Selasa, 07 Mei 2013

Tersiar, Rektor Mendaftarkan Diri Dalam Pilbup Cirebon

CIREBON, Selasa (7/5/2013) SetaraNews.com.  – Salah satu media cetak di Cirebon hari ini (7/5) menayangkan pemberitaan soal rencana pendaftaran Rektor Unswagati dalam bursa pendaftaran calon Bupati Cirebon periode 2013 – 2018.

Salah satu koran yang memberitakan hal itu adalah Radar Cirebon. Dalam berita yang berketerangan waktu hari Selasa (7/4/2013),  dalam salah satu kolom khusus tentang proses pemilukada Kabupaten Cirebon, tertulis judul besar : Heviyana-Djakaria Daftar ke PDIP*(Red.-Parpol).

Seperti yang diketahui, dalam trackrecord-nya Dr. H Djakaria Macmud SE, SH, MSi sebelum menjabat Rektor Unswagati merupakan mantan kepala daerah di salah satu kota yang sekarang menjadi bagian dari Propinsi Banten. Tahun 2008, lima tahun yang lalu tercatat Rektor pernah mencalonkan diri dalam Pemilihan Bupati Cirebon berpasangan dengan Sultan Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat SE. Hasilnya, ketika itu hasil Pemilukada dimenangkan oleh Drs. Dedi Supardi (incumbent).

Ketika dimintai informasi soal kabar pendaftaran bakal calon Bupati Cirebon melalui pesan singkat (SMS) sore tadi, Setaranews.com belum mendapatkan jawaban pasti. “Nanti kita obrolkan di kampus.” balas bapak Rektor singkat pada selasa sore (7/5).

Perlu diketahui bersama, bahwa di tahun 2013 ini masa periode Jabatan Rektor Unswagati telah genap dua periode. Hingga berita ini disampaikan, belum ada gambaran sosok siapa yang berkompeten untuk menggantikan Rektor pasca beliau “pensiun”.

Kalangan sivitas Unswagati masih simpang siur apabila ditanyakan soal calon Rektor yang baru. Terlebih, program peralihan status Unswagati dari PTS ke PTN yang sejak tahun 2009 lalu digarap, tak kunjung mendapat titik terang hingga kini. Terakhir, justru dari Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berstatemen keras ke pihak Pemkot Cirebon soal lambannya proses pembebasan lahan yang akan digunakan untuk PTN Unswagati (lihat beritanya disini).

Setiap orang dijamin oleh undang-undang dan berhak untuk menggunakan hak politiknya. Namun, kedudukan seseorang sebagai policy maker (pembuat keputusan) yang memiliki keleluasaan mengatur hajat hidup orang banyak,  dapat dijadikan ‘alat’ untuk mendesain dan mengatur tata kehidupan rakyat di wilayahnya dalam mencapai kesejahteraan. Sejahtera dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan madani dalam peradaban. Bukan untuk meneguhkan politik kekuasaan pribadi dan kelompoknya. Apalagi politik dinasti yang akhir-akhir ini menjadi ‘trending’ demagogis di beberapa daerah di Indonesia.

Patut menjadi pertimbangan pelaku struktur kekuasaan, bahwa ketika Pilgub Jabar 24 Februari 2013 lalu dari 32 juta jumlah DPT di Jabar, warga yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 20 juta-an. Bahkan, jumlah perolehan suara pemenang Pilgub, Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar  hanya mampu mencapai angka sekitar enam jutaan (jumlah ini setengah dari jumlah pemilih Golput yang mencapai 12 juta-an). Hal seperti ini, mau tak mau menjadi indikator hipotesa dan membuat publik terhenyak mempertanyakan kembali proses demokrasi prosedural yang selama ini dilakukan, ternyata masih menyisakan lebih banyak ketidak-percayaan atau bahkan kekecewaan. Menjadi pertanda atau fenomena, apakah benar pedagogis masih jauh menggantung diatas ‘langit’ ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar