Sabtu, 30 Januari 2016

Memberi Sumbangan pada Pengemis, Layak atau Tidak?

Apa yang ada dipikiran Anda ketika melihat pengemis dan gelandangan dititik keramaian jalan raya? Apa yang Anda lakukan saat para pengemis berusaha meminta-minta beberapa rupiah dari saku Anda? Bagaimana perasaan Anda saat menatap pengemis tersebut? Apakah Anda akan langsung memberinya atau menghiraukannya?

Mendengar kata pengemis, yang terlintas dipikiran kita tidak lain adalah seorang fakir miskin, namun fakir miskin tidak semuanya pengemis dan gelandangan. Fakir miskin disini maksudnya seorang yang luar biasa tidak mampu baik fisik maupun materi apalagi pendidikan, tidak berpenghasilan, serta tak cukup memiliki tempat tinggal. Sebagian besar pengemis dan gelandangan mereka hanya tinggal beralaskan tanah dan beratapkan langit. Dibawah kolong jembatan atau didepan emperan toko saat malam dan terkadang hidup mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sambil terus mengemis menyusuri jalan. Pengemis sering sekali mudah kita temui di pasar, rumah ibadah, sekolah, kampus, tempat wisata, terminal, sepanjang jalan lampu lalu lintas, terutama di pusat keramaian. Usia pengemis pun beragam, mulai dari anak kecil sampai lanjut usia yang sudah tua renta, bahkan anak bayi pun sering diajak orang tuanya saat mengemis, sebagai modus untuk mengharap belas kasihan, selain itu kekurangan fisik yang cacat juga sering dijadikan tameng agar diberi sumbangan berupa uang. Terkadang seorang yang mempunyai fisik sehat bugar, usia produktif tak malu untuk mengemis di jalanan. Alasan mereka mengemis agar dapat menyambung hidup mereka juga memenuhi kebutuhan, bisa dikatakan orang yang mengemis yang sering kita lihat merupakan orang yang perlu dibantu.

Namun bagaimana jadinya apabila pengemis ini malah dijadikan sebuah profesi? Lebih parah lagi dijadikan sebuah bisnis baru yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung-jawab. Masih layak kah mereka diberi sumbangan? Dewasa ini banyak sekali berita yang mengabarkan mengenai modus penipuan sebagai pengemis. Memang, memberi sumbangan pada seorang yang membutuhkan merupakan sebuah kebaikan, lebih baik tangan diatas daripada dibawah. Tapi bagaimana jadinya apabila kita memberi kebaikan pada pengemis yang justru menipu kita? Dizaman sekarang untuk dapat bertahan hidup tidak lah mudah, sulitnya mempunyai pekerjaan dan berpenghasilan menjadi alasan untuk berprofesi sebagai pengemis ditengah masyarakat yang kompleks. Namun menjadi pengemis juga disebabkan mental rapuh karena malas dan lebih enak meminta-minta. Seorang yang dengan sengaja berprofesi sebagai pengemis nyatanya mereka bukanlah fakir miskin, mereka memiliki rumah layak huni. Bahkan ada disuatu desa masih di pulau Jawa, desa tersebut terkenal dengan sebutan ‘Desa Pengemis’. Karena sebagian besar penduduk disana tiap keluarga berprofesi pengemis, biasanya mereka berangkat dari desa saat pagi dan mengemis di keramaian sudut kota hingga malam lalu kembali ke desa. Profesi pengemis dianggap sebuah pekerjaan karena penghasilan dari mengemis kadang sangat mencukupi, mereka tidak perlu capek bekerja keras tapi mendapatkan uang yang relatif banyak.

Lebih ironisnya lagi pengemis selain dijadikan sebuah profesi, bahkan dijadikan lahan bisnis. Banyak oknum tidak bertanggung jawab memanfaatkan anak-anak jalanan yang masih kecil menyuruh mereka untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dari hasil mengemis, kemudian uang tersebut diserahkan pada boss mereka yang nantinya akan dibagi hasil. Mereka dipaksa melakukan itu tiap hari kalau tidak akan diancam.

Lalu bagaimana peran pemerintah? Bagaimana dengan pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”? Apakah sejauh ini mereka sudah cukup baik mengatasi permasalahan tersebut? Ada baiknya dalam hal ini pemerintah berperan aktif mencari solusi mengatasi pengemis dan gelandangan ini. Bukan hanya menangkap mereka di jalanan lalu menggiringnya ke panti sosial, tetapi juga memberikan pendidikan pada mereka agar berhenti mengemis, dan mengajarkan keterampilan agar setelah mereka keluar memiliki skill yang nantinya bisa bermanfaat entah sebagai pekerja atau berwirausaha.

Banyak yang berpendapat bahwa sebaiknya kita tak usah memberi sumbangan pada pengemis, karena itu akan semakin memanjakan mental mereka. Seharusnya mereka berupaya mencari nafkah bukan dengan mengemis. Setelah tahu bahwa banyak modus penipuan pengemis, tapi tak bisa membedakan mana pengemis sungguhan dan yang tidak. Kita juga harus cerdas mengamati agar tidak menjadi korban modus, semakin kita sering memanjakan mereka dengan memberi uang akan semakin banyak pengemis berkeliaran. Sebenarnya ada cara lain untuk kita bisa beramal, tak hanya memberi sumbangan pada pengemis. Bisa saja melakukan kebaikan pada orang terdekat terlebih dahulu. Atau memberi santunan pada yang terkena musibah.

Namun disisi lain masih banyak pengemis yang benar-benar tidak berdaya yang sangat butuh uluran tangan dan bantuan kita. Terkadang disinilah dilema kita sedang diuji. Apakah kita akan memberinya atau tidak. Lalu apakah masih layak memberi sumbangan pada pengemis?

 

Oleh :

REIVA NOVIANTI

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unswagati - Semester 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar