Minggu, 10 September 2017

We Are The Real United Kingdomh

Opini, Setaranews.com - Permasalahan peri-kehidupan dan peri-kemanusiaan hampir di segala lini sektor Bumi Pertiwi ini, membuat kita sebagai sebuah bangsa harus terus hidup dalam keterpurukan, lebih mirisnya yaitu kehilangan jati dirinya sebagai sebuah bangsa. Apakah kiranya penulis berlebihan, bisa jadi keterlaluan, apabila menganggap itu di era yang konon katanya modernitas dengan globalisasi – atau lebih tepatnya globanialisasi- dengan semua gemilang kecanggihan teknologi dan materialnya?
Memang benar adanya, dan patut diakui bahwa saat ini kita mengalami kemajuan, yang mungkin kebanyakan orang menilainya dengan ditandai berbagai macam pembangunan. Sayangnya, perubahan atau kemajuan tersebut hanya secara superfisial: dalam bentuk materialnya saja. Pada gaya, bentuk, rupa, pada busana, arsitektur, tempat belanja, modal bergerak, dan seterusnya. Secara kultural, kita diserbu budaya pop, hilanglah jati diri kita.
Semua kemajuan, peubahan, atau apapun itu namanya di era yang 'kekinian' ini belum pada hal yang paling esensial: sikap, cara pandang, mental dan karakter. Perubahan tersebut belum menyentuh bagian tersebut, di mana dimensi kultural terpendam dan diproduksi. Oleh karena itu, perubahan masyarakat kepualaun ini harus banyak berlangsung di wilayah kultural. Pertanyaannya, seberepa kuat kah keinginan kita untuk berubah? Sementara kita hanya bergantikan busana saja!
Apakah pemandangan pembangunan atau perubahan yang sering kita lihat dan anggap sebagai suatu kemajuan itu semua semata – mata memang di tujukan untuk masyarakat pada umumnya? Jawabannya hanya satu: "TIDAK" Pembangunan sejatinya hanya untuk memfasilitasi para pemodal – yang mayoritas bangsa asing untuk melancarkan kepentingan mereka (ekspansi pasar, akuisisi perusahan lokal, privatisasi BUMN dan akhirnya menguasai seluruh hajat hidup orang Indonesia). Maaf, lebih tepatnya merampok. Ya, kita dirampok. Dan terdiam, bahkan tepuk tangan, hingga ikut memeriahkan, melihat rumah kita sendiri di zarah habis - habisan.
Tolong sebutkan satu persatu sumber hajat hidup, dari mulai Sabang sampai Merauke, yang kita kuasai sendiri secara keseluruhan demi tercapainya cita – cita yang termaktub dalam falsafah dasar bangsa ini? Jawabannya, lagi dan lagi "TIDAK" Kemudain pertanyaan selanjutnya, masih berbanggakah kalian sebagai orang – orang yang merasa, atau mengaku, "kekinian" sebagai orang Inodonesia? Bangga dengan kendaraan canggihnya? Bangga dengan gadgetnya? Bangga dengan penampilannya? Bangga dengan gaya hidupnya? Lebih bangga dianggap ke"Barat"an dari pada ke"Indonesia"an? Lalu apalagi? Selanjutnya, silahkan sebutkan sendiri. Itu semua milik asing, kita hanya sebagai konsumen atau lebih tepatnya, sebagai tamu di negara sendiri.
Tumbuh di negara lumbung padi, makan padi, dari padi yang tidak di panennya. Tumbuh di negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, lautnya pun masih asin, tapi maaf garamnya impor semua. Tumbuh di negara yang menggunakan kendaraan, rumah, gadget, pakaian, makanan, perhiasan, dari yang tak pernah di produksinya. Apakah bumi kita sangat tidak mampu untuk membuat itu semua? Apakah bangsa yang memiliki "Tanah Surga" yang "Gemah Ripah Loh Jinawi" itu cuman mitos? Ah, biar saja itu semua hanya menjadi kenangan, khayalan mungkin.

Semua yang kita miliki dan kenakan dari mulai sandang, pangan, dan papan, tentunya mungkin sangat dibanggakan sebagai adu gengsi, walaupun harus terpaksa kredit, sejatinya menguntungkan para pemodal yang sebetulnya bisa kita dapati secara cuma – cuma. Satu syaratnya, yaitu ketika kita bisa kembali menguasai seluruh isi dan kandungan yang ada di bumi pertiwi ini.
Apakah bisa kita kembali merebutnya? Jawabannya tentu "SANGAT BISA" Ketika kita memahami lebih kedalam jati diri kita sebagai sebuah kesatuan bangsa yang tak terpisahkan. Memahami sejarah bangsa ini, bukan dari buku – buku sejarah dasar yang sudah dicampuradukan oleh orientalis untuk memecah belah bangsa ini. Sebuah bangsa yang diperebutkan oleh bangsa lain (karna kekayaannya). Sebuah bangsa yang ditakuti oleh bangsa lain karena tercatat dalam manuskrip kunonya akan menjadi bangsa penakluk (saudara kandung) bagi bangsa mereka(Yahudi-Israel).

Mari kita lebih dalam, terus lebih dalam membaca Indonesia sebagai sebuah negeri, sebuah bangsa, sebuah kesatuan. Sangat konyol apabila ada orang yang berpendapat bahwa Indonesia lahir begitu saja, tentu tidak sekonyong – konyong, ada proses berabad – abad, mungkit jutaan tahun lamanya. Bahkan tidak sedikit penelitian historis dan arkeologis menunjukan fakta bagaimana kesatuan yang ada, telah berlangsung bersamaan bersama sejarah polis – polis di Yunani, lebih tua dari bangsa yang bernama Inggris, Prancis bahkan Mesir sekalipun.
Disebutkan dalam Macropedia Britanica “Penduduk Delta sungai Merah secara esensial masih orang Indonesia”, siapa sangka peradaban kuno bangsa ini menyebar hampir ke 2/3 belahan dunia dimana sampai pada Madagaskar, Guam dan Chamoro. Kenyataan ini, dipandang oleh pakar dan ilmuan, Madagaskar walaupun secara praktis mengidentiikasi diri ke Afrika, dan secara moderen ke Prancis, namun secara historis, geografis dan fsikis 3000 mil ke Barat: Indonesia.
Berbagai macam bukti dan fakta hari demi hari semakin menerangkan asal muasal bangsa ini, tak salah apabila Ilmuan dan ahli semacam Denys Loambard dengan tegas dan sangat berani mengatakan, “ Sejak 1000 tahun S-M Nusantara adalah kawasan budaya besar dengan hubungan maritim yang permanen, "Bahkan tak sedikit pula ahli yang mengatakan Indonesia atau bangsa melayu/Jawi sudah ada sejak dahulu, dan sebagai bangsa yang melahirkan bangsa – bangsa lain. Luar biasa!
Mungkin masih ada yang ingat lagu yang mengatakan “Nenek moyangku seorang pelaut”, sebagai seorang pelaut yang mengarungi lautan hingga ke berbagai belahan dunia tentu memahami betul ilmu perbintangan dan pelayaran serta teknologi perkapalan. Apalagi letak geografis Indonesia yang terletak pada garis ekuator yang diapit oleh dua samudra yang merupakan jalur perdagangan dunia, selain itu tanahnya yang paling subur di dunia. Tak salah kitanya, atau berlebihan, apabila Indonesia dulu sebagai pusat peradaban (pertemuan) dunia.

Indonesia atau nusantara kerap sekali dikait- kaitkan dengan benua atlantasi yang hilang menurut pandangan Plato. Benua Atlantis yaitu memiliki pengertian sama dengan “The Promised Land (Tanah yang dijanjikan)”. Yang sampai saat ini masih menjadi misteri, akan tetapi fakta – fakta historis-arkeologis sedikit demi sedikit mulai ditemukan dan mengarah ke Indonesia (walaupun kebanyakan literaturnya berada di barat), sampai sekarang masih dicari fakta – fakta tanah leluhur itu. Semua ini membuktikan betapa penasarannya bangsa – bangsa di luar kita terhadap silsilah bangsa kita (dari mulai masyarakat sampai isi kandungan buminya), bahkan lebih mahfum dari kita sendiri sebagai orang didalamnya.
Israel dan Amerika serikat memiliki website resmi berbahasa Indonesia, bahkan peta Indonesia. Mereka mengupdate data - data seputar bangsa ini setiap pekannya. Lalu ada kepentingan apa ketika Israel membangun pangkalan militer satu - satunya diluar Israel yaitu di Singapura yang moncong meriamnya mengarah Indonesia? Lalu, untuk apa AS membangun pula pangkalan militernya di Australia, yang moncong meriamnya semua mengarah ke Indonesia? Lalu benarkah Cina hanya memiliki kepentingan dagang di Indonesia? Ke tiga negara yang memiliki hak veto ini ada kepentingan apa dibalik itu semua? yaitu bersama - sama dan berkonspirasi untuk mengobrak - abrik, memecah belah, mengadu domba Indonesia, sebagai "TANAH LELUHUR" yang diramalkan sebagai bangsa yang akan menaklukan negara - negara super power/ adidaya tersebut.
Maka-mereka di luar bangsa kita tak akan rela membiarkan kita menjadi bengsa yang super power, yang pernah terjadi pada peradaban silam. Indonesia sebuah negeri yang peradabannya lebih tua dari Britaniya Raya, menurut majalah Time, kini tak lain seperti sekumpulan bandit yang saling penggal kepala, baku hantam cari kuasa, koruptor yang membabi buta. Segala keindahan, keramahan, budaya halus, kini seolah mitos belaka. Indonesia kini, sebuah bangsa yang tak dapat dipercaya, atau mahluk cacat yang mudah diperbudak karena kebodohannya.

Sebagai bangsa, harus diakui bahwa kita kehilangan jati diri. Tekanan yang begitu kuat dari bangsa asing dengan lobi – lobi zionisnya, membuat pemerintah kita tersirap oleh segala halusinasi yang ditawarkan olehnya. Alhasil, pemerintah dengan ringan melepas tanggungjawab alam dan konstitusinya, bisa dilihat ketika perguruan tinggi negri diswadayakan, rumah sakit diswadanakan, usaha “bumi, tanah dan air” di swastakan. Rakyat kembali membayar kemahalannya. Rakyat terus – terusan mensubsidi. Terus, hingga mati berdiri. Dan mereka pengusaha dan penguasa bergolek santai dengan segala kemehawannya sendiri. Menciderai perjuangan leluhur bangsa ini. Terkutuklah. Keputusan para leluhur bangsa ini atau bapak – bapak pendiri bangsa kita dari mulai jaman kerajaan kuno, dan ketika sampai pada ide sumpah pemuda serta kemudian memproklamirkan negara kesatuan R.I merupakan bukan suatu keputusan yang "mbalelo", atau asal-asalan, itu merupakan ide yang sangat beralasan, melihat pada jati diri bangsa yang kemudian tertuang dalam falsaah dan UUD 45 Saat ini, tugas kita yaitu memndang kenyataan sejarah serta kultur kita – yang memiliki begitu banyak potensi penjelasan ketimbang potensi diabaikan. Cara berfikir lebih memandang kedalam harus diutamakan dan dipertahankan, ketimbang memandang keluar yang sesungguhnya hanya fatamorgana, kalau tidak pun, ya kolonialistik.

Bangsa kita bukan bangsa yang bodoh, tapi dibodohkan (karena keturunan Bani Israel yang kebanyakan memeluk agama Islam, oleh karenanya ditakuti apabila memiliki kepintaran). Bangsa kita bukan bangsa yang miskin, tapi dimiskinkan. Bangsa kita bukan bangsa penakut, tapi ditakutkan. Bangsa kita merupakan bangsa yang besar dan segala kemajuan peradabannya di masa silam serta kekayaan yang terkandung didalamnya (TANAH SURGA). Apakah kita bisa mnjadi bangsa besar? Jawabannya "SANGAT BISA"
Kita bisa kembali menjadi sebuah bangsa kesatuan yang besar ketika kita menjadi pribadi yang tahu akan jati diri bangsa, cerdas, bermoral, serta menguasai seluruh hajat hidup yang kita miliki. Itu semua telah dibuktikan oleh para leluhur kita, dan satu keyakinan yang kita miliki untuk meningkatkan rasa optimisme dan perbaikan diri yaitu, sejarah pasti akan kembali berulang. Kita sendiri yang menentukan, bukan bangsa asing.
Perlu diingat dan di camkan baik – baik, “WE ARE THE REAL UNITED KINGDOM”, untuk itu banyak pihak yang tidak ingin kita kembali mencapai kejayaan. Sayangnya kita tak cukup berani, atau malu, atau terlanjur silau dengan ide – ide gemerlap (kapitalisme, globanialisasi, modernitas, liberalisme,demokrasi, dan apapun itu yang dibawa dari luar harus kita yakini bersama sifatnya yaitu IMPERIALISTIK), yang bangsa kita sendiri pernah berulang kali menolak dan melawannya, dan mencapai kejayaan. Sayang sekali.

 

Epri Fahmi Aziz, Penulis merupakan Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM SETARA).

Tulisan tersebut diterbitkan untuk menyambut Orasi Kebudayaan bersama Radhar Panca Dahana pada 18 September 2017 mendatang, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM SETARA).
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar