Selasa, 14 Oktober 2014

Mobil Bus Trans Unswagati, Solusi Kongkret Atasi Lahan Parkir

BERBICARA – Mengenai lahan, kampus Universitas Swadaya Gunung Jati memang luas. Sudah memiliki 20 hektar lebih yang mencakup empat kampus besarnya yang berada di wilayah kota Cirebon. Namun, tidak serta merta empat kampus tersebut berbentuk lahan kosong yang dijadikan tempat parkir belaka. Di dalamnya terdapat gedung-gedung tempat dimana sivitas akademika menjalankan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdiannya. Ke-empat kampus tersebut tentunya memiliki kapasitas tersendiri, bukan hanya untuk rombongan belajar (rombel) tetapi juga tempat parkir untuk para dosen, karyawan, dan mahasiswanya.

Penambahan jumlah mahasiswa baru setiap tahunnya, memaksa lahan parkir agar diperluas. Namun kemampuan “finansial” yang tidak jelas akuntabilitasnya dan “keputusan politik” para pejabat kampus masih saja “lamban”. Jumlah mahasiswa Unswagati yang mencapai lebih dari 14.000 per Agustus 2014, tentunya menjadi beban tersendiri bagi Unswagati untuk menampung kendaraan yang dibawa oleh keluarga sivitas akademika Unswagati ke dalam kampus.

Jika ada 14.000 mahasiswa, dibagi empat saja akan mengahasilkan 3.500 mahasiswa untuk setiap kampusnya. Sehingga dapat dipatok kemungkinan kampus akan menampung sebanyak 3.500 kendaraan yang dibawa oleh mahasiswa. Jumlah tersebut tidak sedikit, dan tentunya pihak kampus harus mempersiapkannya secara matang untuk me-manage kendaraan yang akan masuk dari segi tata ruang, waktu, dan sistemnya.

Lalu Apa Solusi-nya?

Solusinya tinggal dua, penghuninya yang diatur atau lahan parkirnya yang diatur

Penulis mencoba memutar otak apa yang sebenarnya terjadi mengenai permasalahan ini. Kita tidak bisa menyalahkan kendaraan yang dibawa oleh mahasiswa Unswagati, dan kendaraan yang dibawa oleh dosen Unswagati. Kita juga tidak bisa menyalahkan pihak kampus yang “sudah terlanjur” menerima keluarga baru kita “mahasiswa baru” yang pada tahun ini bertambah sekitar 3.600 maba. Pembangunan yang tidak berkelanjutan, dan tata kelola ruangan yang tidak sistematis inilah yang menjadi buntut permasalahannya.

Mari kita tilik benang kusutnya satu persatu. Awalnya ada pemberitahuan dari pihak Dinas Perhubungan yang berada persis di samping Kampus III Unswagati yang melihat bahu jalan di Jalan Terusan Pemuda ini digunakan atau dipakai oleh mahasiswa untuk memarkirkan kendaraannya di jalanan. Tentunya ini salah, jalanan umum tidak digunakan untuk tempat parkir.

Namun mahasiswa juga tidak serta merta menggunakan jalanan tersebut untuk tempat parkir darurat mereka. Karena “kampus” sudah tidak lagi mampu menyediakan tempat parkirnya. Lantas menyikapi hal tersebut, Rektor dan beberapa mahasiswa pun merekomendasikan untuk mengalihkan tempat parkirnya di Kampus IV Unswagati khusus untuk mahasiswa yang berada di Kampus III Unswagati. Hal tersebut dijadikan solusi sementara untuk mengatasi melubernya tempat parkir.

Ingatlah rekan-rekan sekalian, Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak membahas tentang lahan parkir. Namun lebih menitik-beratkan pada pendidikannya, maka dari itulah saya mengajak untuk study banding apa yang terjadi pada kampus tetangga kita di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Bagaimana tentang sitem tata lokasi lahan parkirnya disana? Lalu bagaimana dengan kondisi lahan parkir kampus STAN di Tangerang? Jangan lupa agar lihat juga kawasan Kampus UI di Depok.

Jika sudah jalan-jalan ke kampus yang saya sebutkan di atas. Tentunya tidak jauh berbeda dengan kondisi kampus yang kita alami sekarang. Intinya, lokasi kelas untuk belajar akan berjauhan dengan tempat belajar. Tidak akan seperti yang kita rasakan, jarak parkir sangat dengan kelas. Hanya berjarak satu meter lokasi parkir dengan ruang kelas belajar kita.

Efeknya, setiap kita sedang belajar di kelas. Banyak polusi suara kendaraan yang dinyalakan oleh rekan dan sahabat kita dengan suara motornya yang khas, yang terkadang seperti sedang memamerkan motornya yang baru. Berbeda rasanya jika kita berada di kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara di Tangerang, polusi suara kendaraan tidak akan kita dengar. Karena lokasi parkir jauh dari kelas, begitulah hemat penulis ketika kampus telah didesain dengan sistem tertata dengan baik.

Pengamanan Jadi Nomor Satu

Rasanya jika membicarakan tentang “keamanan” kampus Unswagati belum mencapai ukuran standar kemanan, khususnya untuk mengatur sirkulasi kendaraan yang keluar dan masuk di dalam dan di luar kampus Unswagati. Kampus sudah selayaknya “mencatat” kendaraan yang masuk dan keluar, sama halnya dengan tempat parkir yang modern di tempat parkir toko swalayan dan pasar modern.

Perlu disediakan “tangan malaikat” semacam CCTV untuk merekam aktivitas keluar masuknya kendaraan. Sehingga siapapun pencurinya, dalam hitungan satu jam hingga satu bulan, aparat keamanan dapat menikam para pencuri yang selama ini berkeliaran di kota Cirebon.

Bus Trans Unswagati 1, 2, 3, dan 4?

Jika di Jakarta ada istilah Bus Trans Jakarta. Sama halnya di kampus-kampus modern, bus kampus selalu menjemput mahasiswa yang ingin masuk ke kampusnya. Lalu bagaimana dengan kampus Unswagati yang katanya sedang diproses menjadi Perguruan Tinggi Negeri ini? Unswagati setidaknya telah memiliki tiga unit bus, dua diantaranya milik Unswagati dan satu unit dari hibah Dinas Perhubungan, tentunya kita jarang melihat bus tersebut digunakan untuk fasilitas mahasiswa. Kecuali digunakan untuk keperluan kegiatan organisasi mahasiswa di kala sedang dibutuhkan.

Jika “pengertian antar sivitas akademika Unswagati” ini dijalankan dan “Bus Trans Unswagati” digulirkan. Tentu akan berefek pada penurunan penggunaan kendaraan yang selalu dibawa oleh mahasiswa dan dosen Unswagati.

Bagaimana Program Ini Dapat Berjalan Efektif?

Kita belum tahu jumlah persis mahasiswa yang selalu membawa kendaraan ke kampus. Kita juga belum tahu persis berapa jumlah frekuensi terbanyak asal tempat tinggal mahasiswa dan rute yang terbanyak dilalui mahasiswa, berikut waktu terbanyak yang selalu dilalui oleh mahasiswa menuju kampus Unswagati.

Ketika kita sudah tahu pada jam-jam berapa saja aktivitas kuliah mulai sibuk, dan rute mana saja yang terbanyak. Maka kita dapat jadwalkan ke-tiga bus ini akan bergerak untuk menuju ke kampus Utama, Kampus II, Kampus III, dan Kampus IV secara berurutan atau berbalik arah. Sehingga nantinya mahasiswa Unswagati yang ingin ikut dalam jalur Bus Trans Unswagati dapat belajar disiplin waktu untuk mengejar bus untuk sampai ke kampus.

Tentunya opini hanyalah sebuah aspirasi dari mahasiswa, ada pun realisasi dan bentuk solusi alternatif lainnya untuk permasalahan lahan parkir kampus kembali ke penyelenggara pendidikan Unswagati dan pihak Yayasan Unswagatinya. Mahasiswa dan dosen menunggu kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan lahan parkir di kampus. Semoga segera menemukan titik temunya.

Opini ini ditulis oleh Santosa, mahasiswa Pendidikan Ekonomi dan Akuntansi Unswagati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar