Kamis, 29 Desember 2016

Resensi Buku: Sayap-Sayap Patah

Judul                                        : Sayap-Sayap Patah

Penulis                                     : Kahlil Gibran

Cetakan                                   : I, 2011

Penerbit                                  : Narasi, Yogyakarta

Tebal                                       : 124 halaman

Resentator                             : Wasniah

Setaranews.com - Dalam novel Sayap-Sayap Patah oleh Kahlil Gibran, sebuah novel sastra romantis yang mengisahkan nasib kisah cinta Gibran pada seorang gadis Lebanon bernama Seima Karamy.

Cerita ini diawali dengan perkenalan seorang lelaki yang sangat kaya di tanah Lebanon bernama Fahris Effendi yang ternyata adalah sahabat ayah Gibran sewaktu mudanya. Perkenalan mereka berlanjut setiap waktu luang, Gibran sering mengunjungi rumah Fahris dan memperkenalkan Seima kepada Gibran. Akhirnya tumbuhlah bunga-bunga cinta antara Gibran dan Seima, akan tetapi takdir mengharuskan untuk mematahkan cinta mereka karena pendeta di Lebanon meminang Seima untuk keponakannya yang bernama Mansur Bey Galib. Pendeta memilih Seima bukan karena kecantikan melainkan kekayaan ayahnya. Pernikahan ini membuat Seima merasakan kepedihan mendalam sebab Mansur adalah seorang lelaki yang suka melampiaskan, serta menyiksa Seima bertubi-tubi dan pada akhirnya Sang Kuasa menghapus semua duka Seima dengan menjemput ajalnya.

Kelebihan dari novel ini, tata penulisannya berbeda dari novel biasanya. Tetapi, tata penulisannya yang berbeda dari novel biasanya inilah menyebabkan novel ini kurang menarik karena tidak tersusun dengan rapih.

Kata-kata yang menarik di novel Sayap-Sayap Patah:

“Penyair dan penulis berusaha untuk memahami kenyataan seorang wanita. Namun, sampai hari ini mereka tidak memahami rahasia tersembunyi  hati wanita ...”

“Aku menemukan cinta kita sedalam samudera, setinggi bintang dan seluas langit”

“Oh, Tuhan, ampunilah aku dan sambungkan sayap patahku”

“Oh, Tuhan, apa yang telah seorang wanita lakukan kepada-Mu? Dosa apa yang telah ia lakukan hingga layak menerima hukuman seperti ini? Karena kejahatan apa ia pantas mendapatkan penyiksaan seperti ini? Oh, Tuhan, Kau kuat dan aku lemah. Mengapa Kau membuatku menderita seperti ini? Kau besar dan agung, sementara aku tidak lain hanyalah makhluk kecil yang merangkak di hadapan-Mu. Mengapa Kau menginjakku dengan kaki-Mu? Kau adalah prahara yang murka, dan aku seperti debu; mengapa, oh Tuhan, mengapa Kau melemparkanku ke tanah yang dingin? Kau kuat dan aku tidak berdaya; mengapa Kau memerangiku? Kau penyayang dan aku sopan; mengapa Kau menghancurku? Kau telah menciptakan wanita dengan cinta, dan mengapa, dengan cinta, Kau menghancurkannya ....”

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar