Rabu, 22 April 2015

Pendidikan Komersil Perguruan Tinggi

Opini-SETARANEWS.COM - Setelah berabad-abad silam teori tentang pembelajaran banyak dikemukakan oleh para ahli dan pemerhati. Telah banyak pula menghasilkan sistem pembelajaran dan mekanismennya. hingga tercipta sebuah sistem pembelajaran yang dikenal dengan nama “pendidikan” yang wacananya merupakan sisi yang menjadi prioritas dan vital bagi keberadaan bangsa dengan jargonnya “pendidikan berperan penting atas pembangunan bangsa”.

Namun, jargon hanya sebatas jargon, tidak dapat menstimulasi para pemeran didalamnya. Apa guna pendidikan apabila hanya meminta ketersediaan biaya dengan kedok penunjang. Ironis, pendidikan yang sejatinya dibentuk sebagai wadah bagi mereka yang ingin “berkembang” dalam arti meningkatkan kemampuan baik  IQ, EQ, dan SQ, kini disulam sebagai wadah bagi para empunya tittle untuk menimbun banyak emas bersayap uang kertas, sebagai ganti sebab sebelumnya mereka pun mengenyam studi yang mahal.

Tidak hanya itu, hak mahasiswa mengecap negeri kampusnya pun belum tercapai.  Unswagati negeri hanya sebatas angan belaka yang tak kunjung juga nyata. Para petinggi Unswagati pun seakan tak niat menjadikan Unswagati negeri, sebab proses PTN Unswagati yang tak kunjung selesai, padahal berapa banyak tuntutan DPP yang wajib dibayar oleh setiap mahasiswa. Janji Unswagati negeri hanya sebatas jargon dan slogan untuk menarik agar mahasiswa baru mendaftar.

Mahasiswa pun tak dilibatkan secara aktif dalam proses penegerian, ketidak adaanya transparansi akan penerimaan dan pengeluaran dana kemahasiswaan. Padahal uang yang diterima oleh pihak universitas merupakan hasil jerih payah para orang tua mahasiswa. Maka sudah sepantasnya para mahasiswa tahu perihal untuk kebutuhan apa saja uang mereka belanjakan.

Lantas para petinggi kampus seakan mandi uang dengan melakukan kunjungan keluar yang terkesan rekreatif. Tidak tanggung sejauh mungkin para petinggi kampus melakukan tour keluar negeri dengan alasan melakukan kerja sama akademisi. Dengan tanpa malu melepas tanggung jawab pada kampus hanya untuk tour keluar negeri. Sebenarnya esensi perkuliahan tidak untuk itu, bagaimana caranya perkembangan kampus baik mutu pendidikan maupun pembangunan dapat terealisasi dengan baik. Melakukan kerja sama itu mudah tapi alangkah malunya apabila sang partner yang diajak kerja sama berkunjung. betapa malunya melihat keadaan kampus dan situasinya yang jauh dari kata kondusif. Dengan sarana dan prasarana yang serba pas-pasan. Dan yang lebih miris lagi dalam satu ruang terdapat dua kelas yang jumlah mahasiswanya lebih dari 50 orang. Jika telah demikian apa yang patut di banggakan oleh kami para mahasiswa mengenai kampusnya wahai para petinggi universitas yang terhormat.

Melihat sisi tersebut, maka bisa dikatakan pendidikan hanya sebatas hitam diatas putih, pendidikan pun tidak berjalan sejatinya perannya sebagai dasar pembangunan bangsa. Sebab saat mengenyam bangku kuliah para peserta didik telah dikenalkan dengan sistem birokrasi juga menghasilkan administrasi yang bisa dikatakan penghancur sistem. Lantas untuk apa sistem pendidikan masih ada apabila birokrasinya menghancurkan sistem yang telah ada.

.Tak berdaya hukum yang kuat pula untuk mengikat, tidak juga teguh dengan asumsi dasar penyelenggaraannya, serta agen pendidikan banyak tidak profesional didalamnya. Sangat ironis dibalik bangsa yang kaya dengan suguhan sumber daya alamnya namun tidak ditunjang pengelolanya dengan baik khususnya penyelenggara akademik yang terhormat.

Terpatri akan stagnasi itulah pendidikan yang ada sekarang. Uang dapat berbicara banyak diranah akademik. Apabila akan tetap seperti itu, lalu apa gunanya Indonesia merdeka hingga saat ini  apabila tetap dijajah oleh kebodohan dan kelabilan kaum pribumi yang menjadi wakil orang tua di kampus.

Oleh :

Ahmad Faqih

Mahasiswa FKIP Unswagati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar