarnya, Senin (27/2).
Anton pun berpendapat bahwa Proyek DAK 96 M ini pasti sudah dikaji oleh pemerintah sendiri dengan solusi-solusi terbaik yang mereka miliki. "Saya yakin walikota dan beberapa orang-orang terkait punya alternatif terbaik untuk masalah tersebut dan mereka lah yang lebih tau tentang masalah itu baik kesalahan dan kelemahannya." Tandasnya.
Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur, Ini Kata Pemkot Cirebon
Sabtu, 11 Februari 2017
Opini: Konspirasi Jahat antara Pemerintah dan Penegak Hukum terkait Proyek DAK 96 M!
Prolog
Pembangunan merupakan usaha-usaha untuk melakukan perubahan yang bisa dimaknakan memberikan perubahan terhadap kesejahteraan rakyat. Pembangunan baik itu fisik atau non fisik pada dasarnya menitik beratkan kepada kepentingan rakyat. Sehingga dalam realisasinya harus inspiratif dan partisipatif rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Adapun pemerintah yang berwenang, tetap saja dalam membuat kebijakan tidak semata-mata melalukaknya sendiri. Namun, pertimbangan membuat kebijakan harus meibatkan rakyat banyak, agar terpadu dan terintegrasi dengan baik, demi tercapainya pembangunan nasional baik ekonomi, sosial, politik, dan budayanya.
Beberapa tahun kebelakang ini, Cirebon yang di gadang-gadangkan menuju kota metropolis Cirebon Raya sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan fisik yang menyerap dana bersumber dari APBD dan APBN. Seperti pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi (pelabuhan, bandara, jalan) semuanya di tujukan untuk kesejahtraan rakyat, yang seharusnya merata tanpa ada kesenjangan sosial.
Namun dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah Cirebon bukan berarti tidak mempunyai hambatan yang serius, kenyataanya dalam merealisasikan program-programnya banyak bermunculan persoalan yang justru merugikan rakyat sendiri.
Salah satunya yaitu Pembangunan Infrastrutur Publik (IPD) Daerah dengan anggaran senilai 96 Miliar dari APBN menjadi topik hangat untuk di perbincangkan, pembangunan yang di peruntukan untuk menunjang prioritas program nasional berupa peningkatan akses jalan di daerah menuai berbagai persoalan yang menimbulkan konflik internal dan eksternal.
Polemik DAK di Kota Cirebon
Sebelumnya, dana alokasi khusus tiga dapil (daerah pilihan) Kec. Harjamukti (dapil satu), Kec. Kesambi (dapil dua), Kec. Kejaksan (dapil tiga) dengan jumlah pagu dana 96 Miliar, di peruntukan untuk pekerjaan jalan, jembatan, trotoarisasi, dan drainase. Tiga paket besar tersebut harus selesai pada 21 Desember 2016, kenyataanya pada 21 Desember 2016 pengerjaan masih jauh sekali dari rencana awal. Seperti di Kecamatan Harjamukti dengan kontrak proyek 21 titik dengan pagu dana sebesar Rp. 40,998,183,000,- pengerjaannya baru tercapai 32 %, itupun pekerjaan yang tidak memenuhi spek, sedangkan yang memenuhi spek hanya 20,12 % sampai dengan per 21 Desember 2016.
Harusnya pihak dinas jangan mencairkan pekerjaan tersebut, karena pekerjaan tidak sesuai spek, dikarenakan pihak kontraktor bandel dan tidak mengikuti SOP. Kenyataan dilapangan banyak sekali persoalan teknis yang di temukan terkait pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh dana DAK tersebut, berdasarkan hasil penelitian dan kajian terdapat beberapa penyimpangan seperti berikut, yang diambil dari proyek DAK di Kec. Harjamukti:
1. Betonisasi jalan
Pembesian yang menggunakan satu lapis, diameter pembesian tidak sesuai spek, jarak antar tulangan. Pembasahan Lapisan Muka Beton dengan Karung Goni tidak dilakukan.
2. Saluran drainase
Dimensi saluran tidak sesuai spek.
3. Jembatan
Tidak sesuai spek, pada pembesiannya, bondek.
4. Trotoarisasi
Tidak sesuai spek, material pasir pasang tidak sesuai spek. Campuran adukan tidak sesuai spek. Bahan material batu sikat dan batu alam yang di gunakan tidak sesuai spek.
5. Jalan aspal hotmix
Ketebalan jalan yang harusnya 3 cm, namun didapat hanya 1,5 – 2 cm padat.
Pembuatan Direksi Keet
Pembangunan insfrastruktur publik daerah seperti yang disebutkan di atas memang menuai berbagai persoalan teknis yang muncul di lapangan. Terutama ada beberapa yang patut jadi perhatian publik, yaitu diduga ada indikasi mark up RAB yang di lakukan oleh perencana dinas terkait. Contohnya seperti di Kec. Harjamukti, pelaksanaan realisasi proyek sangat jelas tidak sesuai dengan RAB, ditambah lagi dalam masa addendum (perpanjangan kontrak) tidak ada tim pengawasan independen. Ada pengawasnya saja masih bisa diakali untuk berbuat curang, apalagi saat ini yang tidak diawasi?
Pembangunan yang seharusnya dirasakan oleh rakyat, kenyataannya malah meresahkan rakyat Kota Cirebon. Dimana dampak yang muncul seperti kemacetan dan banjir karena mangkraknya pekerjaan yang belum juga rampung. Hal tersebut menghambat jalannya aktivitas ekonomi di masyarakat. Dengan persoalan yang menimbulkan konflik, pemerintah harus bersikap tegas dan bertanggung jawab sebagai pelaksana DAK 96 Miliar tersebut. Dan mengevaluasi kinerjanya sehingga bisa mengoptimalkan pada sisa waktu yang ada yaitu masa addendum sampai 21 Maret 2017.
Dalam kasus DAK 96 M, banyak pihak yang harus bertanggung jawab diantaranya yaitu Pemerintah Kota, DPRD Kota, Polresta dan Kejaksaan Kota. Pemkot (Wali Kota) bertanggung jawab penuh sebagai eksekutor, DPRD memiliki kewajiban mengontrol sebagai salah satu tufoksinya, dan penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan atas dugaan – dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut.
Oleh karena itu, jika lembaga yang disebutkan tersebut tidak segera melakukan tindakan, masyarakat tentunya akan bertanya – Tanya ada apa? Ada konspirasi Apa? Sehingga penyalahgunaan anggaran yang terlihat oleh mata telanjang sekalipun dibiarkan begitu saja? Apa jangan – jangan uang rakyat sudah dibajak? Dijadikan bahan bancakan oleh kelompok elit untuk merampok uang rakyat tersebut? Kenapa pekerjaan tidak kunjung usai dengan alasan yang sangat klise sekali? Silahkan jawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, biar masyarakat Kota Cirebon sendiri yang menilai. Jika tidak ada jawaban, jangan salah kan rakyat jika menggunakan jalur hukum dan gerakan ekstra parlementer (demonstrasi besar – besaran). Karena itu memamng hak rakyat, sebagaimana yang telah menyumbang terhadap dana DAK tersebut!
Penulis
Mumu Sobar Mukhlis
Kordinator Kajian Data Strategis Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon
Pembangunan merupakan usaha-usaha untuk melakukan perubahan yang bisa dimaknakan memberikan perubahan terhadap kesejahteraan rakyat. Pembangunan baik itu fisik atau non fisik pada dasarnya menitik beratkan kepada kepentingan rakyat. Sehingga dalam realisasinya harus inspiratif dan partisipatif rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Adapun pemerintah yang berwenang, tetap saja dalam membuat kebijakan tidak semata-mata melalukaknya sendiri. Namun, pertimbangan membuat kebijakan harus meibatkan rakyat banyak, agar terpadu dan terintegrasi dengan baik, demi tercapainya pembangunan nasional baik ekonomi, sosial, politik, dan budayanya.
Beberapa tahun kebelakang ini, Cirebon yang di gadang-gadangkan menuju kota metropolis Cirebon Raya sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan fisik yang menyerap dana bersumber dari APBD dan APBN. Seperti pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi (pelabuhan, bandara, jalan) semuanya di tujukan untuk kesejahtraan rakyat, yang seharusnya merata tanpa ada kesenjangan sosial.
Namun dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah Cirebon bukan berarti tidak mempunyai hambatan yang serius, kenyataanya dalam merealisasikan program-programnya banyak bermunculan persoalan yang justru merugikan rakyat sendiri.
Salah satunya yaitu Pembangunan Infrastrutur Publik (IPD) Daerah dengan anggaran senilai 96 Miliar dari APBN menjadi topik hangat untuk di perbincangkan, pembangunan yang di peruntukan untuk menunjang prioritas program nasional berupa peningkatan akses jalan di daerah menuai berbagai persoalan yang menimbulkan konflik internal dan eksternal.
Polemik DAK di Kota Cirebon
Sebelumnya, dana alokasi khusus tiga dapil (daerah pilihan) Kec. Harjamukti (dapil satu), Kec. Kesambi (dapil dua), Kec. Kejaksan (dapil tiga) dengan jumlah pagu dana 96 Miliar, di peruntukan untuk pekerjaan jalan, jembatan, trotoarisasi, dan drainase. Tiga paket besar tersebut harus selesai pada 21 Desember 2016, kenyataanya pada 21 Desember 2016 pengerjaan masih jauh sekali dari rencana awal. Seperti di Kecamatan Harjamukti dengan kontrak proyek 21 titik dengan pagu dana sebesar Rp. 40,998,183,000,- pengerjaannya baru tercapai 32 %, itupun pekerjaan yang tidak memenuhi spek, sedangkan yang memenuhi spek hanya 20,12 % sampai dengan per 21 Desember 2016.
Harusnya pihak dinas jangan mencairkan pekerjaan tersebut, karena pekerjaan tidak sesuai spek, dikarenakan pihak kontraktor bandel dan tidak mengikuti SOP. Kenyataan dilapangan banyak sekali persoalan teknis yang di temukan terkait pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh dana DAK tersebut, berdasarkan hasil penelitian dan kajian terdapat beberapa penyimpangan seperti berikut, yang diambil dari proyek DAK di Kec. Harjamukti:
1. Betonisasi jalan
Pembesian yang menggunakan satu lapis, diameter pembesian tidak sesuai spek, jarak antar tulangan. Pembasahan Lapisan Muka Beton dengan Karung Goni tidak dilakukan.
2. Saluran drainase
Dimensi saluran tidak sesuai spek.
3. Jembatan
Tidak sesuai spek, pada pembesiannya, bondek.
4. Trotoarisasi
Tidak sesuai spek, material pasir pasang tidak sesuai spek. Campuran adukan tidak sesuai spek. Bahan material batu sikat dan batu alam yang di gunakan tidak sesuai spek.
5. Jalan aspal hotmix
Ketebalan jalan yang harusnya 3 cm, namun didapat hanya 1,5 – 2 cm padat.
Pembuatan Direksi Keet
Pembangunan insfrastruktur publik daerah seperti yang disebutkan di atas memang menuai berbagai persoalan teknis yang muncul di lapangan. Terutama ada beberapa yang patut jadi perhatian publik, yaitu diduga ada indikasi mark up RAB yang di lakukan oleh perencana dinas terkait. Contohnya seperti di Kec. Harjamukti, pelaksanaan realisasi proyek sangat jelas tidak sesuai dengan RAB, ditambah lagi dalam masa addendum (perpanjangan kontrak) tidak ada tim pengawasan independen. Ada pengawasnya saja masih bisa diakali untuk berbuat curang, apalagi saat ini yang tidak diawasi?
Pembangunan yang seharusnya dirasakan oleh rakyat, kenyataannya malah meresahkan rakyat Kota Cirebon. Dimana dampak yang muncul seperti kemacetan dan banjir karena mangkraknya pekerjaan yang belum juga rampung. Hal tersebut menghambat jalannya aktivitas ekonomi di masyarakat. Dengan persoalan yang menimbulkan konflik, pemerintah harus bersikap tegas dan bertanggung jawab sebagai pelaksana DAK 96 Miliar tersebut. Dan mengevaluasi kinerjanya sehingga bisa mengoptimalkan pada sisa waktu yang ada yaitu masa addendum sampai 21 Maret 2017.
Dalam kasus DAK 96 M, banyak pihak yang harus bertanggung jawab diantaranya yaitu Pemerintah Kota, DPRD Kota, Polresta dan Kejaksaan Kota. Pemkot (Wali Kota) bertanggung jawab penuh sebagai eksekutor, DPRD memiliki kewajiban mengontrol sebagai salah satu tufoksinya, dan penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan atas dugaan – dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut.
Oleh karena itu, jika lembaga yang disebutkan tersebut tidak segera melakukan tindakan, masyarakat tentunya akan bertanya – Tanya ada apa? Ada konspirasi Apa? Sehingga penyalahgunaan anggaran yang terlihat oleh mata telanjang sekalipun dibiarkan begitu saja? Apa jangan – jangan uang rakyat sudah dibajak? Dijadikan bahan bancakan oleh kelompok elit untuk merampok uang rakyat tersebut? Kenapa pekerjaan tidak kunjung usai dengan alasan yang sangat klise sekali? Silahkan jawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, biar masyarakat Kota Cirebon sendiri yang menilai. Jika tidak ada jawaban, jangan salah kan rakyat jika menggunakan jalur hukum dan gerakan ekstra parlementer (demonstrasi besar – besaran). Karena itu memamng hak rakyat, sebagaimana yang telah menyumbang terhadap dana DAK tersebut!
Penulis
Mumu Sobar Mukhlis
Kordinator Kajian Data Strategis Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon
Rabu, 25 Januari 2017
Beragam Komentar Soal Kondisi Jalan Kota Cirebon
Cirebon, Setaranews.com – Setelah Kota Cirebon dijuluki 'Kota Tilang' yang beberapa waktu silam sempat ramai, kini masyarakat sedang beramai-ramai membicarakan jalan yang mengalami kerusakan di Kota Cirebon, baik itu jalur di dalam kota maupun jalur pantura yang menghubungkan Cirebon dengan kota lain.
Seperti dilansir dari Radarcirebon.com, jalan yang mengalami kerusakan terlihat pada Jalan Brigjen Dharsono By Pass, sedikitnya terdapat 110 lubang. Seperti yang dikatakan oleh salah satu warga, Putri Dewi (23), ia mengatakan jalan semakin rusak akibat curah hujan yang tinggi. “Ya sejak musim hujan ini semakin parah. Jadi kalau pas hujan banyak yang hampir jatuh, motor oleng menghindari lubang,” katanya.
Jalan yang mengalami kerusakan lainnya terdapat di Jalan dr. Cipto Mangunkusumo Kota Cirebon. Kerusakan pada jalur ini banyaknya lubang-lubang di sisi jalan mulai dari arah Gunungsari ke arah Jalan Pemuda. Wisnu Pratama (24), salah seorang warga, mempertanyakan kualitas aspal yang digunakan. “Apa karena kualitas aspalnya jelek atau karena anggaran sedikit sehingga jalan dibuat dengan dana minim dengan menggunakan bahan yang murah,” ujarnya.
Beragam komentar tentang kondisi jalan Kota Cirebon pun merambah hingga ke media sosial, khususnya di Instagram. Dalam postingan akun instagram @fokuscirebon, beberapa netizen menanggapi kondisi jalan yang rusak. Seperti yang dikatakan oleh akun @martin_freankstein yang berkomentar sambil mentautkan ke akun instagram Walikota Cirebon @nasrudinazis. “Nih pak @nasrudinazis dijalan cipto bahaya,” komentarnya dalam postingan, Selasa 25 Januari 2017.
Walikota Cirebon pun ikut memberikan komentar yang ditautkan kepadanya. “Ini terjadi bukan di Kota Cirebon hampir semua daerah karena intensitas curah hujan bertahap mba. Semua akan di atasi tapi bertahap kan jalan di Kota Cirebon lagi di hotmix dan di betonisasi, dan tetap waspada saat berkendara,” katanya menanggapi komentar @martin_freankstein.
Akun dengan nama @reivanovianti pun ikut berkomentar yang menanyakan perbaikan jalan yang dilakukan oleh Walikota Cirebon. “Loh bukannya proyek pembetulan jalan dari Walikota di Cirebon baru selesai ya? Wah berarti mesti ada proyek lagi haha,” katanya dalam komentar postingan @fokuscirebon.
Sampai berita ini dibuat, belum ada tanggapan dari Walikota Cirebon soal komentar netizen yang menanyakan perbaikan jalan.
Seperti dilansir dari Radarcirebon.com, jalan yang mengalami kerusakan terlihat pada Jalan Brigjen Dharsono By Pass, sedikitnya terdapat 110 lubang. Seperti yang dikatakan oleh salah satu warga, Putri Dewi (23), ia mengatakan jalan semakin rusak akibat curah hujan yang tinggi. “Ya sejak musim hujan ini semakin parah. Jadi kalau pas hujan banyak yang hampir jatuh, motor oleng menghindari lubang,” katanya.
Jalan yang mengalami kerusakan lainnya terdapat di Jalan dr. Cipto Mangunkusumo Kota Cirebon. Kerusakan pada jalur ini banyaknya lubang-lubang di sisi jalan mulai dari arah Gunungsari ke arah Jalan Pemuda. Wisnu Pratama (24), salah seorang warga, mempertanyakan kualitas aspal yang digunakan. “Apa karena kualitas aspalnya jelek atau karena anggaran sedikit sehingga jalan dibuat dengan dana minim dengan menggunakan bahan yang murah,” ujarnya.
Beragam komentar tentang kondisi jalan Kota Cirebon pun merambah hingga ke media sosial, khususnya di Instagram. Dalam postingan akun instagram @fokuscirebon, beberapa netizen menanggapi kondisi jalan yang rusak. Seperti yang dikatakan oleh akun @martin_freankstein yang berkomentar sambil mentautkan ke akun instagram Walikota Cirebon @nasrudinazis. “Nih pak @nasrudinazis dijalan cipto bahaya,” komentarnya dalam postingan, Selasa 25 Januari 2017.
Walikota Cirebon pun ikut memberikan komentar yang ditautkan kepadanya. “Ini terjadi bukan di Kota Cirebon hampir semua daerah karena intensitas curah hujan bertahap mba. Semua akan di atasi tapi bertahap kan jalan di Kota Cirebon lagi di hotmix dan di betonisasi, dan tetap waspada saat berkendara,” katanya menanggapi komentar @martin_freankstein.
Akun dengan nama @reivanovianti pun ikut berkomentar yang menanyakan perbaikan jalan yang dilakukan oleh Walikota Cirebon. “Loh bukannya proyek pembetulan jalan dari Walikota di Cirebon baru selesai ya? Wah berarti mesti ada proyek lagi haha,” katanya dalam komentar postingan @fokuscirebon.
Sampai berita ini dibuat, belum ada tanggapan dari Walikota Cirebon soal komentar netizen yang menanyakan perbaikan jalan.
Langganan:
Postingan (Atom)