Jumat, 10 Maret 2017

Ini Tanggapan Agus Dimyati Terkait Polemik DAK

Cirebon, Setaranews.com – Polemik Dana Alokasi Khusus (DAK) 96 M yang diduga telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya mengundang tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Agus Dimyati selaku akademisi dari Bidang Hukum yang menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon.

Agus menuturkan penyimpangan DAK harus didasarkan pada adanya fakta-fakta, jikalau fakta-fakta tersebut memperlihatkan hasil pengerjaan yang memang dianggap adanya penyimpangan, maka instansi terkait harus melakukan tindakan terhadap polemik tersebut.

Agus pun menganggap jika Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terlalu terburu-buru dalam menyerahkan proyek pembangunan infrastruktur kepada kontraktor bangunan. "Dinas PU dinilai terlalu gegabah dalam memberikan proyek pembangunan infrastruktur kota kepada kontraktor bangunan,” ujarnya pada Setaranews.com di Kampus III, Gedung Fakultas Hukum, Rabu (8/3).

Sebab, lanhut Agus, dalam sebuah proyek pasti ada salah satu lembaga yang ditunjuk sebagai pengawas jalannya proyek tersebut. Dalam hal anggaran, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi berjalannya pembangunan.

Dalam pengerjaan, DPPKAD dianggap lemah dalam mengawasi jalannya pembangunan kota karena pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, Agus menduga ada dua kemungkinan terkait kucuran dana 96 M yang bersumber dari APBN tersebut. Pertama, pemerintah kota Cirebon memberikan dana kepada kontraktor secara bertahap sehingga pembangunan proyek tidak sesuai spesifikasi. Kedua, dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor, tetapi kontraktor tidak melaksanakan proyek sesuai SPK (Surat Perintah Kerja). Dia juga tidak sependapat, jika pembangunan proyek molor dikarenakan alasan cuaca.

''Jika alasan kontraktor menunda proyek karena cuaca itu sangat tidak masuk akal. Karena logikanya gini, di Bandung aja yang intensitas cuacanya lebih tinggi, semua pelaksanan pembangunan berjalan baik. Kenapa cirebon tidak bisa? Tapi jika dikerjakan sesuai dengan undang-undang saya yakin semua proyek pembangunan infrastruktur kota pasti akan berjalan dengan baik. Jika memang pemerintah tidak mampu melakukan tugasnya kita harus ganti ketua dinasnya. Pengawasan yang dilakukan harus by system, jika sudah terlihat adanya penyimpangan langsung lakukan pemanggilan kepada instansi terkait," kata Agus.

Proyek yang tidak selesai pada waktu yang disepakati yakni 21 Desember 2016 justru diperpanjang (addendum) hingga 21 Maret 2017. Namun lagi-lagi, pengerjaaan proyek belum selesai pada waktu yang telah ditentukan pada addendum.

Meski ada undang-undang yang mengatur tentang addendum, tetapi persoalannya bukan pada perpanjangan lama waktunya melainkan hasil bangunannya. Addendum dilakukan bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

''Jika tidak ada perbaikan maka pemkot melalui PU harus mencabut SPK guna menghindari kerugian anggaran dana, kejaksaan harus cepat bertindak. Hasil audit wajib dipublikasikan demi kepentingan banyak orang. Penandatanganan SPK juga sebenernya itu harus disaksikan oleh KPK jika tidak ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran dana,'' jelas Agus.

Untuk meninjau sejauh mana keberhasilan pelaksanaan proyek DAK, pasti adanya evaluasi pelaporan pada SPK yang sudah disepakati, evaluasi dilakukan di per-triwulan sekali. (Felis)

 

Berita lainnya: Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Mahasiswa Pertanyakan Kontrol DPRD Kota Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar