Minggu, 14 Mei 2017

Rentetan Peristiwa Unik Dugaan Korupsi DAK 96 M Berujung Indikasi Gratifikasi



  • Tiga Orang Tim Panitia Penilaian Hasil Pekerjaan (PPHP) Mengundurkan Diri



  • Beberapa Pejabat Pekerjaan Umum dan Penataan Ruan (PUPR) Mendadak Pensiun Dini



  • Kasi Intel Kejari dan Kasat Intel Polresta di Pindahkan.



  • Dugaan Gratifikasi dalam Kunjungan Kerja (Kunker) Pemerintah Kota (Pemkot) Bersama Forum Komunikasi Musyawah Pimpinan Daerah (FKMPD).



Cirebon, setaranews - Tak kurang hampir setiap minggunya ada saja aksi demonstrasi dari berbagai kalangan sebagai bentuk tekanan publik yang menunut proses penegakan hukum atas dugaan korupdi DAK 96 M dilakukan. Awalnya, kelompok masyarakat yang memiliki inisiatif utuk mengawal kasus yaitu dari Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Cirebon, yang kemudian berkonsolidasi dengan elemen mahasiswa lain dan beralih menggunakan nama Aliansi Mahasiswa Cirebon (AMC). Target yang pernah dan sering menjadi sasaran aksi tersebut yaitu Pemkot, DPRD, DPUPR, dan Kejari. Tampaknya, tekanan publik tersebut cukup mempengaruhi psikologis aparatur yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kejadian unik pertama, yaitu ketika polemik semakin panas dan semakin nampak ke permukaan pada saat tim PPHP melakukan pengecekan ulang dimana hasilnya yang akan menjadi rujukan diterima atau tidaknya proyek tersebut. Jika melakukan penilian dengan sembarang, maka tidak sedikit yang menilai bahwa PPHP akan menjadi tumbal pertama yang akan dijebloskan masuk jeruji besi.

Baca: AMC: PPHP Itu Artinya Panitia Pemberi Hasil Palsu

Akibat ancaman dari publik tersebut disambut dengan reaksi pengunduran diri  tiga orang dari lima anggota tim PPHP  dengan alasan beban kerja yang terlalu berat. (sumber: radarcirebon). Reaksi cepat dari tim yang mengundurkan diri tersebut bisa dibilang terkena serangan psikologis yang menempel dibenak akibat bayang – bayang jeratan hukum yang sudah menantinya didepan mata. Pasalnya, sebelum mengundurkan diri terjadi terlebih dahulu serangkaian demonstrasi ke Kejari atas dugaan korupsi yang semakin memanas.

Pengunduran diri dari PPHP itu justru semakin menambah panas dinamika politik yang ada. Tekanan publik semakin masif dengan berbagai agenda pelawanan pemberantasan korupsi. Misalnya, tidak sedikit Organisasi Kemasyaratan (Ormas) ikut menggelar demonstrasi menuntut Kejaksaan menegakan hukum. Gerakan Mahasiswa Bawah Indonesia (GMBI) meluruk kantor Kejaksaan dengan membawa ratusan massa aksinya. Tuntutannya sama, penegakan proses hukum dugaan kprupsi DAK 96 M. Kemudian Forum Ormas dan LSM pun turut serta menggelar aksi demonstrasi sampai dua kali menggeruduk DPRD yang dinilai sarangnya mafia proyek termasuk pada kasus DAK 96 M (sumber:gragepolitan)

Suasana panas dan tegang tidak hanya pada aksi – aksi dijalanan, hawa yang sama terasa pada saat gelaran diskusi publik yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) di Auditorium Unswagati Cirebon. DPRD, Pemkot, Kejari dan Keplosian diserang bertubi – tubi dengan berbagai argumentasi dan menjadi bulan – bulanan mulai dari praktisi hukum, akademisi dan mahasiswa. Memiliki firasat tidak enak, perwakilan dari Pemkot Wahyo, yang merupakan Asisten Daerah meninggalkan forum (Walk Out) terlebih dahulu dengan alasan ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. (sumber: redaksi setaranews.com)

Ketiga, seperti biasanya, tekanan politik memang kerap terjadi dan dialami para penegakan hukum setiap menangani perkara dugaan korupsi. Modus proses politik ini tidak jarang, justru menghambat bahkan seolah menjadi legitimasi (pengakuan) atas mangkraknya berbagai proses hukum dugaan korupsi. Proses politik dengan melakukan mutasi pejabat penegak hukum baik Kejaksaan atau pun Kepolisian kerap terjadi pada saat berbagai dugaan korupsi mencuat dan sedang ditangani, termasuk yang menimpa DAK 96 M.

Berdasarkan informasi dari internal Kejari dan Polresta bahwa Kasi Intel yang sedang menangani dugaan korupsi DAK 96 M tersebut tidak lagi bertugas dwilayah hukum Kejari Kota Cirebon. “Betul, Pak Kasi Intel memang sudah dipindahkan keluar kota,” ujarnya yang enggan disebutkan identitasnya ketika ditemui di ruangannya. Berdasarkan dari sumber yang sama informasi bahwa Kasat Intel pun ikut dipindahkan ke luar kota. Pada saat dikonfirmasi, salah seorang dilingkungan Polresta pun membenarkan informasi tersebut. “ Belum lama ini, kurang lebih seminggu Pak Kasat memang sudah pindah,” ucapnya, yang juga tak mau disebutkan namanya.

Baca: Kejari Akui Adanya Indikasi Kerugian Uang Negara di Proyek DAK 96 M

Keempat, setelah  para APH yang dipindahkan. Kejadian serupa yang unik dan menarik menimpa lembaga teknis yang melaksanakan pengerjaan megaproyek DAK 96M yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (DPUPR). Menariknya membuat kejanggalan semakin mencuat, pasalnya beberapa pejabat esselon III yang merupakan Kepala Bidang (Kabid) mendadak mengundurkan diri alias mengajukan pensiun dini dengan alasan yang klasik yaitu beban kerja  terlalu berat (sumber: cirebonpos)

Baca:  Soal Pengunduran Diri Pejabat DPUPR, Ini Kata Walikota Cirebon

Kelima, peristiwa terahir ini yang kembali menyulut emosi publik di Kota Cirebon. Penilaian yang belum selesai, pengerjaan yang carut marut, dan penegakan hukum yang tak jelas Pemkot kembali bertingkah diluar akal sehat dan menciderai nurani dengan agenda Kunjungan Kerja (Kunker) dan Piknik ke Singapura dengan dalih dalam rangka meningkatkan pembangunan dalam berbagai sektor harus ada komparasi ke daerah lain yang pembangunannya baik dan amat kondusif.

Lawakan yang mirip dengan jalan – jalan ini mengajak semua pejabat Musyawah Pimpinan Daerah (Muspida) mulai dari Walikota, Ketua DPRD, Kepala Pengadilan Negri, Kepala Kejari, Komandan Kodim (Dandim), Komandan Rayon Arhandud dan Komandan Denpom.  Uniknya lagi tidak hanya forum muspida yang diajak, beberapa pejabat Pemkot pun mengisi daftar agenda tersebut seperti Kadis PUPR, Direktur PDAM, yang difasilitasi atau sebagai pelaksana Kantor Wilayah Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dengan menggunakan anggaran APBD senilai Rp 132 juta.

Tema Kunjungan Kerja dan juga mereka yang mengikuti agendanya sangat tidak masuk akal. Ditambah lagi sesuai data dan informasi yang diperoleh dari daftar Acara Kunjungan Kerja tersebut yang memakan waktu empat hari mulai dari tanggal 18 – 21 Mei 2017 (Kamis - Jumat. Red)  agenda Kunker ke Pemda Batam hanya memiliki waktu luang satu jam setengah yaitu pada hari Jumat pukul 13.00 – 14:30 .

Menurut Aliansi Mahasiswa Cirebon (AMC), agenda tersebut justru bisa dikategorikan gratifikasi yang bertentangan dengan aturan perundang – undangan tentang pemberantasan korupsi. Pasalnya, saat ini sedang mencuat dugaan korupsi DAK 96 M, kemudian dengan serta merta Forum Muspida dengan menggunakan uang rakyat menggelar piknik ke luar negri.

“Tidak sembarang yang namanya Forum Muspida bisa berpergian, apalagi ini, rombongan piknik sampai ke luar negeri. Bisa tabrakan dengan hukum dan juga sangat bisa terjerat pasal gratfikasi Pasal 12 UU No. 20/2001,” pungkas Arif, Jubir AMC.

Berdasrkan kajian dari AMC Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi  pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Selanjutnya di Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 disebutkan setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Jika Forum komunikasi muspida yang akan melakukan agenda Kunker dan Melancong ke Singapore tersebut tidak melaporkan ke KPK maka bisa terkena sanksi hukum sesuai dengan Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selanjutnya Klik Link dibawah Ini:

LAPORAN 1: Lapsus: Pemberantasan Korupsi DAK 96 MANGKRAK, Aparat Diboyong Piknik Ke Singapore

LAPORAN 2: Ini Dia Kronologis Dugaan Korupsi DAK 96 M Sebelum Addendum

LAPORAN 3: Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang

LAPORAN 4: Rentetan Peristiwa Unik Dugaan Korupsi DAK 96 M Berujung Indikasi Gratifikasi

lAPORAN 5 : Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi, Hukum dan Sosial

2 komentar: