Sabtu, 11 November 2017

Martha C. Tiahahu Mati Muda Lawan Penjajah

Nasional, Setaranews.com – Pernah mendengar nama Martha Christina Tiahahu? Penggemar sejarah mungkin tak asing kala mendengar nama itu. Ya, dia yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada masa pemerintahan Presiden Soeharto berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969 per tanggal 20 Mei 1969. Tepatnya setelah satu setengah abad lamanya terhitung sejak tahun kematiannya pada 1818 silam diusia yang masih sangat muda.

Lahir di Desa Abubu, Nusalaut, Maluku pada 4 Januari 1800 merupakan putri sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu, salah satu pemimpin tentara rakyat Maluku. Berkat didikan sang Ayah, ia tumbuh menjadi perempuan tangguh, pemberani dan keras kepala. Perempuan dengan ciri khas berikat kepala merah ini menjadi pejuang di garis depan melawan pemerintah kolonial Belanda di Maluku.

Sepak Terjang Martha Christina Tiahahu

Tindak tanduk Martha melawan kolonial dimulai ketika ia berusia 17 tahun. Kala itu, ia bersama dengan ayahnya dan juga Kapten Pattimura beserta pasukan Maluku berhasil memukul mundur kolonial di Pulau Saparua yang dikuasainya.

Perlawanan di Pulau Saparua tepatnya di Desa Ouw-Ullath, Martha turut angkat senjata melawan kolonial. Selain itu pun, ia menjadi “influencer” dalam memberikan semangat kepada pasukan Maluku, terlebih pada kaum perempuan lainnya agar turut mendampingi kaum laki-laki.

Berkobarnya semangat yang diberikan oleh Martha, lantas tak serta merta memenangkan pertempuran di Saparua. Pertempuran yang terus menerus tak ayal membuat persediaan persenjataan pasukan Maluku kian menipis, jatuhnya korban pun tak dapat dihindari di kedua belah pihak. Richemont, salah satu pimpinan perang kolonial harus terenggut nyawanya pada pertempuran tersebut.

Melihat kondisi menguntungkan tersebut, pada tanggal 12 Oktober 1817 Vermaulen Kringer memberi komando untuk menyerang secara habis-habisan pasukan Maluku beserta Martha yang terlibat di dalamnya. Alhasil, kolonial berhasil ‘menjinakan’ perlawanan pasukan Maluku dan menangkapnya, termasuk Martha dan ayahnya. Martha dibebaskan karena masih sangat muda. Sementara ayahnya dijatuhi hukuman mati oleh kolonial.

Kematian sang Perempuan Berikat Kepala

Pada bulan Desember 1817,  Martha beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa ke Pulau Jawa menggunakan Kapal Eversten untuk menjadi pekerja paksa di perkebunan kopi.

Dalam perjalanannya ke Pulau Jawa, Martha menolak untuk makan dan menerima pengobatan yang diberikan. Imbasnya, kondisi kesehatan Martha kian hari kian memburuk. Dua hari menjelang usianya yang ke 18 tahun, ia mengehembuskan nafas terkahirnya pada 2 Januari 1818. Jenazahnya dikebumikan di Laut Banda.

Itulah Martha Christina Tiahahu, perempuan dengan ikat kepala merahnya yang berjuang melawan kolonial Belanda. Kini, rakyat Maluku dapat mengenang semangat juang Martha lewat monumennya. Dalam monumennya tertulis “Martha C. Tijahahu, mutiara Nusa Laut (Pulau), Pahlawan Nasional RI, yang berjuang untuk mengusir penjajah Belanda dari Maluku, jatuh pada Januari 2, 1818”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar