Senin, 18 September 2017

RPD: 5 Pilar Sebagai Identitas Manusia Berkebudayaan

Cirebon, Unswagati, Setaranews.com - Pada Acara Orasi Kebudayaan Bersama Radhar Panca Dahana (RPD) yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM Setara) Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon terdapat beberapa hal penting yang disampaikan oleh RPD saat mengisi acara tersebut, salah satunya yaitu soal moralitas generasi muda, Menurutnya (RPD-red) generasi muda telah menjadi korban kebrutalan zaman.

"Persoalan yang paling fatal adalah generasi muda yang menjadi korban kebrutalan zaman. Dimana karakter dan pola pikirnya dibodohkan oleh rutinitas pendidikan formal dengan kurikulum yang bobrok, hal tersebut sesuai dengan kepentingan pihak-pihak yang tidak menginginkan bangsa Indonesia cerdas dengan kekayaan budayanya, serta Bangsa Indonesia telah diseragamkan melalui dunia visual dan gawai," ucapnya saat mengisi Orsai Kebudayaan, Senin (18/09/2-17) di Auditorium Kampus Utama Unswagati Cirebon.

Lebih lanjut RPD menyampaikan, menurutnya di zaman globalisasi dan liberalisasi saat ini, bangsa Indonesia harus memperkuat karakter kebudayaan yang telah digambarkan melaui Bhineka Tunggal Ika, serta menerangkan makna kebudayaan genuine bangsa Indonesia yang mulai terkikis dan bergeser oleh hegemoni kepentingan lain yang tidak menghendaki bangsa Indonesia mengenal jati dirinya.

Budaya menurut pemahamannya (RPD-red) adalah suatu usaha manusia untuk mempertahankan hidup dari sub-spesies homo-erectus atau homo-sapien, bagaimana manusia modern dapat berlangsung hidupnya,  itu menjadi awal kebudayaan, menyadari dirinya sebagai pemimpin, atau mahkluk superior yang merasa berhak atas semesta ini.

Kemudia Ia juga menyampaikan lima pilar yang menurutnya sebagai level penting yang harus disadari bangsa Indonesia, sehingga bisa mengidentifikasi siapa dirinya sebagai manusia yang berkebudayaan.

"Pertama yaitu Nilai, itu merupakan pencapaian paling bawah dari kebudayaan, dimana setiap orang bisa punya nilainya sendiri-sendiri, yang paling membuktikan bahwa nilai itu level paling rendah dari kebudayaan adalah pencapaian tertinggi dari teknologi, komputasi, dan informasi namanya Media Sosial (Medsos). Seluruh otoritas yang selama ini dimuliakan, kita agungkan sehingga menjadi acuan, itu rontok di Media Sosial," ujarnya.

"Selanjutnya yaitu Norma, yang dimaksudkan disini adalah kebenaran komunal yang diakui oleh banyak orang, nilai yang menjadi kebenaran sekuistik atau sektarian. Hal ini tergambarkan dalam masa purba primitif, yang dalam kehidupan sehari-hari bangsa indonesia, dimana suatu golongan saling menuding dan menghakimi golongan lainnya, dan merasa paling benar. Itu menunjukan posisi kita dalam konteks kebudayaan," lanjutnya.

Yang ketiga menurut RPD adalah Moral, merupakan kebenaran kolektif yang sifatnya Universal. Dimana kondisi ini digambarkan oleh seorang yang bermoral yang menjalankan kehidupannya dengan baik dan benar menurut ukuran semua orang, bukan atas ukuran kelompoknya sendiri, apalagi atas ukuran dirinya sendiri.

"Ketika moralitas tersebut menjadi acuan, tatanan, aturan, ilmu pengetahuan yang menjadi filsafat, maka selanjutnya menjadi Etika yang merupakan inti atau ruh dari kebudayaan, dimana moralitas akan terjaga. Dan etika ini di atasnya law (hukum) karena etika akan tetap ada sepanjang masa," katanya.

Lebih lanjut, RPD menjelaskan tingkatan yang lebih tingginya lagi yaitu Estetika, dimana kapasitas seseorang, suatu bangsa, dan suatu kaum dalam menghargai, memahami, mengapresiasi karya atau ekspresi orang lain. (Mumu Sobar Mukhlis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar