Sabtu, 19 November 2016

Resensi Buku: ‘Hidup Bukan Hanya Urusan Perut’ Edan Tapi Membangun!

Judul Buku            : Hidup Bukan Hanya Urusan Perut: Kolom-Kolom Edan Prie GS

Penulis                    : Prie GS

Tanggal Terbit       : Desember, 2007

Penerbit                  : TransMedia Pustaka

Tebal Buku             : 166 halaman

Setaranews.com - Sebenarnya ‘Hidup Bukan Hanya Urusan Perut’ adalah sebuah istilah yang sudah sering kita dengar, dan dirasa pas untuk manusia modern yang terjebak kedalam peradaban hidup yang dibangunnya sendiri. Di era-globalisasi, kehidupan manusia telah dimudahkan, termasuk informasi yang mudah diakses kapanpun dan dimanapun. Tapi ternyata semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pengetahuan yang didapat, membuat semuanya tidak terkendali. Seharusnya membawa manusia pada pemikiran-pemikiran yang sangat luas, malah tanpa sadar membawa manusia pada pemikiran-pemikiran yang sangat sempit.

Mungkin, seorang Prie GS menyadari hal tersebut lalu merasa gelisah melihat kehidupan modern yang membawa sebagian besar manusia terdampar dalam kehampaan. Dengan kata lain, kehidupan modern lebih banyak berdampak negatif daripada positif. Sah-sah saja sebenarnya untuk menjadi manusia yang modern, apalagi mengingat ketatnya persaingan di era yang semakin maju ini, asalkan tidak lupa menjadi manusia modern yang peka, berperasaan dan tidak anti sosial.

Maka lewat bukunya ini Prie GS mengajak semua orang untuk memaknai hidup lebih mendalam serta nyata, memakai hati dan logika, dari hal-hal paling sederhana yang kadang tidak terpikirkan oleh kita, karena baginya apapun, tidak terkecuali dalam hidup ini dapat memberikan pelajaran. Seperti saat Prie GS pada salah satu halamannya, memaknai orang gila dari sisi yang berbeda, katanya:

“…jika orang gila saja—dengan tawa—bisa menularkan kegembiraan, kenapa banyak orang waras—jangankan menularkan kegembiraan pada sesama—bahkan mereka sendiri sering lupa untuk tertawa. Modal kewarasan yang kita punya, malah sering menggiring kita ke jurusan yang keliru. Jurusan yang hanya memacu membengkaknya produksi asam lambung, radang usus, dan bermacam-macam tekanan mental. Jangankan menebarkan kegembiraan kepada orang lain, menggembirakan diri sendiri pun, kita—yang mengaku waras ini—sering kekurangan waktu.”

Lucu, bukan? Bahwasannya orang tidak waras saja alias orang gila dapat memberikan makna mendalam bagi orang yang waras itu sendiri. Tapi sebenarnya yang terpenting, Prie GS mencoba menyadarkan pembaca untuk lebih santai menjalani dan menikmati hidup. Terkhusus untuk yang terlalu sibuk dengan rutinitas pekerjaan. Memperhatikan dan mengasihani diri sendiri saja jarang, apalagi menengok lingkungan di sekitarnya.

Atau seperti saat Prie GS memaknai kebaikan sederhana melalui kendi—dengan tulisan ‘air matang’ diatasnya—didepan sebuah rumah dekat jalan raya di kotanya. Bisa ditebak kendi tersebut berisi air minum yang bebas diakses oleh siapa saja, bahkan oleh pejalan kaki yang membeli air putih pun kesulitan. Katanya:

“Kemiskinan itu ada, cuma tidak terasa. Kita mengerti tidak enaknya, tetapi telah lupa rasanya. Maka kepada kemiskinan disekitar, kita cenderung lupa, bahkan sekedar menaruh kendi didepan rumah sebagai suatu bentuk derma.”

Dari situ, kita dapat belajar untuk berbuat kebaikan, setidaknya dari hal yang paling sederhana terlebih dahulu, tapi memiliki tindakan nyata, karena kebanyakan dari kita hanya membayangkan berbuat kebaikan tanpa benar-benar mengerjakannya. Dan masih banyak lagi yang diulas oleh Prie GS di dalam bukunya, ini hanya sebagian kecil saja.

Dikemas dengan gaya tulisan yang ringan dan menggelitik, bahkan bisa dikatakan edan, membuat buku ini sangat mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Prie GS telah menyuguhkan guyonan segar yang berisi dan bermanfaat. Buku ini pun tidak ubahnya sebuah motivasi untuk membangun kepekaan kita terhadap lingkungan disekitar, beserta orang-orang didalamnya.

 

Resentator: Fiqih Dwi Hidayah, Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unswagati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar