Minggu, 10 Januari 2016

Pembebasan dari Ladang Petani

Kesadaran revolusioner harus di tularkan kepada setiap manusia dan tetap harus ada di muka bumi ini.

Kesempatan yang adil
Kemajuan teknologi pertanian di Indonesia menimbulkan pengurangan tenaga kerja manusia yang digantikan oleh mesin-mesin pertanian. Hal ini akan memenangkan kelompok-kelompok yang memiliki modal (teknologi, tanah dan uang). Sebelum mencoba memasukan teknologi/mesin di dalam pertanian yang dapat menggantikan manusia oleh mesin, pihak yang berkuasa atau dalam hal ini harus sudah mampu memberikan kesempatan yang sama bagi tiap masyarakat untuk mampu berkembang. Seperti permasalahan agraria di mana ketimpangan kepemilikan tanah antara tuan tanah dan buruh pekerja yang tidak memiliki lahan pertanian. Padahal Setiap warga negara Indonesia berhak memiliki lahan yang sudah diatur dalam Undang-undang Reforma Agraria. Pekerjaan besar bagi pemimpin bangsa ini untuk bisa memberikan jaminan keadilan kepada rakyatnya dan juga menjadi tanggung jawab kaum intelektual untuk mengentaskan persoalan bangsa ini khususnya dalam bidang pertanian yang syarat dengan permasalahan.

Teknologi Pertanian
Kemajuan teknologi harus dipahami sebagai kebangkitan kesejahteraan rakyat, bukan sebagai bab baru dari kelanjutan penindasan di era ini. Teknologi ini bisa diartikan sebagai sumber kekuatan produktif bagi individu dalam masyarakat itu sendiri. Namun yang kemudian penting adalah bagaimana teknologi itu didistribusikan, dikuasai dan dikelola oleh masyarakat banyak.
Pembangunan yang selalu berpusat pada kota menimbulkan ketidakmerataan diberbagai bidang yang paling jelas adalah masalah ekonomi. Maka kemajuan teknologi ini adalah solusi yang kiranya tepat untuk membangkitkan kekuatan-kekuatan produktif desa, sehingga arah pembangunan pun datang dari bawah bottom-up. Khususnya pembangunan bidang pertanian pembangunan harus berlandaskan teknologi yang tepat guna, namun dapat dengan adil memberikan kesempatan bagi petani kebanyakan untuk dapat berkembang bersama.
Pada sejarahnya di Indonesia pernah mengalami perubahan teknologi pertanian dari yang menggunakan organisme bahan bakar rumput sampai mesin berbahan bakar minyak, dari burung dan ular di ganti dengan racun (revolusi hijau). Ternyata lompatan teknologi ini malah menimbulkan berbagai permasalahan seperti sulitnya mendapatkan pupuk kimia dan mahalnya pestisida yang paling berbahaya akhirnya adalah masalah kerusakan lingkungan. Penggunaan teknologi  hanya berorientasi pada hasil saja, alhasil lingkungan (ekosistem) yang dikorbankan. Teknologi yang disusupkan ke dalam masyarakat secara paksa dan tidak timbul dari kebutuhan masyarakat, yang paling jernih hanya menimbulkan racun bagi kehidupan rakyat itu sediri.
Kebutuhan akan produk pertanian yang semakin tinggi sedangkan produktivitas yang cenderung konstan bahkan menurun menjadikan kebutuhan teknologi di bidang pertanian masuk dalam tingkat kritis, namun teknologi yang sekarang digunakan malah cenderung tidak ramah lingkungan dan syarat dengan boros energi serta bahan bakar fosil. Maka dari itu penggunaan teknologi pada pertanian haruslah ramah lingkungan dan menggunakan energi terbaharukan.
Bisa dibayangkan jika setiap individu dalam masyarakat pertanian memiliki kesempatan yang sama dalam kemajuan produktivitasnya dengan penguasaan teknologi yang mapan, maka krisis pangan, kelaparan, kenaikan harga bahan pangan bahkan yang paling radikal yaitu kemiskinan dapat diatasi. Menilik kembali bahwa Indonesia sudah tersohor sebagai negara agraris, dimana tanah, air, udara dan seluruh unsur penyusun kehidupan sangat ideal bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai mahluk hidup.
Teknologi yang mampu menghasilkan produktivitas yang melimpah saja tidak akan pernah baik jika, teknologinya tidak ramah lingkungan dan tidak berdasarkan keinginan dan kebutuhan dari masyarakatnya. Jika teknologi pertanian sudah ada dan nyata berada dimasyarakatnya maka yang harus diperhatikan selanjutnya adalah keadilan dalam mendapatkan kesempatan yang sama untuk kesejahteraan. Teknologi hanyalah sebuah kendaraan dan alat bagi tercapainya kesejahteraan umat manusia maka driver manusia sendiri tanpa dibarengi moralitas dan mentalitas yang baik hanya akan menimbulkan bencana.

Pertanian sebagai modal pembebasan
Kekayaan alam Indonesia adalah potensi terbesar sebagai jalan membebaskan diri dari perbudakan, mengukuhkan dan mengultimatumkan suatu pernyataan bahwa setiap manusia mampu merdeka dan terbebas dari ketergantungan kebutuhan alamiah dasar dan seterusnya mampu untuk hidup sejahtera dan mengembangkan setiap potensi diri dalam ruang demokratis untuk bersama mewujudkan dunia yang bebas dari penindasan dan penghisapan kapitalisme. Mengutip pemikiran dan tulisan Hannah Arendt “Pengertian kebebasan yang paling sederhana adalah lepas/terpenuhinya dari tuntutan kebutuhan pokok dasar alamiah seperti sandang, pangan dan papan.”
Jika dalam alam fikiran saya, pertanian adalah modal dasar pembangunan manusia menuju kesejahteraan. Maka hal yang paling kronis adalah menata kembali pola pikir masyarakat pertanian yang kapitalistis, karena infiltrasi kebudayaan global yang materialistis, individualis dan serakah. Merombak mentalitas populis masyarakat indonesia bisa diartikan sebagai mengembalikan dan menyadarkan kembali manusia sebagai mahluk sosisal yang tidak bisa mengacuhkan lingkungannya. Menyadarkan kembali bahwa dalam setiap gerak dan langkah setiap individu terdapat kontribusi nyata dari individu lain dan lingkungannya. Manusia, hewan, tanaman, batu, tanah, air dan semua yang ada adalah satu kesatuan yang saling menopang demi keberlanjutan kehidupan di permukaan bumi, percayalah kita semua saling terhubung.
Temporer ini kaum intelektualis disibukkan dengan perbincangan arus globalisasi yang di satu sisi menyisipkan budaya negatif. Lalu memperdebatkan budaya mana yang harus dianut sebagai sebuah identitas yang baik, Timur atau Barat. Kecenderungan manusia untuk membedakan dan memisahkan sesuatunya juga harus kita pandang dengan arif. Jangan sampai pengidentitasan sebagai pengkerdilan diri suatu bangsa yang akhirnya melahirkan penjara bagi manusianya untuk berkembang dan mengoptimalkan potensinya.
Memperbincangkan kajian para filsuf Post Modern bahwa budaya yang baik bukan saja bersumber dan berakar dari tradisi yang sudah ada sekian lama. Pertimbangan perbaikan mentalitas dan moralitas diri tidak harus terkungkung pada warisan leluhur. Modern secara epistemologi adalah sesuai tuntutan zaman, dan modern juga bukan berarti meninggalkan penggalan-penggalan kearifan masa lalu. Perbaikan dan pembangunan harus muncul dari keresahan, kebutuhan dan keinginan masyarakat itu sendiri sebagai sebuah cerminan kerakyatan. Manusia yang merdeka harus mampu meleburkan setiap pengalaman jiwa masa kini dan masa lalu mampu melahirkan perbaikan yang lebih baik dari sebelumnya. Akhirnya Kehidupan dan tuntutan zaman yang begitu dinamis tidak seharusnya disikapi dengan mental dan moral yang ortodoks.
Bisa disimpulkan untuk mampu menjadi manusia yang mampu kita harus pandai mengolah dan memisahkan mana yang baik dan sesuai bagi manusia disaat ini dan di tempat ini. Entah budaya itu berasal dari barat atau timur bahkan yang paling primitif sekalipun jika itu dirasa pantas dan cocok maka tidak ada penolakan untuk diadopsi sebagai sebuah identitas baru bangsa Indonesia atau seluruh manusia di bumi, misalnya dalam budaya timur yang diserap kebaikannya seperti keramahan, kepedulian dan solidaritas, lalu dalam budaya barat kita menyerap sikap pekerja keras, demokratis, mandiri, dan pantang menyerah.
Semua usaha pembangunan manusia baik moralitas/mentalitas dan IPTEK harus dikerahkan sebagai pengejawantahan diri setiap manusia terhadap penolakan keras terhadap segala bentuk penidasan, penghisapan dan perbudakaan. Kesuburan rahim ibu pertiwi yang mampu menumbuhkan berbagai tanaman yang berguna bagi umat manusia menjadikan pertanian sebagai salah satu jalan untuk bisa mewujudkan kebebasan, kesejahteraan dan kemanusian. Namun hal itu hanya akan mampu terwujud jika rakyat tani sudah memiliki kesempatan yang sama untuk berdaya dan memiliki teknologi yang tepat guna.
Berani- lah Indonesia, Beranilah Petani dan Beranilah Manusia!!! (Saeful Fatah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar