Biar aku selalu melihat tumpahan air di pelupukmu
Saat itu adalah puncak pendakianku menuju segara kesabaran yang telah lama dirindu
Aku ingat
Ketika menelaah disetiap tapakmu, langkahmu dan gerikmu
Kau tak akan pernah sadar
Bahwa langkahku sangat jauh berbeda dengan langkahmu
Bahwa kau tak pernah menorehkan pandangan di balik punggungmu
Bahwa kau tak pernah ingin tahu seberapa isi dibalik tas carrier punggungku
Bukan mengenai beratnya
Bukan
Sama sekali bukan
Inilah perjalanan bagaimana aku menelusuri isi di balik kepalamu
Kau sibuk melihat sesuatu yang ada di hadapanmu
Sedang aku menahan gunungan emosi yang bersemayam kokoh dilembah dada
Dan yang kurasa sepanjang perjalanan adalah
Bahwa kakiku terasa menari telanjang di atas panggung raya
Sambil di dekam perih oleh kerikil-kerikil tajam yang menganga
Dengan butiran nafas nan berair selalu menyapa
Puing-puing kelelahan hanyalah teman biasa
Lalu dihadapkan pula pada gradasi waktu yang tak henti untuk memangsa
Tapi biarlah, semesta selalu tak pernah kehabisan kata untuk diajak bicara
Biar sajak terlahir atas pedih dengan hamparan makna
Esok dan nanti ku kan tetap ke sini jua
Catatan Ciremai,17 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar