Minggu, 14 Mei 2017

Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum



  • Walikota dan DPUPR Pasang Badan Terkait Addendum



  • Addendum melanggar adminsitrasi keuangan daerah dan UU Jasa Kontruski,



  • Pelaksanaan Addendum tanpa Konsultan Pngawas



  • Adendum menabrak dokumen kontrak



  • Bukan soal dibayar atau tidak, tapi mengapa bisa terjadi pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi



Cirebon, Setaranews.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, dalam hal ini Walikota Nasrudin Aziz tidak konsisten dengan ucapannya. Sebelum kontrak awal selesai pada tanggal 21 Desember 2016, Aziz panggilan akrabnya  pernah mngeluarkan pernyataan  akan memberikan sanksi pada kontraktor yang bandel, dan tidak akan memperjang kontrak serta tidak akan membayar pengerjaan diluar komitmen awal  sesuai dengan dokumen kontrak.  Namun, pada pelaksanaannya Pemkot malah memberikan Perpanjangan masa kontrak (Addendum), kebijakan walikota tersebut mendapat kritik dan kecaman keras dari berbagai kalangan;  mulai dari praktisi, akademisi  sampai mahawasiswa.

Radar Cirebon pernah memberikan informasi kepada publik bahwa Walikota Cirebon tersebut pasang badan atas polemik yang timbul setelah perpanjangan kontrak mega proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 96 miliar. Walikota beralasan, Addendum merupakan  jalan terbaik. Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausul atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya, namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.

Meski perpanjangan kontrak tersebut merupakan pengajuan dari kontraktor. Tapi, setelah dipertimbangkan, Ia mengklaim bahwa addendum tersebut mengutamakan kepentingan masyarakat, akhirnya pihak Pemkot menyetujui adanya Addendum selama 90 hari.

“Kita hitung-hitung kalau diperpanjang untungnya apa, ruginya apa. Kalau diputus juga untung ruginya apa. Ini yang terbaik,” kata Azis, saat ditemui di ruang kerjanyana, Jumat 23 Desember 2016.

Akademisi  Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirtebon,  Agus Dimiyati ikut angkat bicara atas polemik Addendum DAK 96 M tersebut. Menurut Agus, meski ada undang-undang yang mengatur tentang Addendum, tetapi persoalannya bukan pada perpanjangan lama waktunya, melainkan titik pesoalan yang jadi fokus yaitu hasil pengerjaan pembangunanannya. Addendum dilakukan bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

”Jika tidak ada perbaikan maka pemkot melalui PU harus mencabut SPK guna menghindari kerugian anggaran dana, kejaksaan harus cepat bertindak. Hasil audit wajib dipublikasikan demi kepentingan banyak orang. Penandatanganan SPK juga sebenernya itu harus disaksikan oleh KPK jika tidak ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran dana,” jelas Agus.

Menurutnya, alasan kontraktor menunda proyek karena faktor cuaca sangat tidak masuk akal. Karena logikanya, di Bandung saja yang intensitas cuacanya lebih tinggi, semua pelaksanan pembangunan berjalan baik. Kenapa cirebon tidak bisa? Tapi jika dikerjakan sesuai dengan Undang-Undang (UU) saya yakin semua proyek pembangunan infrastruktur kota pasti akan berjalan dengan baik. Jika memang pemerintah tidak mampu melakukan tugasnya kita harus ganti ketua dinasnya.

"Pengawasan yang dilakukan harus by system, jika sudah terlihat adanya penyimpangan langsung lakukan pemanggilan kepada instansi terkait,” kata Agus.

Dilain pihak, Gaerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon seperti yang dikutip dari portal online lokal Demosmagz.com mengungkapkan Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 38 tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Bada Usaha Penyedia Infrastruktur (KBPU), dinyatakan dalam pasal ke - 3 poin (b) disebutkan penyediaan infrastruktur harus memenuhi standar kualitas, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu.

Kualitas yang dimaksud yaitu pembangunan infrastruktur harus berjalan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan sesuai dengan spesifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI), kemudian tepat sasaran yaitu bisa dilihat dari studi kelayakan diawal sebelum pelelangan tender. Apabila masih layak jangan dimasukkan, tidak layak ini yang dimaksud adalah tidak efisien.

"Pengerjaan yang ada tentunya berdasarkan skala prioritas agar tepat sasaran. Tepat waktu, ini bisa dilihat dari perencanaan sampai time schedule pengerjaan." Ujar Jubir Gemsos, Mumu Sobar Muklis yang juga mahasiswa Teknik Sipil Unswagati, Kamis 16 Februari 2017.

Lebih lanjut Mumu menuturkan berdasarkan peraturan lainnya, yaitu Perpres nomor 122 tahun 2016 tentang Percepatan  Penyediaan Infrastruktur prioritas (PPIP). DAK yang dialokasikan untuk pembangunan Jalan, Trotoar, Drainase masuk dalam kategori prioritas. Maka dari itu dibentuk Komite  PPIPD, yang salah satunya adalah Kejaksaan.

“Bukan soal dibayar atau tidaknya, tapi mengapa pengerjaan bisa tidak sesuai dengan spesifikasi? Kejaksaan dalam hal ini ikut juga bertanggung jawab, karena masuk dalam komite pengawas, agar pengerjaan lebih dipercepat tanpa menyalahi aturan yang ada. Sayangnya ini tidak optimal, dugaan penyimpangan tetap terjadi. Sampai kontrak selesaipun masih saja ditabrak aturannya” pungkasnya.

Adanya Addendum tersebut menuai polemik diinternal Pemkot Cirebon, dimana pihak DPUPR dalam hal ini Kabid Bina Marga, Sumargo, mengatakan tidak tahu menahu soal adanya Addendum yang dilakukan oleh Pemkot Cirebon. Sebagai lembaga teknis yang melaksanakan pengerjaan sangat aneh tentunya jika pihak dpupr tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan addendum tersebut.

"Tidak ada rapat kordinasi atau informasi kepada kami terkait Addendum tersebut," ujar Sumargo kepada setaranews.

Sementra itu Walikota Cirebon berani pasang badan dimana Ia mengakui sendiri bahwa Addendum tersebut sepenuhnya tanggungjawabnya sebagai pembuat kebijakan tersebut. Atas intruksinya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga selaku Sekretaris Dinas PUPR, Yudi melakukan perpanjang kontrak tersebut. Namun, tanpa pengawasan dari konsultan pengawas atau pengawas independen lainya diluar Pemerintahan.

"Soal Addendum itu tanggung jawab saya," ujar Nasrudin Aziz, Walikota Cirebon kepada awak media.

Untuk lebih rinci mengenai kronologis adanya Addendum agar lebih mudah untuk dipahami oleh publik di Kota Cirebon berikut ini kami lampirkan urutan benang merah Addendum tersebut:

  • Walikota tidak konsisten dengan ucapan tidak akan memperjang kontrak dalam proyek DAK 96 M

  • Atas interuksinya Lalu, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang dalam hal ini merupakan dinas teknis daerah mengeluarkan addendum untuk memperpanjang kontrak hingga 21 Maret 2017.

  • Addendum tersebut menuai kontroversi karena tidak diketahui oleh lembaga teknis dan pejabat teknis. Walikota mengakui addendum tersebut sepenuhnya tanggungjawabnya

  • Addendum Dilakukan bukan untuk memperbaiki pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi melainkan melanjutkan pengerjaan yang tidak sesuai target awal.

  • Tidak ada tim pengawas dalam masa addendum, eksekutif dan legislative mengakui adanya kejanggalan karena ditemukan banyak yang tidak sesuai spesifikasi dan tidak sesuai dokumen kontrak

  • Sampai batas akhir addendum (21 maret 2017) bahkan seminggu setelahnya pengerjaan masih saja belum selesai. Kontraktor mengklaim pengerjaan 100 %

  • Panitia Penerima Hasil Pengerjaan (PPHP) Tidak Sedikit yang mengundurkan diri lantaran takut terkena proses hukum

  • Kejaksaan menyatakan bahwa ada dugaan perbuatan melawan hukum dan indikasi merugikan keuangan negara. Kasus memasuki tahap penyidikan dan sudah ada pejabat yang diperiksa

  • Sampai bulan mei 2017 PPHP tak kunjung usal melakukan penilaian dan serah terima hasil. Kemudian pejabat eseleon III PUPR (KABID) diketahui ada beberapa yang mengundurkan diri alias pensiun dini lantaran beban kerja yang terlalu berat

  • Kasi Intel Kejari Kota Cirebon dan Kasat Intel Polresta Cirebon di Mutasi

  • Pemkot mengagendakan Kunjungan kerja ke batam dan liburan ke Singapore bersama Ketua DPRD, Kapolresta, Kajari, PN, dandim, danrem, arhanud, (FORKOMUSPIDA) dan jajaran pejabat pemkot lainnya seperti Kepala Dinas PUPR, Kabid Anggaran DPPKAD, Direktur PDAM. Agenda ini diduga gratifikasi sekaligus suap dalam kaitanya dengan kasus dugaan korupsi DAK 96 M lantaran tekanan publik tak kunjung usai untuk menegakan proses hukum tersebut.


Selanjutnya Klik Link dibawah Ini:

LAPORAN 1: Lapsus: Pemberantasan Korupsi DAK 96 MANGKRAK, Aparat Diboyong Piknik Ke Singapore

LAPORAN 2: Ini Dia Kronologis Dugaan Korupsi DAK 96 M Sebelum Addendum

LAPORAN 3: Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang

LAPORAN 4: Rentetan Peristiwa Unik Dugaan Korupsi DAK 96 M Berujung Indikasi Gratifikasi

lAPORAN 5 : Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi, Hukum dan Sosial

4 komentar:

  1. […] Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang […]

    BalasHapus
  2. […] Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang […]

    BalasHapus
  3. […] Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang […]

    BalasHapus
  4. […] Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang […]

    BalasHapus