Kamis, 15 Mei 2014

Cirebon yang Religius Butuh Perda Anti Mihol

OPINI


CIREBON YANG RELIGIUS, BUTUH PERDA ANTI MIHOL


Belum lama beberapa warga kota Cirebon yang tewas karena minuman keras yang dioplos dengan berbagai macam larutan kimia (sebut saja minyak anti nyamuk), kini Peraturan Daerah tentang Anti Miras di Kota Cirebon ‘diprotes’ oleh Menteri Dalam Negeri. Mungkin Perda tersebut merugikan negeri ini, dengan alasan mengurangi pajak bea cukai dan pajak industry Miras atau semacamnya, penulis merasa ‘gerah’ dengan kelakukan para elit bangsa yang terus-terusan mengutamakan isi perut negara ini yang jelas transparansinya masih ‘bobrok’ dengan berbagai macam kasus korupnya.

Di bulan yang dibilang; bulannya para buruh, pendidik, dan pemuda dengan kebangkitan nasionalnya. Penulis merasa perlu untuk menyampaikan sebaris surat terbuka untuk Kementerian Dalam Negeri. Ada berbagai macam alasan mengapa saya perlu menulis artikel ini, mulai dari masalah beban moral sebagai calon pendidik, kesehatan, kriminalitas, harga diri seorang pribumi yang terjajah dengan barang impornya, hingga naluri seorang pemuda yang selalu berpikir tentang kawan-kawannya yang telah terjerumus ke dalam ‘lubang hitam’ karena berawal dari Miras.

Awal mula dengan hadirnya Perda Anti Miras di kota Cirebon, penulis merasa senang. Sebab mulai sejak Perda tersebut berlaku, maka para pengecer Miras mulai mengalihkan dagangannya ke hal-hal yang lebih positif, secara berangsur-angsur tingkat kesadaran otak ‘peminum’ menjadi pulih. Angka kriminalitas dengan pengaruh alkohol agaknya berkurang, dan yang jelas kasus oplosan mungkin akan tidak separah dengan kejadian-kejadian yang telah berlalu.

Kejahatan pasti akan tetap ada, namun yang jelas pelaku kejahatan tidak akan lagi punya alasan karena ‘mabuk’ saat berhadapan di meja hijau nanti. Penulis meyakini, prosentase kejahatan akan berkurang jika dilihat dari trend penyebab kriminalitas karena kondisi mabuk alias tidak sadar nanti.

Miras Menjadi Obat Kuat Bagi Calon Amoral

Bukan seorang manusia jika menjadikan Miras sebagai obat kuat untuk melakukan berbagai macam ‘ritual’ kejahatan yang sangat mengkhawatirkan masyarakat. Belum lagi banyak ditemukan para pemuda yang berpesta seks, dengan diawali dengan Miras untuk sengaja menghilangkan ketakutan akan dosa, sengaja menghilangkan akal sehatnya, dan meningkatkan keberanian untuk berbuat sesuatu di luar batas kenormalan.

Miris memang, namun ini memang terjadi di lingkungan masyarakat yang ‘katanya’ modern dan berada di zaman millennium. Jika minuman keras selalu dikaitkan dengan larangan salah satu ajaran agama, mari coba untuk objektif dengan berpikir secara ilmiah. Mari kita survey bersama-sama dan lakukan penelitian selama lima tahun saja untuk membuktikan pengaruh minuman beralkohol di dalam kehidupan masyarakat.

Tentu pihak kepolisian, para Ulama, dan mereka yang bergelar sebagai dokter akan sependapat dengan penulis. Lantas apa yang membuat sebagian dari ‘kita’ justru menolak keberadaan Perda Anti Miras, yang justru akan menyelamatkan calon-calon orang yang bakal mati konyol dengan ‘oplosannya’ (lagi)?

Jika kita bandingkan secara sederhana, lebih baik mati membela tanah air dibandingkan membela hal-hal yang justru akan mencelakakan kita.

Lebih Memilih Uang, Dibandingkan Keselamatan dan Kesehatan  

Jika dipikir baik-baik. Agaknya pemerintah rugi, jika minuman keras impor itu dijadikan alasan untuk pendapatan dari pajak bead an cukai. Pasalnya, setiap barang impor yang masuk pasti harus dibeli dengan dollar dan yang jadi bunting adalah Bank Indonesia harus mengorbankan banyak devisa, bahkan harus ‘ngutang’ ke luar negeri. Akhirnya rakyat lagi yang terkena dampaknya, inflasi lagi.

Agaknya pemerintah harus ‘dipentung’ untuk segera disadarkan. Karena jika tidak kita yang mendorong, lalu siapa lagi?
Penulis: Santosa, dari Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Unswagati. Tulisan ini pernah dimuat di Koran Radar Cirebon halaman 4 pada Senin 12 Mei 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar