Minggu, 14 Mei 2017

Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi


  • Penyalahgunaan wewenang, Mark Up, Laporan Fiktif, Gratifikasi, Suap, mengisi sederet Modus Korupsi paling banyak di Indonesia

  • Korupsi paling sering dilakukan pada pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur

  • Korupsi Membuat Pembangunan Menghasilkan Efek domino berupa Ketimpangan Ekonomi


Cirebon, setaranews.com - Dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), pemerintah pusat menggelontorkan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah, yang bersumber dari Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Dalam kedudukannya, pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana dalam penggunaan DAK yang di transfer pemerintah pusat kedalam kas daereah (DPPKAD. Red). Dalam implementasinya, pengeloalaan DAK banyak menimbulkan hambatan dan persoalan, dari masalah teknis dan non-teknis. Sedangkan yang diharapkan dalam tata kelolanya bisa tepat sasaran, efektif, efisien, dan akuntabel.

Cirebon adalah calon Kota metropolitan selanjutnya di Indonesia yang tentunya akan menjadi kota tujuan banyak orang  untuk sekedar berpergian sampai mencari penghidupan. Dengan kalimat lain, tantangan untuk meminimalisasi ketimpangan sebagaimana kota - kota lain, termasuk di Kota Cirebon lebih besar, kalau bukan yang paling besar. Disitulah kemudian letak esensi pembangunan yaitu bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi,  dengan harapan mengurangi kemiskinan, pengangguran dan problem sosial, ekonomi , dan budaya lainnya.

Akankah harapan itu terjadi? Sudah bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa korupsi kerap menjangkiti proses pembangunan, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pusat maupun daerah. Imbasnya yakni semakin menjauhkan cita – cita dan tujuan awalnya kenapa pembangunan itu mutlak diperlakukan. Korupsi dalam pembangunan tersebut justru semakin menambah parah ketimpangan ekonomi yang ada, dan akan berimbas pada problem sosial, politik, dan budaya masyarakat Kota Cirebon pada umumnya.

Kualitas penegakan korupsi di kota cirebon memang masih rendah, dari beberapa kasus yang masuk dan di tangani hanya beberapa saja yang diselesaikan. Dari sejumlah kasus - kasus yang ada di Kota Cirebon, tidak sedikit yang dikategorikan mangkrak atau tidak jelas penanganannya. Dengan kata lain, tidak ada keterangan resmi apakah kasus-kasus itu telah masuk pada tahap penuntutan atau masih dalam proses penyidikan atau bahkan dihentikan.

Jika merujuk pada hasil  survei yang dilakukan oleh ICW 2015 menyebutkan bahwa modus korupsi yang sering dilakukan yaitu seperti   penyalahgunaan anggaran,  penggelapan, Mark Up, penyalahgunaan wewenang, laporan fiktif suap dan gratifikasi. (Sumber: Antikorupsi.org)

Buruknya sistem penegakan hukum di Indonesia, dinilai menjadi biang keladi praktik korupsi tetap berjalan. Oknum di lembaga penegak hukum tidak akan kapok dan terus mengambil keuntungan dari lemahnya sistem. Catatannya, selama semua pihak yang terlibat di dalamnya mendapatkan keuntungan, maka korupsi pun akan terus bergulir.

"Variabel lain, penyuapnya sendiri masih terbuka lebar karena masih ada harapan, ini bisa disuap. Jadi ada ranah di lembaga penegak hukum," beber Dadang dari Lembaga Transparansi Internasional Indonesia.

Tidak hanya ICW dan TI saja yang memberikan hasil peneilitiannya, World Bank (WB) pun tidak mau ketinggalan. Dalam penelitian yang dilakukan WB tersebut menyebutkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih sangat rendah. Disebutkan pula bahwa mencari keadilan hukum masih sulit. Kalaupun ada pemberantasan korupsi yang dilakukan sampai tuntas masih seperti Oase di padang pasir. Adanya lansian dari WB tersebut tentunya mencoreng wajah Indonesia di mata dunia internasional sebagai negara yang tidak hanya angka ketimpangan yang tinggi, indeks persepsi korupsinya pun sangat tinggi.

Dengan kata lain, jika merujuk data dan fakta yang ada maka korupsi infrastruktur dalam program pembangunan semakin memperparah kondisi perekonomian, dimana ketimpangan justru semakin menjulang tinggi, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjungkal miskin. Korupsi pembangunan juga semakin memperlebar jurang angka ketimpangan ekonomi. Indonesia menduduki peringkat 4 negara paling timpang sedunia (menurut laporan Credit Suisse yang terkenal itu. Red) dengan 4 orang terkayanya menguasai kekayaan lebih dari yang dimiliki 100 juta orang termiskinnya (berdasarkan laporan Oxfam. Red) (Sumber: Tirto.id).

Lalu, kalau sudah begitu Pembangunan Untuk Siapa?  Penegakan Hukum Untuk siapa?

Korupsi dibiarkan saja? Pray For Cirebon yang tinggal menunggu kematiannya!

Selanjutnya Klik Link dibawah Ini:

LAPORAN 1: Lapsus: Pemberantasan Korupsi DAK 96 MANGKRAK, Aparat Diboyong Piknik Ke Singapore

LAPORAN 2: Ini Dia Kronologis Dugaan Korupsi DAK 96 M Sebelum Addendum

LAPORAN 3: Semakin Memanas, Ini Dia Kejanggalan Indikasi Korupsi Proyek DAK 96 M Setelah Addendum yang

LAPORAN 4: Rentetan Peristiwa Unik Dugaan Korupsi DAK 96 M Berujung Indikasi Gratifikasi

lAPORAN 5 : Korupsi Mengubah Niat Mulia Pembangunan Menjadi Ketimpangan Ekonomi, Hukum dan Sosial

 

*Penulis adalah Epri Fahmi Aziz, Mahasiswa FE Unswagati yang juga Anggota Luar Biasa (Alubi) Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM SETARA) dan juga penulis lepas di berbagai media.

2 komentar: