Sabtu, 26 November 2016

Opini: Rebutan Kursi Kosong

Setaranews.com - Tentu semua orang tahu apa itu kursi. Ya, sebuah benda yang memiliki fungsi sebagai tempat duduk. Namun, kursi yang penulis maksud bukan kursi seperti itu, bukan yang ada di setiap rumah, di dalam kelas atau di warung nasi pinggir jalan. Kursi yang jadi rebutan ini bukan kursi yang diperebutkan anak kecil saat bermain. Kursi yang penulis maksud adalah kursi pemerintahan yang jadi rebutan bagi pemegang kepentingan, entah kepentingan positif atau negatif untuk memimpin sebuah wilayah.

Kursi ini diperebutkan pada saat pemilihan umum, mulai dari tingkat desa, daerah, sampai pemilihan setingkat presiden. Nah, saat ini sedang hangat-hangatnya proses dinamika pemilihan kepala daerah ibu kota Indonesia, ditambah lagi dengan kasus yang menimpa salah satu calon Gubernur yang menambah panas dalam proses pemilihan tersebut. Sama hangatnya pula dengan proses dinamika pemilihan calon presiden dan wakil presiden mahasiswa,

Tidak jauh berbeda dengan pemilihan umum tingkat desa (kepala desa), daerah (walikota/bupati/gubernur) maupun nasional (presiden), pemilihan umum pimpinan BEM Unswagati atau yang biasa disebut pemira (Pemilihan Mahasiswa Raya) pun sama, baik dari tahapan pendaftaran partai serta calon presiden dan wakilnya yang diusung oleh partai.

Miniatur negara ini sudah seharusnya memiliki sikap demokrasi yang baik apalagi dalam lingkup mahasiswa yang menyandang kaum intelektual tinggi, khususnya dalam pemira. Dalam pelaksanaannya, masih banyak kemungkinan pelanggaran yang dilakukan, mulai dari prosesnya sampai setelah terpilihnya sosok yang duduk di kursi kosong itu. Hal yang sering terjadi biasanya kecurangan pada saat kempanye, bukannya mengampanyekan calon yang diusungnya dengan penjelasan visi dan misi melainkan mengampanyekan calon lain dengan berkomentar buruk. Itu sudah jelas tidak cocok dilakukan oleh kaum intelektual. Lalu kampanye yang dilakukan di masa tenang yang memang sudah tidak diperbolehkan berkampanye, itu juga sering dijadikan kesempatan. Bahkan dilapangan pada saat hari pemilihan pun masih dimanfaatkan untuk berkampanye dan disertai paksaan ancaman pula. Campur tangan pihak dosen dan rektoratpun tidak luput dalam proses itu, karena tidak ingin dengan adanya pemimpin yang memiliki integritas tinggi yang mampu memberikan tekanan dan menuntut hak-hak rakyatnya pada rektorat sehingga ikut serta mengkotori demokrasi, belum lagi kecurangan dalam surat suara yang dilakukan dan itu semua sering terjadi. Memang hal itu mungkin dilakukan secara tidak sadar, namun kalian (mahasiswa)  jika melakukan itu artinya mencederai nilai demokrasi yang sering kalian tuntut. Hanya demi mendapatkan kursi kosong semua usaha haram dihalalkan. Kalau caranya memperebutkan kursi kosong sudah seperti itu, jika sudah terpilih mau jadi apa miniatur Negara ini?

Setelah selesai proses pemilihan yang diakhiri dengan dilantiknya sosok presiden dan wakil pesiden BEM UNSWAGATI, memang dinamika mulai dingin. Umbaran janji yang mereka koarkan pada masa kampanye memang 50:50, tidak tahu dijalani atau diingkari. Seharusnya langsung menjalani program yang sudah menjadi janji, berkunjung ke miniatur Negara lain cukup dilakukan sekali atau dua kali, itu juga hanya untuk melihat dan mengetahui, sehingga dapat memperbaiki diri dalam memimpin Negara ini. Memimpin sebuah miniatur Negara yang harus memperhatikan ribuan rakyat tak berdosa memanglah sulit tapi itu sudah menjadi tanggungjawab yang harus dilakoni. Itu baru lingkup miniatur atau Negara kecil bukan memimpin Indonesia dengan ratusan juta rakyatnya.

Berharap pemilu tahun ini bersih dari kecurangan dan benar-benar menjalankan demokrasi yang sesungguhnya. Dan pemimpin yang terpilih benar menjalankan visi dan misi yang sudah dijanjikan. Ingat kalian adalah mahasiswa yang menyandang kata maha didepan kata siswa, merupakan agen perubahan untuk bangsa. Memundak beban yang besar dalam pembangunan bangsa. Kalau kecurangan dilakukan dari dini itu sudah menjadi gambaran masa depan buruk akan bangsa ini. Mahasiswa memiliki derajat yang paling tinggi, maka itu manfaatkan pesta demokrasi ini sebagai pembelajaran agar tidak terjadi perselisihan dan tetap menghargai keputusan yang sudah disepakati. Kalian adalah jawaban bagaimana nasib Negara ini dimasa yang akan datang.

SALAM MAHASISWA!!!

 

Oleh AMK, Sarjana Ekonomi yang Belum Diwisuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar