Jumat, 06 September 2013

Sistem Pendidikan Indonesia: Mencetak Generasi Pelayan (1)

Sekolah selama ini hanya menjadi pelayan kapitalisme


(Ivan Ilich)


Selama ini kita terus  dihadapkan dengan berbagai kasus di dunia pendidikan kita yang semakin hari semakin mengkrenyutkan dahi, membuat dada sesak, bahkan membuat perut kita terasa mual ketika mendengar berbagai kasus di dunia pendidikan kita saat ini, diantara kasus itu antara lain korupsi dan sistem yang dinilai kalangan ahli masih ambigu.

Dinas pendidikan yaitu lembaga yang seharusnya bekerja keras untuk terwujudnya visi pendidikan yang terdapat UUD 1945 yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa” justru sebaliknya membodohi bahkan memiskinkan bangsa.

Secara luas ‘pendidikan’ berarti mencetak peserta didik menjadi manusia yang bermoral dan beradab  yang bertujuan melakukan transformasi peradaban suatu bangsa. Dalam konteks ini pendidikan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian manusia dan sekaligus jati diri suatu bangsa. Sebab menurut Benjamin S Bloom, dengan pendidikan manusia mampu membangun diri, komunitas dan alam semesta. Dengan demikian pendidikan tidak lain adalah media pembentukan manusia seutuhnya (insal kamil), baik dalam hal peningkatan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotorik).

Tetapi, dengan mengaca pada realitas yang sering kita temui saat ini,  itu semua sangat bertolak belakang, pendidikan kita dari waktu ke waktu tidak semakin membaik dan optimal. Bahkan wajah pendidikan kita semakin karut-marut dan tidak tersambungkan dengan kenyataan kebutuhan rill masyarakat. Memang lembaga pendidikan kita yang dinamakan sekolah atau perguruan tinggi, setiap tahunnya menghasilkan banyak lulusan yang kemudian terserap banyak ke dalam dunia kerja. Namun mereka cukup pintar dan memiliki kemampuan yang berguna bagi bengkel-bengkel industri dan perusahaan menurut kepentingan ekonomi semata.

Apakah sedangkal itu visi dari pendidikan kita, capaian-capaian tersebut bukannya tidak penting, akan tetapi, terkadang, atau sering sekali kita alpha bahwa pendidikan tidak berhenti sampai di sana.

Pendidikan tak hanya sekedar mencetak peserta didik yang handal kognitif atau mekanik. Tetapi juga, pendidikan adalah media untuk mendorong peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir, menggali potensi kreatifitas, mengasah sifat-sifat luhur  dan kepekaan sosialnya.

Ironisnya dalam kecakapan-kecakapan tersebut, dunia pendidikan kita semakin tergerus dan menghilang entah ke mana. Kemudian yang tampak akhir-akhir ini  boleh dibilang pendidikan yang praktis bahkan cenderung pragmatis.

Sistem pengajaran di sekolah-sekolah kita, cenderung mengarahkan siswa melihat sesamanya sebagai competitor. Setiap competitor, perlu dikalahkan, tidak peduli bagaimana caranya. Sikap seperti ini yang nantinya akan terbawa ketika peserta didik bersosialisasi dalam masyarakat luas: memandang siapa saja sebagai pesaing yang harus dikalahkan - sikap yang kerap kali dipertontonkan di panggung politik ataupun dalam dunia usaha-.

Dunia pendidikan Indonesia saat ini dikepung oleh berbagai hal yang membuatnya kurang menyasar titik mendasar yang sejati. Pendidikan di sekolah cenderung mengarah pada pola cepat saji, terlalu berkiblat pada kepentingan industri, dan kurang peduli menjawab kebutuhan masyarakat, terutama kelompok yang terpinggirkan.

Para guru terjebak dalam rutinitas kesibukan mengajar yang cenderung membelenggu kreatifitas dalam mengajar, sedang para pengurus ‘publik’ sulit menunjukan visi yang utuh dan mendasar dan sering memiliki pola pikir formal-birokratis.

Dunia pendidikan kita semakin tergerus oleh segelintir orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang bertujuan memperkaya diri sendiri tanpa memerdulikan nasib bangsa kita. Ironisnya, oknum-oknum tersebut banyak sekali dari kalangan kita, dari bangsa kita sendiri, mereka melahap dengan begitu  enaknya, yang sebenarnya mereka mengerti. Bahkan sangat mengerti dengan efek domino yang telah mereka buat, ‘tapi apalah daya apabila uang sudah merasuk kedalam dada’.

Dalam konteks yang lebih luas, mungkin akan terasa menarik jika kita mengundang seorang tokoh yang terkenal lantang dalam mengkritik institusi sekolah,  yang terkenal dengan karyanya berjudul Sechooling Society(1971)yakni Ivan Illich (1926-2002). Illich menyatakan bahwa sekolah selama ini hanya menciptakan pelayan bagi kapitalisme.

 

Foto Ilustrasi : wilycahyadi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar