Minggu, 25 Desember 2016

Opini: Pemerintahan Mahasiswa Bukan 'Dagelan'

Opini, Setaranews.com - Mengamati perkembangan pemerintahan mahasiswa di kampus tempat penulis menimba ilmu amatlah menarik. Penulis melihatnya sebagai perebutan kekuasaan yang penuh ambisi. Hal ini tidak berlebihan, sebab beberapa peristiwa menggambarkan betapa posisi tersebut penuh kebanggaan sehingga diperjuangkan dengan berbagai cara. Namun anggapan bahwa posisi tersebut “hebat” tidak berlaku universal. Banyak mahasiswa yang acuh dan merasa tidak terkena dampak dari adanya pemerintahan mahasiswa. Dikotomi tersebut menggelitik pikiran penulis sehingga menimbulkan beberapa asumsi. Mungkin mereka tidak paham tujuan pemerintahan atau mungkin mereka paham namun tidak perduli.

Ketika berbicara mengenai pemerintahan artinya kita bicara soal cara dan tujuan. Penulis tertarik dengan pemikiran salah satu bapak pendiri bangsa yaitu Moh. Hatta, bahwa kedaulatan rakyat adalah sebuah cita-cita kemerdekaan Indonesia. Kemudian diterangkan lagi bahwa tugas kita ialah menerangkan perihal kedaulatan rakyat yang hakiki kepada rakyat itu sendiri (Moh. Hatta, 1957). Hubungan dari ide tersebut dengan kondisi pemerintahan mahasiswa kita (di kampus penulis) adalah semestinya mahasiswa dapat merumuskan tujuan dan cara mencapai tujuan dari pemerintahannya. Kedaulatan rakyat jelas bertujuan membuat suatu tatanan masyarakat adil-makmur dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan menggunakan cara permusyawaratan yang adil pula.

Penulis berfikir bahwa pemerintahan mahasiswa merupakan miniatur dari sebuah negara. Di situ menjadi wahana mahasiswa untuk melakukan terobosan-terobosan dalam membuat suatu sistem yang ideal dan kemakmuran, kesejahteraan sebagai tujuannya. Tentu saja yang dimaksud kemakmuran dan kesejahteraan ialah bagi para mahasiswa dan bisa saja diterapkan dalam sistem negara kita. Namun pada prakteknya, para mahasiwa yang aktif dalam pemerintahan itu tidak memahami tujuan sebenarnya dari membentuk suatu pemerintahan. Dilihat dari awal mereka berkampanye yang hanya obral janji dan pencitraan, kemudian setelah mereka bertahta tidak memberikan output konkrit bagi kemakmuran dan kesejahteraan mahasiswa di kampus tersebut juga kemajuan bagi kampus secara umum.

Fenomena di atas menghasilkan pembagian kelas di dalam mahasiswa. Ada elit politik yang aktif dalam pemerintahan dan ada mahasiswa jelata yang mudah tergiur tampang dan janji manis. Hal tersebut terjadi sebab tidak ada pendidikan politik (hak dan kewajiban) dalam peri kehidupan pemerintahan mahasiswa di kampus atau dengan kata lain tidak melakukan tugas generasi sebagai penerus bangsa. Seperti yang disampaikan Bung Hatta bahwa setelah Indonesia merdeka, tugas kita adalah memberi penerangan kepada rakyat tentang cita-cita dan bentuk kedaulatan rakyat. Ketika para mahasiswa yang merupakan kaum intelektual tidak memahami betul soal pemerintahan, bisa dibayangkan pemahaman rakyat kita yang notabene masih sibuk dengan urusan perut (kurang berpendidikan).

Tulisan ini merupakan kritik sekaligus solusi dari fenomena dagelan yang sedang terjadi di dalam kampus tempat penulis menimba ilmu. Sudah sepatutnya kita menjadi cotoh bagi rakyat yang masih belum mengerti mengenai kehidupan bernegara, sudah sepatutnya kita melakukan upaya-upaya merumuskan sistem ideal bagi negara kita dan sudah sepatutnya kita bisa mengusahakan kesejahteraan bagi kita (mahasiswa) secara menyeluruh dan konkrit. Penulis sangat menanti opini balasan dari kawan-kawan yang sedang aktif dalam pemerintahan mahasiswa hari ini, agar terjadi dialektika yang konstruktif dan kita bisa mencapai kemajuan dalam kehidupan keilmuan di kampus kita tercinta.

 

Penulis: Gusak Tilas Wangi
Mahasiwa Fakultas Ekonomi
Prodi Manajemen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar