Kamis, 17 November 2016

Opini: Urgensi Moralitas Mahasiswa Terhadap Kaum Perempuan

Opini, Setaranews.com - Menjadi seorang perempuan itu tidak mudah. Dunia menjadi tempat yang tidak aman untuk perempuan. Akan selalu ada ancaman di manapun, kapanpun dan oleh siapapun untuk perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Jangankan di tempat umum macam terminal atau stasiun yang memang dikunjungi oleh setiap kalangan, bahkan kampus yang notabenenya tempat kaum intelektual bersarang pun kini menjadi tempat ngeri untuk didatangi perempuan sendirian. Miris memang.

Ada beberapa titik di kampus tempat penulis menimba ilmu yang membuat banyak mahasiswi enggan untuk melewatinya, berdasarkan pengalaman dan pengakuan dari teman-teman penulis. Alasan mereka cukup membuat penulis ngeri yaitu karena acap kali dibuat tidak nyaman ketika melewati titik tersebut. Titik tersebut berisi sekumpulan mahasiswa yang dengan sembrononya kerap bersiul dan menggoda mahasiswi yang lewat, tidak jarang ungkapan berisi seksualitas pun mengiringi. Pantas saja membuat para mahasiswi tersebut merasa tidak nyaman.

Penulis sendiri pernah memiliki pengalaman tidak baik ketika melewati titik tersebut. Hampir saja ada tangan seorang laki-laki yang pura-pura tidak sengaja menyentuh dada penulis, nyaris menempel namun beruntungnya tidak sempat karena penulis dengan cepat menghindar dan berteriak. Celakanya, pelaku bukannya minta maaf namun malah mengelak dan menuduh penulis yang kegeeran padahal sudah jelas-jelas terlihat bahwa dia sudah sengaja menggerakkan tangannya ketika dia melihat penulis bergerak mendekat akan lewat. Pengalaman lainnya sama seperti yang dialami teman-teman, digodai.

Hal itu menjadi beban traumatis sendiri untuk penulis. Di satu sisi, penulis geram dengan tingkah mereka, di sisi lain penulis bingung harus bersikap seperti apa. Bisakah hal-hal seperti menggoda, bersiul dan bentuk pelecehan verbal lainnya tersebut diadukan pada pihak kepolisian? Penulis sendiri belum pernah mendengar ada kasus seperti itu yang sampai pada pelaporan. Namun jika dibiarkan, hal tersebut akan menjadi kebiasaan dan lumrah. Atau jangan-jangan hal tersebut sudah menjadi biasa dan mendapat pemakluman? Mengerikan!

Meski terkesan sepele, nyatanya pelecehan seksual seperti bersiul, menggoda dan pelecehan lain baik verbal maupun non verbal dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan seksual menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kasus kekerasan seksual di Indonesia memiliki total angka yang fantastis seperti yang terlihat pada Catatan Tahunan (Catahu) 2016 luncuran Komnas Perempuan. Catahu yang yang dikeluarkan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret tersebut mencatat berbagai kasus kekerasan yang menimpa perempuan sepanjang 2015. Jumlah kasus yang berhasil didokumentasikan menembus angka 16.217 kasus yang didapat dari 232 lembaga mitra Komnas Perempuan di 34 provinsi di Indonesia. Angka tersebut belum termasuk kasus-kasus yang tidak terendus dan terdokumentasikan. Masih banyak kasus serupa yang tidak dilaporkan, entah karena takut atau malu terhadap anggapan masyarakat.

Kampus merupakan isi dari sekumpulan orang yang memiliki akal dan moral, semestinya. Tidak bisakah kampus menjadi tempat aman untuk perempuan ketika di setiap sudut kota banyak ancaman bagi mereka untuk berjalan bebas tanpa gangguan? Mungkin penulis salah, ketika penulis berharap dengan adanya predikat ‘Mahasiswa’ menempel pada status sosial seseorang membuat orang tersebut pun memiliki moral yang maha pula. Ah! Jangankan mahasiswa, bahkan seorang dosen saja bisa sebegitu bejatnya melakukan tindakan tidak pantas bagi mahasiswinya. Masih ingat dengan kasus pemerkosaan oleh seorang dosen berinisial SS terhadap mahasiswinya? Kasus tersebut datang dari Universitas negeri favorit di Indonesia. Ini membuktikan, betapa ilmu tinggi tidak berpengaruh pada moral yang dimilikinya.

Kalau ada yang menganggap hal-hal pelecehan seksual di kampus penulis hanyalah hal sepele dan sudah dianggap hal biasa, bahaya! Inilah sumber masalahnya. Kejahatan yang jelas-jelas tertangkap mata tidak sampai masuk ke hati. Perempuan-perempuan yang merasakan ketidaknyamanan mereka terlalu takut untuk bersuara sedangkan pelaku makin asyik semena-mena bertindak. Padahal, dampak dari apa yang mereka perbuat sangat gamblang dirasakan. Mental seorang perempuan seperti dibombardir, mereka mengalami trauma yang disebabkan ketika bahaya mengancam otoritas tubuh maka kemampuan melarikan diri adalah suatu naluri yang tidak dapat dikendalikan. Ini tercermin dengan apa yang dilakukan teman-teman penulis, menghindari tempat di mana ada sekumpulan mahasiswa di dalamnya. Mereka pikir, lebih baik ambil jalan memutar meski akan menjadi lebih jauh jaraknya dibanding melewati mereka. Padahal belum tentu sekumpulan mahasiswa tersebut akan melakukan tindakan-tindakan tidak baik terhadap mereka. Ini menimbulkan sebuah antipati yang tinggi dari mahasiswi.

Menanamkan sikap saling menghargai ialah kuncinya. Mulailah untuk tidak memandang perempuan sebagai objek seksual melainkan sebagai manusia. Sebagai mahasiswa, yang sudah mencecap belasan tahun pendidikan, tidak bisakah untuk tidak berpikir hanya meliputi seks dan selangkangan saja?

Penulis: Anisa

Mahasiswa Fakultas Ekonomi

3 komentar:

  1. Halo Anisa,

    Perkenalkan saya Elwi, Asisten Kampanye Komnas Perempuan. Terima kasih atas keberanian dirimu menulis kasus kekerasan seksual di kampus. Catatan Komnas Perempuan, ada lebih banyak perempuan korban yang memilih tidak mengungkapkan kasus kekerasan yang dialaminya.

    Kasus pelecehan seksual, seperti siulan, catcalling, memang masih sulit untuk ditangani oleh kepolisian mengingat masih terbatasnya perundang-undangan tentang hal itu. Saat ini, Komnas Perempuan bersama sejumlah mitra tengah mendorong DPR RI utk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, yang mengatur 9 jenis kekerasan seksual, termasuk siulan, dll.

    Oh yaa, apakah di kampusmu ada unit kemahasiswaan? Bila ada, bisa juga kasus ini dilaporkan ke sana. Hal lain yang bisa dilakukan utk mencegah hal ini berulang, adalah dengan mengedukasi teman-teman mahasiswa tentang apa itu kekerasan seksual, walaupun tentu saja ini akan makan waktu yang panjang.

    Keep in touch yaa, Anisa! Salam,

    BalasHapus
  2. Halo Kak Elwi, terima kasih atas sarannya.
    Kasus seperti ini kalau dibiarkan terus akan menjadi hal yang biasa dan lumrah. Harus dilawan bersama. Saat ini pun di kampus saya sedang panas-panasnya isu mengenai pejabat tinggi fakultas yang melakukan tindakan tidak senonoh pada mahasiswinya.
    Seemoga DPR RI bisa segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
    Semangat!

    BalasHapus
  3. Hashbi Isma Rabbani30 Maret 2017 pukul 04.19

    Sepakat

    BalasHapus