Senin, 21 November 2016

Opini: Pewarta Pembawa Berita Bukan Pembawa Petaka!

Opini, Setaranews.com - Berita adalah laporan peristiwa (fakta) yang aktual (terkini), menarik dan penting. Ada juga yang mengartikan berita sebagai informasi terbaru yang disajikan dalam pembacaan atau penulisan yang jelas, aktual dan menarik. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berita diartikan sebagai cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Fakta adalah peristiwa yang benar-benar ada atau terjadi.

Berita sendiri berupa fakta dengan kenyataan yang benar-benar terjadi. Pembawa berita disebut juga dengan pewarta. Banyak segilintir oknum yang anti dengan pewarta alasannya beragam, karena mereka takut apa yang akan dipublish pewarta membawa dampak yang buruk bagi mereka. Sejatinya apa yang pewarta kerjakan pada dasarnya mulia, mereka memberikan informasi segala peristiwa berdasarkan fakta (jika medianya idealis dan tidak memiliki kepentingan). Lantas mengapa ada beberapa oknum yang melabelkan pewarta adalah pembawa petaka? padahal semua akan baik-baik saja ketika yang bersangkutan berbicara sesuai kenyataan yang ada pada saat pewarta menggelintirkan berbagai macam pertanyaan, serta tidak merasa dirugikan atas segala hal yang diberitakan oleh pewarta. Jika yang bersangkutan atau dalam hal ini bisa disebut sebagai narasumber merasa dirugikan artinya ada yang salah dalam diri narasumber tersebut, atau bisa saja dia takut apabila fakta yang akan diungkapkan justru  membuka aib mereka yang sebenarnya.

Tahukah anda? Laporan terbaru Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan  (UNESCO) menyebutkan seorang wartawan tewas dibunuh setiap 4,5 hari di seluruh dunia. Laporan Direktur Jenderal UNESCO pada 2 November 2016 menyatakan, sejak satu dekade lalu ada 827 wartawan tewas saat bertugas. Menurut laporan yang bertajuk Journalists and the Danger of Impunity, daerah yang paling parah adalah negara Arab, termasuk Suriah, Yaman, dan Libya. Amerika Latin adalah benua kedua paling parah. (sumber: https://dunia.tempo.co/read/news/2016/11/02/117817095/unesco-setiap-4-5-hari-1-wartawan-tewas-dibunuh)

Pewarta memiliki kode etik jurnalis yang harus dijunjung tinggi sebagai pegangan dalam melakukan tugasnya. Pewarta dilindungi oleh undang-undang di dalam negeri maupun oleh undang-undang internasional. Pewarta adalah profesi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keakuratan. Setiap pemberitaan yang ditulis sesuai dengan informasi yang dikatakan oleh narasumber (seharusnya), bukan berlandaskan opini si pewarta. Pewarta yang baik seharusnya berpegang pada kode etik bukan hanya mementingkan naiknya rating lembaga yang menaunginya.

Penulis sedih jika melihat segelintir orang yang menutup diri untuk pewarta baik yang sedang mencari berita ataupun yang menjauhi karena berprofesi sebagai pewarta. Sekali lagi, penulis tegaskan bahwa pewarta bukan tukang mencari kesalahan orang lain, pewarta juga bukan pembawa petaka tetapi pewarta adalah manusia yang diciptakan Tuhan untuk mencari fakta dan informasi untuk mengubah mindset dan pola pikir manusia-manusia yang lain.

Penulis: Silvia

Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar