Rabu, 18 April 2018

Opini: Pembungkaman adalah Kejahatan

Opini, Setaranews.com - Ancam, Bungkam, dan Bubarkan! Mungkin kata-kata itu yang pantas untuk demokrasi ala Kampus tempat penulis menimba ilmu. Sebuah kejahatan bagi seorang manusia yang memiliki kodrat untuk bicara, mereka yang melakukan demonstrasi hanya sebuah alarm pengingat bagi orang yang tidak waras, tidak paham akan hak dan kewajiban serta demokrasi.

Beberapa waktu lalu terjadi aksi demonstrasi di kampus penulis, massa menuntut pada pihak rektorat untuk melakukan transparansi terkait dana maupun urusan ke-universitasa-an, tidak chaos, tidak ada bakar ban, demonstrasi yang hikmat dan tidak gaduh, namun di bilang meresahkan. Bukannya sesama manusia harus saling mengingatkan? Seperti dalam Al-Quran surah Al-Ashr, “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3). Jelas diterangkan bahwa sesama manusia dan umat muslim harus saling mengingatkan, nasehat menasehati. Jangan marah jika diingatkan, harusnya bersyukur karena masih ada yang waras, masih ada yang peduli.

Entah perasaan apa yang dirasakan penguasa Kampus Biru—resah, marah atau malu hingga melayangkan surat pemanggilan orangtua mahasiswa yang kemarin melakukan demonstrasi terkait transparansi aset kampus. Macam anak SMA yang habis tawuran lalu diberi pembinaan. Bukannya demonstrasi dihalalkan oleh negara, demonstrasi bukan sebuah kejahatan, hak masyarkat untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang sudah dijelaskan dalan pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran undang undang secara lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Kita hidup tidak lagi pada rezim orde baru kan, semua sudah diatur jelas dalam undang-undang, era orde baru sudah tumbang, namun otoriter kepemimpinannya ditiru oleh Rektor dan Yayasan di kampus penulis belajar ini. Apalagi menurut penulis, demonstrasi yang dilakukan beberapa mahasiswa Unswagati pada beberapa hari kemarin tergolong demonstrasi yang damai, mereka melakukannya sesuai undang-undang yang mengatur tentang hak mengemukakan pendapat di muka umum, tertulis dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM, dijelaskan pada pasal 1 ayat (3) Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

Bentuk bentuk menyampaikan pendapatnya pun diatur dalam undang-undang ini, pada Pasal 9:

(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan

  1. unjuk rasa atau demonstrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan atau d. mimbar bebas.


Alangkah sempurnanya para pendiri bangsa merumuskan negara ini, sampai hal sedetail itu pun diatur dalam undang-undang yang dimana pedoman itu tidak dilirik oleh pihak-pihak berdasi.

Demonstrasi adalah hak semua mahasiswa, perlu digaris bawahi, demonstrasi ini bukan soal eksistensi ini soal kebenaran, keberanian. Diharapkan pihak Rektorat pun tidak buta dengan undang-undang demokrasi. Jika lupa, baca lagi! Jika yang berdasi ingin dihormati maka dengarkanlah suara kami, tidak ayal banyak beredar slogan “KAMPUS BIRU ANTI KRITIK” alias PEMBUNUH DEMOKRASI, PEMBUNGKAM MASSA DAN PENJAHAT KEBENARAN dengan tidak melaksanakan undang-undang yang menjadi hajat hidup orang banyak. Janga harap mahasiswa akan manut dengan aturan yang Kampus ini buat jika pihaknya pun tidak mau melaksanakan aturan yang berlaku. Ingatlah satu hal, mahasiswa ini bukan serdadu suaranya tak dapat dipenjara dan langkahnya tak dapat tergoyahkan, mahasiswa dan masyarakat adalah kekuatan besar yang akan bangkit jika demokrasi dikebiri.

Sudah kesekian kalinya represivitas kepada mahasiswa terjadi, mereka kan sudah besar, namanya juga sudah mahasiswa pastilah sudah tahu mana yang salah dan mana yang benar. Bahan bacaan yang seabreg juga menjadi peyakin jika mahasiswa melakukan hal yang benar ditambah dengan adanya aturan tertulis berupa statuta kampus yang pernah penulis baca. Disana tertera pada BAB X MAHASISWA dan ALUMNI mahasiswa pasal 68 ayat (2) hak mahasiswa point E berbunyi “memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan studi yang diikutinya serta hasil belajarnya”. Mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan informasi, apakah Unswagati selama ini melakukan transparansi informasi, dan akuntabilitas publik? Jika tidak, wajar saja jika mahasiswa mempertanyakan hal tersebut.

Dalam undang-undang yayasan juga tertera jelas empat prinsip yang harus dimiliki yayasan Ada 4 (empat) prinsip yang harus dimiliki Yayasan sesuai dengan harapan Undang-Undang Yayasan, yakni

  1. Kemandirian Yayasan sebagai badan hukum;

  2. Keterbukaan seluruh kegiatan Yayasan;

  3. Akuntabilitas publik; dan

  4. Prinsip nirlaba.


Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan adalah kemandirian yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang fundamental bagi suatu yayasan. Namun, prinsip yang sangat menonjol adalah prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan, yang bahkan telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Yayasan alinea 4 (empat) Undang-Undang Republik Indonesia (Uu) Nomor 16 Tahun 2001 (16/2001) Tentang Yayasan. Dalam hal ini juga sangat di utamakan tentang akuntabilitas dan transparasi yang dilakukan oleh pihak yayasan, malahan di sana diatur tentang pemberitaan penempelan hasil kerja pihak Yayasan untuk dapat diketahui masyarakat tertera pada Pasal 52 Ayat (1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan. Maksudnya Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman (mading/baliho) ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat, namun Unswagati tidak pernah melakukan hal itu, baliho yang terpajang hanyalah iklan-iklan akreditasi yang di gapai unswagati beberapa waktu yang lalu.

Disana sudah sangat jelas akuntabilitas dan transparansi itu jadi hak publik dicetak dengan gamblang agar publik tahu, maka tak hanya mahasiswa, wartawan, masyarakat bahkan kuman pun  harus tahu terkait kegiatan yang dilakukan Yayasan maupun Universitas. Ini bukan hal sepele bukan, terbunuhnya demokrasi, matinya transparansi dan gelapnya akuntabilitas publik harus dipertanggung jawabkan. Tidak perlu juga bawa orang tua dalam urusan Kampus, mahasiswa tidak takut meski dapat tekanan, mereka akan semakin kuat, semakin besar. Penulis sarankan jika memang Kampus tercinta ini tidak melakukan hal tersebut akui saja, dan cobalah benahi, penulis yakin, mahasiswa pun akan ikut serta dalam membangun Kampus sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar