Senin, 11 Agustus 2014

Mengubah Ospek yang Manusiawi

Ospek Manusiawi


Oleh: Kris Herwandi


Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unswagati


Mahasiswa baru (Maba) Unswagati segera datang. Mesti disambut dengan kebahagiaan. Bahagia, karena ada semangat dan pikiran baru. Kita sambut dengan ceria. Ospek akan diselenggarakan, kita sapa maba sebagai manusia yang akan tumbuh. Seumpama Universitas itu ladang, siram dan pupuk maba dengan ilmu pengetahuan. Menumbuhkan akal maba sekaligus kita menumbuhkan kebebasaan.


Mengubah Kebiasaan Mabim


Maba harus bebas dari intimidasi, pelecehan, dan kekerasan dari penyelenggaran ospek/senior. Budaya ospek yang mengintimidasi, pelecehan dan kekerasan harus terputus. Ospek bukan ajang merawat dendam. Panitia ospek dan "senior" harus menjadi sahabat berpikir maba. Ini lah tujuan utama awal perkenalan. Pantia ospek itu berguna jika mampu menumbuhkan hasrat belajar maba. Bukan mempertebal ketakutan dan kepatuhan.


Teringat apa yang di ucapkan, Albert Einstein, seorang ilmuan, Suatu pekerjaan yang dikerjakan secara berulang-ulang dengan cara yang sama tak akan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Begitu pula dengan metode ospek yang diselenggarakan dari tahun ke tahun. Baris berbaris, memakai seragam lelucon, dan edisi marah-marah. Seperti tidak ada inovasi.


Keawasan panitia melihat suasana kekinian diuji pada penyelenggaran ospek tahun ini. Bagaimana ospek tahun ini adalah awal seorang maba sadar terhadap dirinya. Ia adalah seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Ini adalah upaya transisi mendewasakan maba dari seragam putih abu-abu ke seragam kebebasan.


Harapannya, ada keceriaan dan kebahagiaan di saat ospek berlangsung. Kebahagiaan itu selaras dengan hilangnya budaya kepatuhan/feodalisme dalam ruang pendidikan. Tujuan pendidikan adalah memerdekakan jiwa dan pikiran. Agar integritas maba tercipta, dengan begitu universitas Unswagati tumbuh, dengan warna-warni pikirannya.


Maba dapat belajar dengan bahagia. Belajar tidak dijadikan beban tapi sebagai petualangan. Pikiran yang bercahaya sebagai penuntun jalan untuk menuju samudera ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Karena hanya dengan belajar ilmu pengetahuan manusia terhindar dari kebodohan. Mahasiswa adalah manusia yang menggunakan kecerdasannya. Ini lah makna menjadi Mahasiswa.


Selaras dengan tokoh politik Indonesia. Sutan Sjharir, pernah berucap mengenai mental pemuda. Pemuda kita umumnya hanya mempunyai kecakapan untuk menjadi serdadu. Yaitu baris-berbaris menerima perintah menyerang. Menyerbu dan berjibaku dan tidak pernah diajarkan memimpin.


Peran Sivitas Akademika dalam Mabim


Karena universitas bukan lembaga militer sudah seyogya metode seperti militerisme ditinggalkan. Ajarkan maba untuk mampu memimpin. Karena hal yang utama dalam kehidupan hari ini adalah kesadaran kognisi dan afeksi dari seorang manusia. Karena hanya dengan itu manusia dapat menemukan siapa diri nya dan sekelilingnya. Inilah inti dari merdeka pikiran dan jiwanya.


Lebih jauh dari itu, sasaran utama seorang terpelajar ialah dapat hidup bersama dengan masyarakat, lantas mampu menjadi teladan. Karena karakter itu tidak bisa dikembangkan secara instan, upaya ini dilakukan dari ruang pendidikan untuk mendapatkan mental yang mandiri. Ketika seorang manusia sadar akan dirinya, maka sejak itu pula ia memahami kehidupan ini. Bukankah itu tujuan dasar dari pendidikan.


Lantas klaim seorang terpelajar akan menjadi pemimpin dapat teruji, minimal memimpin diri sendiri. Diri yang bebas dan bertanggung jawab. Mengetahui otentikasi diri nya, hanya dengan cara ini makna hidup nya dapat dicari terus menerus. Jadikan ospek sebagai upaya mahasiswa mengetahui sisi manusiawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar